Makan Sate Ayam Tengah Malam di Kota Klaten, Jawa Tengah
Pulang dari menyaksikan pertunjukan Wayang Orang Sriwedari Solo (16/2/2024) malam telah tiba. Jalan di luar kompleks Sriwedari kami lihat ada Gedung Perpustakaan Kelurahan Sriwedari. Papan nama perpustkaan itu tepat di depan (seberang) pintu keluar/masuk kompleks Sriwedari.Â
Baca juga: menyaksikan-pertunjukan-wayang-orang-sriwedari-solo-pada-hari-jumat
Kami langsung menuju tempat makan. Perjalanan agak lama tetapi cukup menyenangkan. Jalan raya terlihat mulai agak sepi. Pengendara mobil dan sepeda motor mulai berkurang. Namun, keramaian tetap kami saksikan. Lampu-lampu masih menyala terang di sisi kiri dan kanan jalan.
Warung makan yang kami datangi adalah sebuah warung yang buka hanya pada malam hari. Warung yang beroperasi di trotoar depan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klaten itu masih buka. Ada dua pembeli yang sedang dilayani. Mereka membeli sate untuk dibawa pulang.
Kami harus menunggu giliran. Ada tiga orang lelaki yang berada di dalam warung sate Madura itu. Mereka cukup terampil melayani para pembeli. Ada yang mengipas-ngipas bara api di bawah sate yang dijajar rapi. Ada yang menyiapkan lontong. Ada pula yang menyiapkan minuman pesanan kami. Â
Sebagai kenang-kenangan, saya berswafoto dengan latar aktivitas mereka. Saya juga berswafoto dengan latar spanduk nama warung sate tersebut.Â
Saya juga mengambil gambar (memotret) dari sisi jalan yang mulai sepi. Ada beberapa sepeda motor pembeli yang terparkir di dekat warung itu.
Penggunaan lampu yang terang-benderang sangat mencolok. Hal itu dimaksudkan untuk menarik pembeli, barangkali. Kalau hanya untuk penerangan warung, saya kira terlalu berlebihan.
Saya berjalan ke sisi kiri dan kanan warung untuk mencari posisi memotret yang tepat. Saya berusaha menampilkan papan nama LP Klaten tetapi agak kesulitan.
Tidak berapa lama, pesanan sate ayam pun tiba. Saya melihat porsi sate cukup banyak. Untuk itu, pesanan yang belum dibuat diminta untuk dikurangi porsinya.
Saya makan satu porsi tidak akan habis. Untuk itu, saya ajak adik Tarti yang duduk di samping saya untuk ikut menikmati sate dalam piring di depan tempat saya duduk.
Saya perkirakan ada dua belas tusuk sate dalam satu porsi piring makan itu. Lontong dipotong-potong dan ada irisan cabai kecil yang ditaburkan di atas irisan lontong.
Lontong yang terhidang cukup lembek. Itu menurut penilaian saya. Bumbu kacang cukup. Artinya, rasa cukup standar dan kuantitasnya juga pas.
Soal rasa, saya perlu menyesuaikan. Pada saat di Penajam, sate ayam Madura yang kami beli di pinggir lapangan Gunung Seteleng memiliki rasa yang khas. Lidah sudah terbiasa menikmati sambal kacang dengan adonan yang cocok di lidah.
Untuk sambal kacang pada warung depan LP Klaten itu saya masih beradaptasi. Ada sesuatu yang terasa berbeda dengan sambal kacang di Penajam.Â
Berapa kami harus bayar? Kami bertujuh makan sate dan minum. Uang yang haurs dikeluarkan sebesar Rp 113.000 (seratus tiga belas ribu rupiah).
Kakak kami, mbak Srimulyo yang membayar. Alhamdulillah. Rezeki di malam hari Jumat tanggal 16 Februari 2024. Semoga rezeki lebih lancar. Aamiiin.
Ditulis di rumah ibu kandung Dukuh Ketinggen, Desa Karanglo, Kec. Klaten Selatan, Kab. Klaten, Jawa Tengah pada hari Sabtu 24 Februari 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI