Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Resesi Ekonomi adalah Bagian dari Sejarah Keluargaku

10 September 2020   17:03 Diperbarui: 10 September 2020   17:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Sudah sangat santer bahwa Indonesia saat ini ada dalam resesi ekonomi..Sudah ada BUMN yang gagal bayar. Sudah banyak PHK, sudah banyak penduduk yang susah hidup dari hari ke hari. Ternyata saya juga punya catatan tentang jalan hidupku.  Kulalui masa lalu hidupku dengan hutang. Semoga negara kita dapat bertahan dari resesi ekonom ini.

Tamat SMA


Sejak tamat SMA aku diantar oleh ayahku A Rahim  merantau ke Palembang. Dia sudah merintis hubungan dengan mereka yang mengerti seluk beluk menyekolahkan anak ke perguruan tinggi.

Bersama pamanda Sukardi Bahar, ayah jalan kaki ke palembang pada tahun 1970an untuk membelikan saya sepeda buatan Inggeris . Setelah saya tanya untuk apa? Sebagai tanda syukur anaknya masuk SMPN 1 Manna. Rupanya bagi ayah yang tak tamat SD ini masuk SMPN 1 Manna itu adalah anugerah Allah yang besar.

Dia di palembang banyak berbincang dengan pamanda Tohar yang sudah kuliah. Ayah juga sudah punya keinginan agar anaknya kuliah. Ayah bersemangat sekali cerita tentang pamanda Tohar yang kuliah di UNSRI. Meski ayah tidak tahu jurusan pamanda Tohar tetap saja dia senang jika anaknya kuliah. Tak peduli walau hanya modal nekad.

Setelah tamat SMA, ayah dipanggill guru SMAN 1 Manna, alm  Drs Ngatijo. Pak, Supli ini jangan tidak disekolahkan. Karena nilainya bagus. Ya, kata ayah, menimpali guru itu. Terima kasih pak, katanya.

Saya sudah mengusulkan kepada ayah agar dikirim sekolah ke IPB Bogor. Karena di sana ada adik pak Murni Hawab. Saya sadar saya tak tahu diri, tak mengukur bayang diri. Cepat sadar ikut arahan ayah.

Kuliahlah saya di Unsri. Waktu berjalan terus. Banyak jurang dan tanah datar dilewati. Sampailah saat mau menikah. Saat itu hutang menikahkan adik belum lunas, saya juga ingin menikah. Jual tanah kapling. Tapi masih kurang. Terpaksa  berhutang. Saat habis menikah malunya mengangkat suap nasi karena habis gaji dipotong hutang. Tapi life must go on.

Sembilan bulan sehabis menikah ada peluang berangkat sekolah ke Inggeris. Dana beasiswa dari Bank Pembangunan Asia. Ternyata pinjaman LN.  Tanda tangan kontrak agar dibayar dengan rumus 2n + 1. Catata: n = lama studi.

Waktu 7 bulan di sana saya teringin bawa anak dan istri maka untuk jaminan harus hutang dengan teman-teman. Siap dihina karena itu tidak realistis. Berangkatlah istri dan anak sulung masih umur 3 bulan. Alhamdulilah berkah kerja keras dan doa keras. Sekolah tamat, anak tambah dua dan siap membayar hutang pengabdian ke tanah air. Jangan tanya penderitaan selama merantau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun