Mohon tunggu...
Surtan Siahaan
Surtan Siahaan Mohon Tunggu... Penulis -

Berbahagialah orang yang tidak sukses, selama mereka tidak punya beban. Bagi yang memberhalakan kesuksesan, tapi gagal, boleh ditunggu di lapangan parkir: siapa tahu meloncat dari lantai 20. -Seno Gumira Ajidarma-

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Tetanggaku dan Kisah Ramadan dalam 2 Agama

12 Juni 2018   20:40 Diperbarui: 15 Juni 2018   00:42 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Toleransi Beragama/Sumber Foto: pgi.or.id

Ilustrasi Malam Ramadan/Sumber Foto: shutterstock.com
Ilustrasi Malam Ramadan/Sumber Foto: shutterstock.com
Mereka saling menghormati satu sama lain. Yang beragama Islam bisa menjalani keyakinannya di rumah tersebut dengan tenteram, dan anggota keluarga yang Nasrani tidak pernah terganggu dengan keyakinan saudara-saudaranya.

Ketika Ramadan tiba, perbedaan yang ada tidak membuat keluarga tersebut renggang, melainkan semakin indah karena toleransi di antara sesama penghuninya.

Keluarga Pak Tanto tidak pernah meminta ibu mertua dan iparnya untuk menghormati puasa mereka, sementara ibu mertua dan iparnya tidak pernah mengganggu. Saat siang hari, tidak pernah sengaja makan atau minum di depan anggota keluarga yang berpuasa.

Eyang Putri dan Tante Eru yang tidak berpuasa juga sering mengingatkan cucu dan keponakannya untuk berpuasa dan tidak malas salat tarawih. Uniknya lagi, karena rumah tersebut tidak memiliki pembantu rumah tangga, eyang dan tante juga sering berjibaku menyiapkan menu berbuka puasa dan sahur.

Ketika sahur tiba, sang nenek yang sejak muda punya kebiasaan bangun tiap subuh untuk berdoa, selalu membangunkan anak dan mertuanya untuk santap sahur. Setelah anak, mantu dan cucunya sahur, dia kembali ke kamar untuk berdoa.

Saya juga tahu bahwa eyang yang sangat mendukung keyakinan anak dan menantunya itu adalah orang yang selalu sibuk memasak saat Lebaran.

Sebab, sudah jadi tradisi rumah besar tersebut mengucapkan syukur dengan membagikan makanan pada tetangga sekitar. Sementara, anggota keluarga yang merayakan Idul Fitri bisa fokus pada ibadahnya, yang Nasrani menyiapkan makanan dan membagikannya keliling kampung.

Cerita sebaliknya juga terjadi kala Natal dan Tahun baru. Pak Tanto dan anggota keluarga yang Muslim akan sibuk membantu anggota keluarga yang mengadakan acara Natalan di rumah. Bahkan, setiap Natal tiba, tetangga saya yang Muslim itu selalu mengucapkan Selamat Natal, baik secara langsung maupun melalui Whatsapp.

Saya pun pernah iseng bertanya pendapat mereka tentang larangan mengucapkan selamat Natal.

"Yang dilarang itu kalau saya merayakan Natal dengan mengikuti ibadahnya. Kalau mengucapkan ya boleh-boleh saja", ujar Pak Tanto.

Baca Juga: Mudik Lewat Pantura, Siap-siap Kenyang Kampanye Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun