Bila mengingat masa silam, tentu masih lekat dalam ingatan kita bahwa segala ungkapan keresahan, kegagalan, kepahitan, nestapa, kegembiraan, hingga perasaan jatuh cinta seseorang sering kali dituangkan dalam catatan harian (Diary).
Bahkan kumpulan catatan harian seseorang begitu dijaga dan disimpan melebihi harta karun dan emas berlian.
Namun kini apa yang terjadi ketika kehadiran teknologi digital sudah bukan hanya melekat dalam keseharian masyarakat?
Catatan harian tidak lagi digembok dan dikunci, sebaliknya justru segala hal menyangkut keresahan dan kegelisahan seseorang malah diumbar di media sosial (Medsos).
Bahkan aksi-aksi meluapkan emosi di media sosial didorong oleh sejumlah alasan. Dilansir The Times of India, perasaan terluka atau kemarahan seseorang mendorong orang-orang untuk menuliskan cerita personal mereka di internet.
Saat kesabaran orang tandas, platform-platform media sosial hadir sebagai medium yang melanggengkan emosi negatif.
Bahkan sebuah penelitian di Cina juga menyatakan, kemarahan lebih cepat disebarkan di dunia online dibanding emosi lain seperti kesedihan atau kegembiraan.
Karakteristik media baru yang memungkinkan cepatnya respons diterima juga memicu pemilihan media sosial sebagai tempat meluapkan emosi.
Ketika orang menuliskan pengalamannya di media sosial, yang diharapkan adalah seluruh mata pengikut akunnya tertuju kepada dia.
Validasi eksternal berupa ungkapan simpati atau dukungan sampai popularitas adalah hal yang mungkin dikejar mereka yang gemar berkisah tentang hal privatnya di media sosial.
Pemilihan medsos sebagai diary masa kini juga dikarenakan, medsos sudah berperan sebagai wadah katarsis ketika orang sedang mengalami emosi-emosi tertentu. Menyalurkan isi kepala dan perasaan memang menjadi jalan yang positif bagi kesehatan jiwa.
Terkait dengan fenomena hadirnya diary digital (baca: medsos), ternyata kini sedang viral akun Instagram yang menayangkan dan memposting tulisan-tulisan yang mewakili perasaan hati anak-anak muda.