Mohon tunggu...
Supiyandi
Supiyandi Mohon Tunggu... Freelancer - IG: @supiyandi771

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sampai Kapan Indonesia Terus Menjadi Negara Konsumen?

22 November 2019   19:33 Diperbarui: 22 November 2019   19:45 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jual Beli Di Mall. Sumber: kontan.co.id/KONTAN/Carolus Agus Waluyo

 

Oleh: Supiyandi

Melihat peta geopolitik dunia saat ini, kita perlu menelaah ada begitu banyak hal yang harus kita dalami termasuk salah satunya adalah kebijakan luar negeri Indonesia. Kita ketahui perang dagang antara AS dan Tiongkok bukanlah sekedar perang dagang biasa melainkan jauh dari itu adalah perang ideologi dalam memperebutkan hegemoni dunia. 

Jika kita hitung-hitungan dengan angka konstan, tidak lama lagi kekuatan ekonomi Amerika akan kalah dengan Tingkok. Ini menandakan pengaruh Amerika juga perlahan akan pudar dilibas oleh pengaruh Tiongkok.

Pengaruh yang dilakukan oleh Amerika maupun Tiongkok signifikan dibidang Politik dan Ekonomi. Sehingga antara Politik dan Ekonomi sangat erat kaitannya terutama dalam diplomasi internasional. Selain itu pemegang kunci perekonomian dunia saat ini adalah Amerika dan Tiongkok. 

Kita tau semua teknologi apapun bias ditiru oleh Tiongkok. Bahkan pesawat tercangih di dunia F-35 linghting II bisa diduplikasi Tiongkok dengan J-20 Chengdu. Ini berarti Tingkok akan bertarung habis-habisan dalam menantang Amerika untuk menguasai dunia.

Apa yang dilakukan Tiongkok buka tanpa perhitungan. Semuanya sudah dikalkulasikan sampai ke strategi diplomasi terkecilpun sudah diperhitungkan. Kita ambil contoh misal dalam pembangun proyek strategis, Tiongkok menggunakan konsep new economic model yang berbasis soverign wealth funds dan modern monetary theory. Mereka ciptakan proyek atau alat produksi yang berlapis hingga 12 lapis. Maksudnya, dari hulu sampai kehilirnya mereka ciptakan bahkan lebih jauh dari itu. 

Dalam melakukan produksi mereka menggunakan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) rata-rata diatas 80 persen. Ini akan menjadikan perputaran uang dan multiplier effects atau spread effects atau trickle down effects dari proyek yang berdampak pada kemajuan ekonomi Tiongkok karena memerlukan sedikit dollar dalam menciptakan proyek bahkan menciptakan dollar karena terbukanya peluang ekspor akibat tercapainya economic scale dari proyek yang berlapis-lapis tadi. 

Selain itu Tiongkok saat ini hampir memiliki semua resource untuk menciptakan apa yang dia inginkan. Jadi ancaman Tiongkok itu nyata dan benar ada bukan mimpi disiang bolong.

Produksi Tiongkok saat ini tersebar ke seluruh dunia termasuk Amerika Serikat. Ketika AS memberikan entries barrier kepada barang Tiongkok sebenarnya AS sedang bertahan untuk membendung agar produk Tiongkok tidak membanjiri pasar AS dan mengembalikan dollar ke AS lagi. Sebelum Tiongkok menjadi pemain utama ekonomi dunia, AS telah lebih dulu melakukannya dan menyebarkan semua produknya ke seluruh dunia termasuk Indonesia. 

Jika kita lihat dari kemampuan resource yang dimiliki kedua Negara tersebut, semua produk mereka sangat kompetitif bersaing. Berbeda halnya dengan Indonesia yang sedikit memiliki resource terutama dibidang SDM, teknologi dan permodalan sehingga produk kita kurang mampu bersaing.

Alasan ini juga yang menyebabkan Tiongkok dan Amerika berhasil menguasai ekonomi dunia. Pertanyaan mendasarnya adalalah bagaimana mereka bisa menciptakan produk yang bisa memenuhi pasar dunia? Kita tau AS dan Tiongkok adalah Negara dengan kekuatan ekonomi terbesar pertama dan kedua saat ini, tentu mereka adalah Negara dengan kekuatan modal yang tinggi. Sehingga untuk membuat produk apapun dan sebanyak apapun mereka mampu. 

Sebagai contoh, Tiongkok atau AS memproduksi barang sebanyak mungkin dan melebihi kapasitas pasar domestik mereka. Sebagai akibat dari kelebihan tersebut adalah akan terbukanya keran ekspor keluar negeri dengan biaya dan harga yang sangat efisien karena dipasar domestik sudah mencapai economic scale. Karena biaya dan harga sudah sangat efisien, maka produk baranag tersebut pasti bisa masuk ke Negara tujuan ekspor karena harga jualnya sangat murah ditambah spesifikasi produk yang bisa bersaing dengan produk lokal tujuan ekspor bahkan lebih bagus. 

Hal ini yang terjadi dengan Indonesia mengapa banyak produk impor di Indonesia sehingga jika ada yang bilang Indonesia itu adalah Negara konsumen atau pasar produk luar negeri itu memang ada benarnya dan nyata. 

Perbandingannya dengan Indonesia adalah Indonesia tidak memiliki resource seperti AS dan Tiongkok. Modal kita tidak ada, ditambah banyak hutang sehingga memperparah kondisi perekonomian Indoensia karena ketergantungan. Sekarang kita rubah cara berfikirnya. Mari berfikir untuk menjadi produsen jangan hanya menjadi konsumen terus.

Kalau kita kaji lebih dalam bagaimana AS dan Tiongkok melakukan hal tadi diatas, sebenarnya Indonesia bisa menduplikasikannya. Bagaimana caranya? Kita buat proyek berlapis-lapis atau kita buat proyek yang memiliki multiplier effects atau spread effects atau trickle down effects besar kalau bisa diatas 10 kali lipat. Biar apa? Biar kita bisa mencapai economic scale untuk pasar domestik kita sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing. 

Perlu kita ingat, TKDN-nya harus rata-rata diatas 80 persen dan produk tersebut harus mendapat proteksi dari pemerintah. Jika sudah mampu mencapai economic scale dari memenuhi pasar domestik kita akan ekspor keluar negeri dengan harga yang sangat murah. Nah sekarang giliran kita membalas serangan produk impor keluar negeri. Tiongkok kita ekspor barang kita, Amerika, Eropa dan lain-lain kita ekspor semuanya. 

Tidak apa-apa harganya murah, karena kita sudah dapat untung dengan mencukupi pasar domestik. Yang kita cari adalah devisa sebanyak-banyaknya dari transaksi ekspor. Intinya yang kita lakukan adalah kurangi impor perbanyak ekspor. Strateginya apa? Buat proyek berlapis-lapis untuk mencukupi pasar domestik dulu kemudian untuk memenuhi pasar ekspor. Proteksi produk lokal agar bisa berkembang dulu baru boleh produk impor masuk ketika produk lokal sudah menguasai pasar lokal.

Lalu dari mana modalnya? Apa yang mau kita produksi? Tenang, kita bisa kok, ada caranya. Caranya bagaimana? Negara Indonesia ini Negara yang kaya, kita punya SDA yang melimpah, kita bisa terbitkan obligasi sebanyak-banyaknya dengan jaminan itu tadi. Kemudian uang dari obligasi kita gunakan untuk mensupport industri-industri startegis. Bahkan bukan hanya itu semua jenis industri kita support. 

Kita ciptakan semua barang sampai pada tahap economic scale kemudian kita banjiri pasar ekspor dengan produk kita. Memang terkesan eperti mimpi, tapi ini bukanlah mimpi kalau kita berani. 

Kuncinya adalah berani, berani bukan berarti hanya berani tetapi dengan analisa yang mendalam dan kalkualsi yang tepat serta terukur. Kita contohi Tiongkok menggunakan konsep new economic model yang berbasis soverign wealth funds dan modern monetary theory. Kalau Tiongkok bisa melakukannya mengapa kita tidak bisa. Kita belajar ke Negara maju dan kita terapkan di Negara kita versi kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun