Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip

Desa Jala Tanah Penuh Kenangan

26 Oktober 2021   15:57 Diperbarui: 26 Oktober 2021   16:01 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SETELAH sekian lama berada di tanah perantauan, kini saatnya untuk kembali. Kembali ke kampung halaman setelah sekian tahun hanya memendam rindu. Rindu kepada suasana kampung, kepada orang terkasih, lebih-lebih kepada kedua orang tua tercinta yang juga memendam rindu yang sama. Pergi meninggalkan kampung, lalu melipir di tanah perantauan bukan lah jalan yang mudah. Jalan ini hanya ditempuh oleh mereka yang bernyali tinggi. Hanya mereka yang siap menahan pahitnya kehidupan. Lalu memendam rindu kepada mereka yang ditinggalkan.

Tanah perantauan adalah tempat menempa diri. Kesulitan hidup serupa makanan yang setiap saat datang mendera. Tidak alasan untuk menghindar, mengelak. Tidak ada alasan untuk mengeluh apa pagi harus mengalah pada keadaan. Semua hal hampir dilakukan sendiri. Jika dulu semasa di kampung, baju kotor bisa dilempar begitu saja di dalam ember, atau di pojokan rumah. Bangun pagi langsung bisa ke dapur, makan sesuka hati tanpa pernah terpikir siapa yang belum makan. Semua serasa mudah.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Tapi itu berubah ketika menjalani hidup di tanah perantauan. Mandiri. Kata ini mungkin yang mewakili kehidupan yang di jalani selama meninggalkan tanah kelahiran. Kerinduan akan selalu menyelimuti. Menahannya memang tidaklah mudah. Di butuhkan kesabaran, ketabahan sembari menyelami setiap jejak kisah hidup yang dijalani. Setiap aktivitas adalah pelajaran yang kelak disebut pengalaman.

Hari ini, 17 Oktober 2017 kembali kaki berpijak di rumah yang pertama kali saya mengenal dunia. Di sini ibu membawa raga ini melihat semesta. Di kampung yang gemuruh ombaknya laksana bom di musim perang. Hempasan anginnya kadang mendayu-dayu, kadang pula mengkhawatirkan warga kampung.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Jaraknya hanya sekitar selemparan batu orang dewasa laut itu terhampar. Luas. Di mana sebagai besar warga kampung menambatkan penghasilan untuk menafkahi keluarganya. Di sanalah sabang hari orang berkumpul menyambut mereka yang membawa tangkapan semalam. Berkumpul di sampan yang bersandar di tepi pantai. Memilah dan memilih hasil tangkapan. Pengepul sibuk menawar harga, lalu menjualnya kembali di pasar kota.

Pulang kampung serasa pulang dari medan laga. Membawa kemenangan setelah berhasil menaklukan hari. Menaklukan segala rintangan hidup yang sabang hari menghempas akar keyakinan. Ada rasa kepuasaan bercampur kebahagiaan kala bersua di kampung yang penuh kenangan ini. Di kota, tempat di mana saya berpijak menimba ilmu bisa berbangga di diri dengan gedung-gedung tinggi. Bisa merasa paling maju dengan hilir mudik kendaraan tanpa mengenal lelah.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Tapi di sini, di Desa Jala tempat di mana saya mengenal pertama kali semesta, adalah tetap menjadi tempat terindah. Mungkin benar kata sebagian orang, hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri ini. Ada jutaan kenangan yang menyeruak kala melihat dan menikmati tanah kelahiran. Kembali kumpul bersama keluarga ada hal terindah yang tak bisa terlukiskan.

Melihat wajah ibu yang terus menua bersama lajunya waktu, membuat hati meleleh. Ingin memantapkan hati untuk selalu menjaganya, merawatnya hingga akhir waktu. Di sini. Saat ini saya telah kembali. Kembali melanjutkan kisah yang pernah berjarak karena perpisahan. Setiap sudut-sudut kampung, di gang-gang yang berkelok, terlebih di hamparan pasir putih adalah tempat dimana saya menyimpan kenangan.

Kini saya telah berpulang dari tempat terjauh, serupa burung yang sejauh-jauh terbang, tiba saatnya untuk kembali ke pangkuan keluarga tercinta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun