Kini, terkait sengketa pilpres, dan tinggal dua hari MK mengumumkan siapa pemenangnya, apakah kejadiannya akan betul-betul seperti dalam kisah sepak bola nasional yang Satgasnya dapat membuktikan 15 orang benar-benar telah menjadi mafia dan ditetapkan menjadi tersangka.
Antara sepakbola dan pilpres, bisa jadi bila bicara kecurangan yang disutradara oleh mafia, dan dilakukan secara TSM hampir tidak ada bedanya.
Namun, di kasus pilpres, kasusnya menjadi sangat kompleks dan rumit karena akar masalah ternyata sudah ada Undang-Undang yang mengatur dan melindunginya.
Para individu yang dipakarkan oleh media dan terus diundang menjadi pembicara di media dan televisi, seakan menjadi pion-pion kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa, terus beropini dan bernarasi menggiring pola pikir rakyat, hingga barangkali juga memengaruhi para Hakim MK demi memenangkan pihak yang didukungnya.
Akankah MK dapat bertindak tegas dan adil seperti halnya Satgas Antimafia Sepak Bola yang dapat memutuskan siapa yang bersalah, siapa yang curang, dan siapa yang benar?
Sementara seperti dalam kasus sepak bola yang dirasakan oleh publik bahwa ada kasus kecurangan yang tersekenario, maka adanya kecurangan yang juga dirasakan oleh sebagian rakyat Indonesia maka akan sulit terbukti bila para pelaku kecurangan tidak jujur seperti dalam sepak bola.
Atau barangkali memang dalam pilpres 2019 tidak pernah ada kecurangan, maka tidak ada yang membuka kedok kecurangan karena faktanya pilpres berjalan dengan jurdil (jujur dan adil) sementara rakyat yang merasa ada kecurangan, hanya berperasaan saja bila ada pihak yang curang.
MK pasti akan bertindak lebih dari sekadar yang dilakukan oleh Satgas Antimafia Sepak bola. Aamiin.