Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sendiri Itu, Kadang Menyenangkan

17 Februari 2020   17:42 Diperbarui: 24 Februari 2020   05:21 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Raden't $uccess Forever#

Tidak selamanya sendiri itu bentuk ekspresi kesedihan atau dalam suasana hati yang galau atau stres. Kadang sendiri itu perlu untuk dilakukan, baik untuk bermuhasabah atas apa yang pernah dilakukan maupun yang pernah dilihat dan dirasakan. Baik itu sesuatu yang buruk, yang baik atau yang membuat kita tertawa setelah mengingatnya kembali. 

Dengan kesendirian kita bisa merenungi kembali yang pernah dilalui di masa lalu. Dan memikirkan kembali tentang planing yang sudah di targetkan. Apakah semua yang pernah dilakukan atau direncakan benar-benar dapat memberi manfaat buat diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita. 

Kehidupan kita adalah masa kini, bukanlah masa lalu atau masa depan. Tapi masa lalu adalah pelajaran sedangkan masa depan adalah perbaikan. Dengan memutuskan untuk sesekali menyendiri, kita bisa menjernihkan kembali pikiran dan hati yang kalut. Kalut karena masalah yang sedang dihadapi, kalut karena merasa bersalah pernah melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Hidup adalah masalah, jika ada orang yang tidak menginginkan ada masalah berarti tak ingin hidup. Masalah dihadirkan bukan untuk menjatuhkan dan menghina seseorang. Tapi tujuan adanya masalah adalah cara tuhan mengangkat derajat hambanya jika ia menyikapi masalah dengan bijak. Begitu pencerahan salah seorang ustadz dalam suatu kesempatan di media social. 

Sebagai insan yang bisa di bilang cukup lama menghirup udara perantauan. Tentu aku perlu menyendiri dalam kesendirian untuk melakukan introspeksi kembali yang pernah di lalui. Aku harap kamu tidak bertanya kenapa!. Kali ini aku harap kamu tak mencampuri terlalu jauh tentang hidup dan kehidupanku. Karena aku ingin sendiri, menyendiri sejenak dan merenungi kembali keputusan-keputusan yang aku ambil di masa lalu. Aku harap kamu tidak datang dan mengganggu kesendirianku. 

Semenjak masa SMA berakhir 2004 silam, aku memutuskan membantu orang tua dalam beberapa pekerjaannya sebagai petani dan tukang batu selama setahun. Tahun kedua adalah awal aku memutuskan tidak lagi menjadi anak rumahan. Kurang lebih satu tahun merantau di kota Bima, dan hampir menjadi TKI di negeri Sakura. Namun, nasib berkata lain, akhirnya aku menyandang status mahasiswa tahun 2006 sampai 2011. Sekitar lima tahun berada di Kota Daeng sebagai anak perantau, sedikit banyak aku merasakan betul menjadi seorang anak yang jauh dari rumah. 

Sebagai anak perantau, hampir semua pekerjaan yang mendasar seperti mencuci, memasak, ke pasar, dan sejenisnya harus dilakukan sendiri. Pernah mengeluh, ya, awal-awal tinggal di perantauan rasa rindu terhadap kampung halaman tak bisa dielakan dan mengeluhkan keadaan yang sedang dijalani. Namun, seiring berjalannya waktu semua bisa di lalui. Setelah studi strata pertama selesai, akupun memutuskan pulang kembali ke kampung. Ternyata hanya bertahan dua tahun saja, kemudian kembali merantau di kota yang sama pada tahun 2014 dan berakhir tahun 2016.

Namun, 2017 awal aku memutuskan pindah ke pulau seribu mesjid hingga kini. Di sini, aku merasakan dan melalui hari-hariku dengan keadaan yang berbeda. Kesimpulanku adalah budaya dan tradisi masyarakatnya yang berbeda. Tapi aku mencoba menikmatinya, karena kata orang semua akan indah pada waktunya. Apakah itu benar demikian, biarkan waktu yang akan menjawabnya. 

Kini, di sini aku sedang sendiri. Dalam kesendirian ini, aku mencoba menyelam dan membuka kembali lipatan kisah di masa lalu. Ada beberapa hal yang aku tarik sebagai suatu kesimpulan untuk menjadi bahan pembelajaran untuk menatap masa depan. Dengan harapan hari esok lebih baik dari hari-hari sebelumnya. 

Kesimpulan pertama; setiap rencana dan mulai melangkah untuk mewujudkannya, pada saat yang bersamaan akan ada cibiran, keraguan orang terhadap mimpi kita, lontaran-lontaran yang merendahkan, dan bahkan hinaan. Hal ini tidak saja datang dari orang lain, melainkan orang-orang terdekat bahkan keluarga sendiri. Kedua; Sulit mendapatkan kawan sejati ketika dalam keadaan terpuruk. Berbeda ketika sukses, akan banyak orang yang merasa berjasa atas apa yang sedang kita raih. Ketiga; Kita melihat semesta dengan cara pandang yang berbeda dalam meraih kesuksesan. Contohnya saja PNS adalah salah satu ukuran kesuksesan bagi orang di kampung halaman. Jika kita tidak PNS atau punya pekerjaan maka kita 'turun kelas' dalam perspektif sosial. Tapi bagi perantau itu bukan masalah. Keempat; Lebih mandiri dan mampu membaca peluang serta memiliki 'keberanian' yang cukup dalam menjalani hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun