Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Orang Sukses dan Bermanfaat

18 Juli 2020   08:05 Diperbarui: 18 Juli 2020   07:58 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alhamdulillah, saya secara berjenjang diberi rasa sukses dalam urusan pendidikan. Setelah tamat SMA saya sudah ada rasa ingin membantu orang tua. Dengan biaya yang mahal bagi otangtua saya yang hanya petani dan tukang kayu, saya punya rasa iba pada mereka. Waktu pulang kampung alhamdulillah saya selalu membantu kerja di sawah dan di kebun kopi.

Di sawah saya membantu ayah dan ibu menanam padi. Maklumlah saya anak tertua dari 7 bersaudara. Apa saja yang diminta bantu prang ayah dan ibu, pasti saya akan kerjakan dengan baik. Saya ingin "membalas" pengorbanan merela pada saya. Demikian juga pada musim lainnya jika libur saya membantu kakek dan nenwk bekerja di kebun. Sambil bercerita saya asyik  membersihkan rumput pada kebun kopi, memetik buah kopi atau mencari ikan untuk keluarga. Pendek kata saya ingin memberi manfaat kepada keluarga.

Mengajak adik ke kota

Merasa sukses dalam pendidikan di mana saya sudah menamarkan S1, saya bermaksud untuk membantu meringankan beban orangtua menyekolahkan adik-adik. Kala itu gaji saya sangat terbatas maklum masih sebagai asisten dosen honorer. Beserta saya ada dua adik,  satu yang SMP dan satu SMA. Di kampung satu SMA dan yang lain masih SD. Kami menyewa rumah bedeng di kota.

Dengan berjalannya waktu saya mampu membeli rumah sederhana dengan lahan yang relatif luas walau di lahan basah alias rawa. Saya minta ayah datang ke kota untuk membangun rumah panggung. Alhamdulillah selesai dibangun dengan tiga kamar. 

Mengajak keluarga ayah pindah ke kota

Walau masih CPNS dengan gaji alakadarnya plus kredit kendaran roda dua tapi saya diberi keberanian untuk mengajak ayak, ibu, kakek dan adik-adik untuk ke kota besar. Allah yang punya rencana. Kami hanya menjalaninya saja. Saya juga tidak ada rasa untuk memperkaya diri sendiri terlebih dahulu sebelum membantu keluarga saya. 

Saya tahu ada orang lain yang membiarkan ayah dan ibunya serta adik-adiknya tetap di kampung sampai dia mapan. Tapi saya berfikir lain. Waktu itu yang saya fikirkan adalah rezeki ayah, ibu, kakek dan adik-adik saya ada. Jadi mereka diberi rezeki di mana saja mereka berada.

Ujian itu harus dijalani

Setelah pindah ke kota, dua bulan pertama kehidupan belum membaik. Ayah tidak dapat pekerjaan, bahan makanan menipis. Desakan untuk pulang ke kampung semakin kencang. Saya hanya menangis dan menangis dalam tahajud, salat malam - meminta Allah carikan jalan keluar dari semua kesulitan. 

Singkat cerita setelah sering berdialog beberapa malam kepada pemilik alam semesta ini terbukalah peluang untuk meneruskan kehidupan bagi keluarga ayah di kota. Ayah dan ibu ada sumber pendapatan, saya ada gaji, adik-adik sekolah atau ada yang menikah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun