Mohon tunggu...
Surahmat An-Nashih
Surahmat An-Nashih Mohon Tunggu... -

Idealisme sederhana dan realita luar biasa menempa diri dan membimbing ke jalan pulang yang indah kepada Sang Maha Cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembaharuan Nikah

8 Mei 2014   02:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:44 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pembaharuan nikah (tajdidun nikah) terkadang ditempuh beberapa pasangan untuk menyelamatkan pernikahan mereka, secara syari'at maupun secara hukum. Biasanya terjadi ketika pasangan terlanjur terjebak oleh perselisihan (panjang) yang puncaknya pada kata talaq dari suami. Betapapun secara hukum yang namanya perceraian itu hanya ada berdasarkan keputusan pengadilan agama, namun sebagai insan beragama tetaplah tidak nyaman menjalani hidup serumah tapi telah cerai secara syari'at, sebab ucapan talaq suami itu berbobot syar'iy. Apakah itu diucapkan secara terang-terangan ataukah sirri (sindiran), apakah sedang marah ataukan sadar, bahkan tak membedakan antara bercanda ataupun sungguhan. Maka jangan main-main dengan kata "cerai".

Namun sayangnya lidah telah terlanjur berucap, meski tak sampai berlanjut di pengadilan, toh kujujuran insani tetap gelisah. Inilah hebatnya orang Indonesia.

Kemarin lusa saya baru saja menjadi saksi sekaligus diminta membacakan do'a bagi pasangan yang memperbaharui nikahnya. Namun bukan itu yang menggelitik perhatian. Namun pasangan ini diantar oleh anak lelaki mereka yang usianya sekitar mahasiswa semester IV, lha saya hanya membandingkannya dengan anak gadis saya yang kuliah tahun kedua juga. Intinya, mereka hanya datang bertiga. Wali nikahnya dilakukan wali hakim, Kepala KUA. Saksinya saya dan seorang staf. Maharnya uang Rp 500.000,-. Mahar itu diserahkan si suami pada istrinya tanpa amplop. Beliau menyuruh istrinya menghitung jumlahnya. Sang istri mematuhi itu dengan tersenyum lebar; seluruhnya 50.000-an biru.

Usai prosesi nikah saya justru mengucapkan selamat kepada pemuda itu. Bagi saya, dia adalah pemuda yang beruntung karena tidak menjadi korban perceraian orang tua. Saya terkadang khawatir bahwa perceraian itu bisa menjadi semacam "tradisi" yang menurun.

Sepulangnya mereka bertiga, hingga mobil mereka menghilang di tikungan, saya membayangkan bahwa mereka itu sedang tertawa bahagia di sepanjang jalan. Anak lelaki itu berbahagia dalam arti sebenarnya, sembari pegang stir mobil dia tertawa penuh kemenangan. Namun kedua orang tuanya mungkin sedang mentertawakan diri mereka sendiri yang kemarin-kemarin terkalahkan oleh hawa nafsu sendiri. Ya, orang yang terkalahkan oleh hawa nafsu terkadang menjadi labil, bahkan melebihi anak kecil.

Khayal saya mengembang, membayangkan (mungkin) si istri sedang berceletuk pada suami dan anaknya.

"Bagaimana kalau untuk merayakan ini kita makan-makan?"

"Setuju Mama," sahut anak lelakinya, "tapi Mama yang traktir."

"Lho? Kok Mama? Papa kamu, dong."

"Ya iya lhah Mam ... bukankah Mama barusan dapat uang setengah juta?"

Si ibu jadi gemes dengan ledekan anak lelakinya, justru itu membuat suaminya merapatkan badan merengkuh erat bahu istrinya.

-Surahmat An-Nashih-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun