Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Dalil dalam Sengketa Pilpres dan Apakah MK Memihak?

17 Juni 2019   09:59 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:16 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

Hasil sidang perdana sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) terus menimbulkan polemik.

Kali ini polemik yang bahkan bukan hanya menjadi pemberitaan di media nasional dan internasional, serta menjadi ajang dialog atau diskusi terbuka di layar kaca, adalah menyoal dalil.

Dalam sidang pertama, Jumat, 14 Juni 2019, pangkal masalah yang dijadikan polemik adalah dalil MK yang danggap membela kuasa hukum paslon 02.

Sementara kuasa hukum 02 juga dengan lelusa dapat membacakan dalil-dalil tuntutannya kepada pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak temohon, dan paslon 01 sebagai pihak terkait, namun dalil-dalil tuntutan ternyata berbeda dengan tuntutan sebelumnya.

Apa itu dalil?

Persaingan dalam pilpres 2019, ternyata menjadikan diksi ilmiah dalam bahasa Indonesia yang belum mengapung menjadi tambah dikenal masyarakat.
Diksi-diksi sebelumnya seperti narasi, menggiring opini dan lain sebagainya, ternyata cukup ampuh memengaruhi pola berpikir rakyat.

Kini, dalam babak baru lanjutan persengketaan pilpresn diksi bernama dalil menjadi artis baru bila dia memiliki nyawa. Apa dalil itu?

Dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran (terutama berdasarkan ayat Alquran) atau patokan dalam matematika dan sebagainya. Dapat pula diartikan sebagai pendapat yang dikemukakan dan dipertahankan sebagai suatu kebenaran.

Apakah menyoal dalil ini, akan terus menjadi primadona di Mahkamah Konstitusi pada sidang kedua, Selasa (18/6) dengan agenda mendengarkan keterangan tim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin?

Sebelumnya dalam sidang perdana sengketa hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi, pada Jumat pagi (14/06), majelis hakim meminta KPU dan kuasa hukum pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai pihak terkait untuk tidak mempersoalkan perbaikan permohonan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Namun. Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, tetap menyebut gugatan perbaikan yang dibacakan pihak Prabowo sepenuhnya berbeda dengan dokumen awal yang didaftarkan pada 24 Mei lalu.

"Di awal sidang majelis (hakim) katakan 'silakan bacakan yang bertolak dari permohonan 24 Mei.' Kata-kata 'bertolak' itu rancu bagi kami. Jadi yang dibacakan sebagian besar permohonan baru," ujar Yusril, di hadapan majelis hakim.

"Ini penting untuk tanggapan kami...Ini kan tidak jelas, mana yang harus kami tanggapi," dalil Yusril.

Sebelumnya, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga diketahui pertama kali mengajukan berkas gugatan pada 24 Mei. Namun, pada 10 Juni lalu, mereka mengirimkan berkas-berkas perbaikan permohonan.

Menanggapi pernyataan tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, anggota majelis hakim, Suhartoyo berdalil, MK tidak akan mengumumkan 'menerima atau menolak' perbaikan gugatan yang dibacakan pihak Prabowo.

Dia mempersilakan Yusril dan kolega-koleganya untuk menuangkan keberatan dalam keterangan pada persidangan Selasa (18/06).

MK, kata Suhartoyo, akan menyatakan sikap mereka terhadap gugatan Prabowo dalam dokumen putusan di akhir perkara pada 28 Juni.

"Jangan dipaksa mahkamah hari ini untuk membuat keputusan bahwa hanya ini yang kemudian akan dibawa ke pembuktian. Itu fair untuk termohon dan pihak terkait, tapi tidak fair untuk pihak pemohon. Masing-masing punya respons.

"Hari ini yang disampaikan pihak pemohon, hari Senin (diubah Selasa) apa yang disampaikan termohon dan pihak terkait? Kita dengar bersama-sama," papar Suhartoyo.

Lalu mengapa perbaikan pemohon yang justru tidak ditolak majelis hakim menjadi polemik bagi pihak termohon dan terkait?

Ada dalil bahwa, perbaikan gugatan kubu Prabowo berkaitan dengan pernyataan majelis hakim bahwa Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) 4/2018 dan PMK 1/2019 tidak mengatur tentang perbaikan permohonan sengketa hasil pilpres.

Namun, di sisi lain, pihak Jokowi menyebut dalil bahwa PMK 1/2019 hanya mencantumkan aturan perbaikan gugatan sengketa hasil pemilihan legislatif. 

Artinya, menurut mereka, kubu Prabowo tidak diperkenankan mengajukan perubahan gugatan.

"Pileg boleh ada perbaikan, pilpres tidak boleh. Jadi permohonan 24 Mei adalah yang semestinya jadi pedoman pemeriksaan," kata kuasa hukum Jokowi, I Wayan Sudirta.

"Untuk mencari kebenaran materiil, harus ada hukum acara yang ditaati bersama," ujar Sudirta.

Hakim I Gede Dewa Palguna pun menjawab bahwa terdapat kekosongan hukum yang perlu diputuskan oleh MK.


"Ada aturan MK yang bisa mengatur lebih lanjut untuk mengisi kekosongan hukum acara. Diatur dalam Pasal 55 PMK 4/2019, hal-hal yang belum diatur, sepanjang untuk memeriksa dan mengadili perkara, ditentukan rapat musyawarah hakim," kata Palguna.

Setelah itu, perdebatan dalil masih terus berlangsung di antara KPU, kubu 01 dan majelis hakim. Pada akhirnya, majelis hakim menghentikan sementara sidang selama 10 menit. Hasilnya, majelis hakim memutuskan sidang lanjutan harus digelar Selasa (18/6) besok dengan agenda pemaparan tanggapan pihak KPU serta keterangan dari kubu Jokowi dan Bawaslu.

Atas konsekuensi pengunduran sidang dari 17 ke 18 Juni, seluruh jadwal penanganan sengketa pilpres 2019 akan kembali diubah. Awalnya, putusan sengketa ini akan diumumkan 28 Juni mendatang.

Dalil-dalilan

Hasil sidang pertama yang berbuah perdebatan dalil, lalu berakibat pula menggeser jadwal sidang kedua, karena terjadi di Indonesia, maka dalam sekejab, menjadi viral. 

Ujungnya, dari yang merasa pakar dan merasa ahli hingga rakyat jelatapun membincangkan persoalan sidang perdana yang kesimpulannya, mengesankan bahwa MK tidak adil dan lebih memihak kepada kubu 02.

Uniknya, baik dari pihak KPU maupun 01 sendiri, meski merasa dirugikan oleh MK,  tetap menganggap remeh tuntutan dari kubu 02 yang lebih mengarah kepada dalil-dalil kualitatif. 

KPU dan kubu 01 sudah sangat siap dengan dalil kuantitaif. Namun, kubu 02 justru bergeser pada tuntutan jenis kualitatif yang mendalilkan kecurangan pilpres sebagai terstruktur, tersistem, dan masif (TTM).

Dari peristiwa sidang pertama, yang terkesan MK lebih memihak kepada kubu 02, lalu meski keberatan dengan adanya tuntutan baru, KPU dan kubu 01 juga tetap menganggap enteng dalil tuntutan kualitatif kubu 01, lalu menjadi pemberitaan dan perbincangan yang viral di belantara dunia maya dan nyata Indonesia, pertanyaannya adalah: adakah MK yang terkesan memihak kubu 02, hanya sedang memainkan adegan skenario awal dari sebuah sandiwara besar bernama berjudul "Sengketa Pilpres?"

Secara logika, yakin semua rakyat memahami, menyadari, dan mengakui bahwa kubu 01, khususnya Presiden Jokowi dalam kancah Pilpres 2019 memang dalam posisi sekali mendayung dua tiga pulau dilampaui.

Artinya, sebagai calon presiden yang juga berposisi petahana, masih menjabat menjadi Presiden, memiliki keuntungan lebih dari seratus prosen memanfaatkan jabatan dan kedudukannya demi mendukung pencalonannya kembali menjadi Presiden. 

Kedudukan dan jabatan sebagai Presiden, di dukung oleh Undang-Undang yang berlaku, maka sangat sulit bagi lawan kubu 02 untuk membuktikan bahwa Jokowi melakukan kecurangan dengan TTM.

Bagaimana mau curang? Tanpa TTM saja atas kedudukan dan jabatanya, semua sudah mendukungnya. 

Jadi, bagaimana bisa TTM dapat dibuktikan sebagai sebuah tindakan kecurangan.pilpres 2019. Apa mungkin ada istilah lain selain kecurangan TTM yang dapatdibuktikan.

Mungkin bila Prabowo berposisi sebagai Jokowi, dan Jokowi sebagai Prabowo, persoalan akan sama. Tanpa perlu curang, dengan semdirinya, seluruh stakeholder pemerintah, tentu akan bersinergi mendukung pemerintahannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun