Mohon tunggu...
Supiyandi
Supiyandi Mohon Tunggu... Freelancer - IG: @supiyandi771

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Neokolonialisme di Balik Revolusi Industri 4.0

22 Oktober 2019   14:07 Diperbarui: 22 Oktober 2019   14:41 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi interkoneksi globalisasi. Sumber: Alfareza

Oleh: Supiyandi

Email: supiyandi771.1@gmail.com

Menarik dikalangan milenial kini jika membahas tentang revolusi industri 4.0. Bahasan ini populis karena generasi milenial adalah terlibat dan menjadi pelaku utama dalam revolusi industri 4.0. Sehingga sangat erat kaitannya dengan kehidupan milenial. Belakangan juga banyak start up yang mengadopsi bagian dari ciri industri 4.0. Sehingga mempercepat pempopulisan bahasan terkait revolusi industri 4.0.

Jika ditarik sejarah singkat kebelakang, setiap revolusi industri akan berefek keberbagai sisi kehidupan kita. Dimulai dari revolusi indsutri pertama ditandai dengan dikembangkannya mesin uap pada pada awal abad 18. Perubahan besar itu merubah bukan hanya cara melakukan produksi barang dan jasa, tetapi juga merubah cara berfikir. Dahulu untuk memproduksi barang dan jasa memerlukan sumber daya yang besar. Penggunaan tenaga otot manusia maupun binatang merupakan hal yang lazim. Selain itu, dibutuhkan modal yang besar untuk melakukan produksi. Dengan ditemukannya mesin uap semua pekerjaan untuk memproduksi barang dan jasa berubah secara signifikan karena hanya dibutuhkan investasi besar diawal dan dimasa depan akan mendapatkan economic scale.

Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 elektrilisasi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perubahan ini kita kenal revolusi industri 2.0. Tokoh-tokoh besar seperti Thomas Alva Edison dan Nicolas Tesla adalah bagian dari perubahan itu dan karya mereka sampai pada hari ini masih kita gunakan dalam kehidupan kita. Maju diakhir abad ke 20 perkembangan digitalisasi dan internet sangat pesat dan menandakan dimulainya revolusi industri 3.0 dan sebagian dari Negara di dunia masih berada pada tahap ini. Proses revolusi industri ini menurut  sosiolog Inggris David Harvey sebagai proses pemanfaatan ruang dan waktu. Ruang dan waktu semakin terkompresi dan ini memuncak pada revolusi tahap 3.0, yakni revolusi digital. Waktu dan ruang tidak lagi berjarak oleh sebab itu era digital sekarang mengusung sisi kekinian.

Awal abad 21 sampai dengan sekarang berkembang otomatisasi diberbagai bidang yang menjadi ciri munculnya revolusi industri 4.0. Revolusi 4.0 merupakan otomatisasi sistem produksi dengan memanfaatkan teknologi dan big data yang mengutamakan kecepatan dan efisiensi. Di berbagai pabrik kini mulai menggunakan teknologi baru seperti IoT  (internet of things). Dunia sekarang sedang berada pada fase peralihan dari industri 3.0 ke 4.0. Bahkan ada negara yang sudah berevolusi ke 5.0 seperti Jepang. Indonesia sendiri masih proses peralihan dari 3.0 ke 4.0.

Untuk menguasai industry 4.0 kuncinya adalah penguasaan tenologi diberbagai aspek kehidupan. Penguasaan semua teknologi itu akan mencapai kecepatan, otomatisasi dan efisiensi dalam semua bidang. Jika diamati perkembangan teknologi saat ini, pemain utama pengembangan semua bidang teknologi adalah Negara-negara maju dan memiliki modal besar seperti Amerika, Tiongkok dan Jepang. Karena mereka memiliki semua resurce untuk menciptakan itu semua termasuk yang paling vital adalah modal. Pertanyaan dasarnya adalah bagaimana dengan Negara-negara yang masih beradaptasi dengan industri 4.0 yang dalam artian sederhananya tertinggal?

Interpretasi liar akan muncul dari pertanyaan diatas baik interpretasi positif maupun negatif. Penyebabnya yaitu bayangan zaman kolonial masih membekas digenerasi diatas milenial. Kecurigaan akan muncul dari penguasaan teknologi oleh Negara maju menyebabkan Negara-negara berkembang terperangkap dalam kontrol teknologi mereka. 

Jika di analisis lebih dalam, dibalik revolusi industri 4.0 ada upaya neokolonialisasi yang ingin tetap dipertahankan terutama dibidang teknologi. Sebagai conotoh adalah ketergantungan Indonesia terhadap teknologi jaringan 4G yang sekarang dikuasai oleh Amerika Serikta. Pada tahun 2021 teknologi jaringan 5G akan masuk ke Indonesia yang di pasok Tiongkok. Dari contoh ini ketergantungan Indonesia terhadap teknologi Negara maju sangat besar, ini baru dibidang jaringan komunikasi belum yang lainnya seperti militer, maritim, mesin produksi masal, dan lainnya.

Terlepas dari pernyataan diatas tadi, harus objektif dalam menilai dan mevonis ada upaya neokolonialisasi dibalik revolusi 4.0 aatau mungkin memang harus menjadi bagian dari kolonialisasi teknologi karena ketidakmampuan kita menciptakan teknologi yang serupa atau lebih bagus. Alasan lainnya adalah karena tidak memiliki sumber daya untuk menciptakan itu. Jika argumentasinya demikian, kita ambil contoh Indonesia, mengapa kita sudah mampu meciptakan pesawat sendiri, menciptakan alat dengan teknologi mutakhir, atau menciptakan kebijakan yang sangat kompleks namun kita masih sangat ketergantungan dengan teknologi luar. Contoh sederhana, setiap hari kita menggunakan smartphone yang rata-rata produk impor dan perakitan dalam negeri. 

Setiap hari kita mengeluarkan biaya dari mengakses jaringan smarphone tersebut. Selain biaya yang besar semuanya dikendalikan oleh Negara pemilik modal dan teknologi. Sehingga setiap biaya yang kita keluarkan bukan untuk memajukan dan memandirikan bangsa melainkan menguntungkan mereka yang memiliki modal dan teknologi sedangkan kita hanya sebagai konsumen saja penyubur kapitalis dan menjadi objek perasan mereka. Kuncinya jika kita tidak ingin menjadi Negara pengikut atau konsumen saja kita harus ciptakan teknologi kita sendiri dan proteksi produk tersebut. Jika harus kita impor, itu adalah duplikasi teknologi yang kita pelajari dari luar dan Negara harus menjadi yang terdepan untuk menjamin hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun