Banyak orang mengira seni adalah tentang keindahan tentang bentuk yang rapi, warna yang serasi, atau nada yang harmonis. Tapi seni bukan hanya itu seni tidak sekadar menghiasi tembok atau panggung.Â
Seni adalah bahasa jiwa. Seni tumbuh dari rasa yang tak sanggup diucap, dari emosi yang tak mudah dijelaskan oleh logika, dan dari pengalaman hidup yang terlalu dalam untuk dibatasi oleh kata-kata.
Setiap goresan kuas, setiap bait puisi, setiap irama lagu adalah ungkapan batin yang tak selalu bisa diterjemahkan secara harfiah. Kita bisa menangis melihat lukisan abstrak, tanpa tahu apa maksudnya. Kita bisa terhanyut oleh lagu dalam bahasa asing, tanpa mengerti liriknya. Karena sejatinya, seni tidak berbicara pada pikiran terlebih dahulu. Ia menyentuh perasaan. Dan dari perasaan itu, kita mulai memahami dengan cara kita sendiri.
Seni sering kali lahir dari ruang yang sunyi ruang yang tak banyak diketahui orang. Pelukis mungkin menuangkan kehilangan dalam warna. Penari bisa meluapkan trauma lewat gerak tubuh.
Musisi mungkin menyisipkan kesepian dalam nada-nada yang seolah riang. Kita yang menikmatinya, merasakan sesuatu yang tak bisa dijelaskan, tapi nyata hadir. Itulah kekuatan seni: ia menjembatani rasa antar manusia, bahkan tanpa perlu saling mengenal.
Lebih dari itu, seni mengizinkan manusia menjadi jujur. Jujur pada perasaan sendiri, jujur pada luka yang disembunyikan, jujur bahwa tidak semua hal dalam hidup harus sempurna. Dalam seni, kegagalan bisa menjadi inspirasi, air mata bisa menjadi kekuatan, dan keheningan bisa berbicara lantang.Â
Seni mengajarkan bahwa kehidupan bukan hanya tentang produktivitas atau keberhasilan, tapi juga tentang keberanian untuk merasa, dan menerima setiap rasa.
Di zaman serba cepat ini, seni menjadi ruang perlambatan. Tempat kita bisa berhenti sejenak, menarik napas panjang, dan bertanya: Apa yang sebenarnya sedang aku rasakan? Ia menjadi ruang pulang ke dalam diri sendiri. Dan terkadang, di saat tak seorang pun memahami kita, seni bisa menjadi teman paling setia. Bukan karena ia memberi solusi, tetapi karena ia memahami diam kita.
Kesimpulan
Seni tak perlu selalu dimengerti, karena seni bukan soal memahami tetapi soal merasakan. Seni lahir dari hati, dan kembali menyentuh hati yang lain. Seni mungkin tak menjawab pertanyaan, tapi ia bisa menjadi pelukan di saat sunyi. Maka, biarkan seni hadir dalam hidupmu, bukan hanya sebagai hiburan, tapi sebagai ruang untuk merasa. Karena dalam seni, kita menemukan kemanusiaan kita yang paling utuh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI