Mohon tunggu...
Sarbunan Thobias
Sarbunan Thobias Mohon Tunggu... Academia Perguruan Tinggi

https://orcid.org/my-orcid?orcid=0000-0001-8236-370X

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saya Ingin Meneliti, tapi Nanti Dulu: Sebuah Mimpi atau Keinginan Matang dan Kolektif Nusantara untuk Meraih Kancah Jurnal Bereputasi

1 Agustus 2025   20:44 Diperbarui: 1 Agustus 2025   20:44 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebuah curhat terbuka dari seorang dosen muda yang capek mikirin Scopus

Ketika Negeri Ini Sibuk Menghitung SKS, Dunia Sudah Menghitung Impact Factor

Bayangkan ini: Anda baru saja menyelesaikan PhD dari universitas top di luar negeri. Pulang ke Indonesia dengan penuh semangat berkontribusi. Tiga tahun kemudian, Anda menemukan diri Anda terjebak dalam kebingungan: mengapa begitu sulit menerbitkan satu artikel di jurnal Q1, padahal di negara asal Anda, mahasiswa S2 saja sudah rajin terbit di Nature?

Bukan karena Anda bodoh. Bukan karena universitas Anda tidak punya fasilitas. Tapi karena---dan ini menyakitkan untuk diakui---kita terlambat sekali membangun fondasi berpikir kritis.

"Pak, Ini Kan Cuma Tugas Kuliah..."

Cerita ini dimulai jauh sebelum kita menjadi dosen. Mulai dari saat kita sendiri masih menjadi mahasiswa yang cuek bebek.

Dosen: "Bacalah minimal 10 jurnal internasional sebelum mulai riset." Mahasiswa: Googling "jurnal gratis PDF" download abstract saja langsung bikin kesimpulan

Sound familiar?

Di negara maju, mahasiswa tahun pertama sudah dibiasakan:

  • Membaca 50+ paper sebelum menyusun proposal
  • Menulis critical review alih-alih ringkasan
  • Bertanya "apa celah penelitian ini?" bukan "berapa halaman minimal laporannya?"

Sementara di sini, mahasiswa masih mikir: "Pak, nanti kalau saya terlalu kritis, bisa nggak saya lulus?"

Jurang yang Lebih Dalam: Ketika Dosen-Dosennya Sendiri Belum Tentu Bisa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun