"Di awal sidang majelis (hakim) katakan 'silakan bacakan yang bertolak dari permohonan 24 Mei.' Kata-kata 'bertolak' itu rancu bagi kami. Jadi yang dibacakan sebagian besar permohonan baru," ujar Yusril, di hadapan majelis hakim.
"Ini penting untuk tanggapan kami...Ini kan tidak jelas, mana yang harus kami tanggapi," dalil Yusril.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga diketahui pertama kali mengajukan berkas gugatan pada 24 Mei. Namun, pada 10 Juni lalu, mereka mengirimkan berkas-berkas perbaikan permohonan.
Menanggapi pernyataan tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, anggota majelis hakim, Suhartoyo berdalil, MK tidak akan mengumumkan 'menerima atau menolak' perbaikan gugatan yang dibacakan pihak Prabowo.
Dia mempersilakan Yusril dan kolega-koleganya untuk menuangkan keberatan dalam keterangan pada persidangan Selasa (18/06).
MK, kata Suhartoyo, akan menyatakan sikap mereka terhadap gugatan Prabowo dalam dokumen putusan di akhir perkara pada 28 Juni.
"Jangan dipaksa mahkamah hari ini untuk membuat keputusan bahwa hanya ini yang kemudian akan dibawa ke pembuktian. Itu fair untuk termohon dan pihak terkait, tapi tidak fair untuk pihak pemohon. Masing-masing punya respons.
"Hari ini yang disampaikan pihak pemohon, hari Senin (diubah Selasa) apa yang disampaikan termohon dan pihak terkait? Kita dengar bersama-sama," papar Suhartoyo.
Lalu mengapa perbaikan pemohon yang justru tidak ditolak majelis hakim menjadi polemik bagi pihak termohon dan terkait?
Ada dalil bahwa, perbaikan gugatan kubu Prabowo berkaitan dengan pernyataan majelis hakim bahwa Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) 4/2018 dan PMK 1/2019 tidak mengatur tentang perbaikan permohonan sengketa hasil pilpres.
Namun, di sisi lain, pihak Jokowi menyebut dalil bahwa PMK 1/2019 hanya mencantumkan aturan perbaikan gugatan sengketa hasil pemilihan legislatif.Â