Mohon tunggu...
Surpi Aryadharma
Surpi Aryadharma Mohon Tunggu... Penulis - Dosen, Peneliti, Penulis Buku, Dharmapracaraka

Gemar membaca, Mencintai Negara, Mendidik Anak Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hasil Riset Ilmuwan, Atheis Lebih Cerdas dari Orang Beragama

15 Juli 2020   06:33 Diperbarui: 15 Juli 2020   06:38 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak tahun 2017 merebak hasil-hasil riset para ilmuwan dunia tentang kecerdasan dan konsep beragama/ketuhanan seseorang. Hasil studi sesungguhnya sudah mulai dipublikasikan sejak tahun 2010. Ilmuwan menyimpulkan bahwa rata-rata orang yang beragama kurang pandai, kurang mengasah dan menggunakan logikanya dari pada mereka yang tidak menganut faham ketuhanan, berafiliasi dengan kelompok agama tertentu. Secara umum mereka ini adalah para ateis dan agnostik. Para peneliti mengklaim hal ini karena iman adalah naluri dan orang pintar lebih baik dalam menggunakan insting dan nalar daripada hanya naluri atau dogma semata. Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ahli di beberapa negara ini juga melakukan penelitian di Indonesia dengan metode kuantitatif. 

Para  ilmuwan dunia menganalisis melihat melalui 63 studi untuk menyimpulkan bahwa ateis lebih cerdas, lebih reflektif daripada orang yang beragama. Sebuah teori diajukan yang disebut sebagai teori  'Intelligence-Mismatch Association Model' untuk menjelaskan mengapa banyak penelitian selama beberapa dekade terakhir telah menemukan orang-orang beragama memiliki kecerdasan rata-rata yang lebih rendah daripada orang yang tidak percaya pada Tuhan. Sebuah analisis pada 2013 oleh University of Rochester menemukan hubungan negatif yang dapat diandalkan antara kecerdasan dan religiusitas dalam 53 dari 63 studi bersejarah. Korelasi negatif antara kecerdasan dan agama masuk akal jika agama dianggap sebagai naluri, dan kecerdasan kemampuan untuk naik di atas naluri seseorang. Miron Zuckerman, Jordan Silberman dan Judith A. Hall dari University of Rochester dan Northeastern University melakukan meta-analisis (yaitu analisis statistik yang menggabungkan hasil dari beberapa studi ilmiah) dari 63 studi yang menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan dan religiusitas. Asosiasi itu paling kuat di kalangan mahasiswa dan terlemah pada remaja dan anak-anak.

Kanazawa (2010: 53) dengan menggunakan Savanna-IQ Interaction Hypothesis, yang dikembangkan dari  logical conjunction of the Savanna Principle dan  theory of the evolution of general intelligence (teori evolusi umum kecerdasan) menjelaskan bagaimana kecerdasan umum dapat berinteraksi dengan batasan evolusi otak manusia, Hipotesis dapat menjelaskan efek kecerdasan terhadap perolehan dan dukungan nilai-nilai baru yang evolusione. Penelitian ini menunjukkan bagaimana para penganut faham liberal dan ateis rata-rata lebih cerdas dan lebih mudah untuk menyokong nilai-nilai baru, nilai-nilai penting yang evolusioner. Bahkan diprediksi, orang yang lebih cerdas akan lebih mudah menerima nilai atau pola hidup baru seperti vegetariaisme. Kanazawa menyatakan bahwa tidak sepenuhnya jelas mengapa orang yang tidak beragama lebih cerdas - tetapi perbedaannya bervariasi sesuai usia

Pennycook, Robert M. Ross, dkk (2016)  dalam kesimpulan artikelnya "Atheists and Agnostics Are More Reflective than Religious Believers : Four Empirical Studies and a Meta-Analysis" menegaskan bahwa hasil dari empat studi ini memberikan dukungan kuat untuk klaim yang dimiliki oleh ateis dan agnostik benar-benar lebih reflektif daripada orang beragama. Meskipun demikian, masih terdapat ruang keraguan bahwa itu mungkin saja hal bahwa ukuran korelasi antara pemikiran analitik dan keyakinan agama dilaporkan dalam penelitian sebelumnya telah meningkat karena CRT (Cognitive Reflection Test) disajikan sebelum pertanyaan religiusitas.  Disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang konsisten antara kinerja pada langkah-langkah berpikir analitik dan keyakinan agama bahkan ketika pengukuran dilakukan dalam survei terpisah. Terlebih lagi, ada sebuah asosiasi antara pemikiran analitik dan kategori kepercayaan religius: Atheis yang diidentifikasi sendiri dan agnostik mendapat skor yang lebih tinggi dari berbagai ukuran gaya kognitif analitik daripada para penganut agama (Pennycook, Robert M. Ross, dkk, 2016:16). Hubungan negatif antara pemikiran analitik dan keyakinan agama telah dilaporkan dalam tujuh studi terbaru. secara keseluruhan korelasinya relatif kecil, ateis yang diidentifikasi sendiri memiliki skor 18,7% lebih tinggi daripada afiliasi agama.

Lynn,  John Harvey,  Helmuth Nyborg (2009) dalam artikelnya "Average intelligence predicts atheism rates across 137 nations" memberikan bukti kuat korelasi negatif antara kecerdasan dan kepercayaan agama. Sampel dari  137 negara memberikan bukti akan korelasi antara IQ nasional dan ketidakpercayaan pada Tuhan dengan angka 0,60. Sejumlah temuan menarik lainnya yakni asumsi yang dirujuk mengapa terjadi korelasi negatif antara kecerdasan dan keyakinan agama disebabkan oleh sejumlah faktor seperti kepercayaan agama tergeser oleh peradaban modern yang didominasi oleh sains. Menariknya dalam penelitian tersebut, Indonesia dengan IQ 87 dengan persentase sebanyak 1,5 % yang tidak percaya dengan Tuhan, berada jauh dibawah Malaysia dengan IQ  92 dengan 0,5 % penduduknya tidak percaya dengan Tuhan.Singapora IQ 108 dengan 13 % penduduknya tidak percaya dengan Tuhan.

Hasil penelitian ini menjadi sangat menarik sekaligus merupakan tantangan bagi agamawan. Hasil Riset ilmiah ini setidaknya memberikam gambaran secara umum bahwa Lembaga agama, Lembaga religius justru gagal membimbing membangun masyarakatnya menjadi pribadi yang cerdas, ataukah agama tidak memerlukan kecerdasan ?

Hal ini tentu saja bertentangan dengan tradisi Sanatana Dharma, Veda yang sangat mengagungkan intelektualitas, kecerdasan dan yang lebih tinggi lagi yakni Buddhi. Veda justru bercita-cita membimbing manusia untuk mengembangkan mesin kecerdasannya. Para Rsi, acarya adalah bukan semata sosok religius, melainkan filsuf yang amat cerdas. Tidak menyandarkan pengetahuan pada dogma semata melainkan mencari, mendiskusikan, merenungkan dan menyiarkan kebenaran dari masa ke masa, dari peradaban di masa lampau hingga pada masyarakat modern betatapun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Upanisad yang merupakan bagian integral dari Veda justru merupakan obat bagi mereka yang kecanduan dengan ritual dan menghentikan pencarian kebenaran hanya pada aspek tersebut. Upanisad akan membimbing pada meditasi dan jnana untuk mengasah mesin kecerdasan manusia, dari gugusan kecerdasan yang paling kasar sampai kecerdasan yang paling tinggi hingga mampu mengamati atma, bagian tak kasat mata tetapi menentukan arah perjalanan. Vidya atau upasana merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran Upaniad, yakni perenungan atas kebenaran dengan perlahan-lahan meninggalkan keterikatan dengan bentuk-bentuk ritual guna mencapai tujuan tertinggi.

Namun demikian, hasil riset ilmuwan yang mengkonfirmasi hubungan negatif antara kecerdasan dan agama menggambarkan kondisi umum. Secara konsep Hindu menolak bahwa orang beragama memiliki kecerdasan yang rendah. Akan tetapi sejauh mana pusat-pusat keagamaan mampu mengedukasi umatnya untuk mengasah kecerdasan dan tidak menjadikan agama sebagai bentuk ketakhayulan. Svami Vivekananda menolak keras segala bentuk ketakhayulan dalam Hindu dan agama manapun.

Bagi saya, justru karena beragama (Hindu) lah saya harus rajin dan berdisiplin membaca buku dan pustaka Suci. Terlebih Pustaka Suci Hindu tidak akan habis dibaca walau sepanjang hidup. Justru karena beragama terinspirasi untuk berbuat baik dan mengembangkan persahabatan, justru karena menganut Dharma, hati ini tidak terlalu tega menyakiti orang lain

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun