Mohon tunggu...
Suparjono
Suparjono Mohon Tunggu... Administrasi - Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Human Capital dan Stakeholder Relation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebenaran Baru adalah Subjektivitas yang Disepakati

17 Juli 2023   09:03 Diperbarui: 17 Juli 2023   09:08 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak kita lihat fenomena yang pada akhirnya menjadi trend sesaat. Fenomena atas kebenaran baru, harapan baru dan kebahagiaan baru pada akhirnya terkikis oleh kebenaran yang sesungguhnya. Bagaimana startup begitu banyak berjatuhan yang pada akhirnya kembali kepada mekanisme konvensional. 

Bukan hanya itu, tontonan baik dimedia mainstream maupun media sosial yang silih berganti memperlihatkan kecepatan dalam meraih kesuksesan yang berujung pada masalah hukum. Belum lama ini juga munculnya pemberitaan terkait dengan sebuah institusi pendidikan yang menjadi polemik yang tak berkesudahan.

Apakah konten tersebut sengaja disebarkan? Kenapa muncul baru akhir-akhir ini? Hal-hal tersebut tentu perlu menjadi pertimbangan dalam melihat kecepatan beredarnya sebuah berita atau infomasi. Seringkali setiap individu dan kelompok tertentu memanfaat kecepatan informasi yang dimediasi oleh infrastruktur dan kondisi lingkungan. 

Meskipun kecepatan dalam mendapatkan informasi terus memakan korban, meskipun banyak juga yang dapat kita ambil sisi positifnya. Tetapi fenomena yang terjadi mestinya bisa memberikan pelajaran bagi kita semua, bahwa informasi yang bertebaran tidak bisa kita tangkap begitu saja. Informasi yang bertebaran merupakan pengetahuan yang perlu divalidasi kebenarannya.  

Tak ayal kemampuan kita dalam membendung arus informasi tak mungkin bisa kita elakan lagi. Kita perlu terus mengarungi samudera informasi yang begitu gemuruh kadang berombak tinggi, kadang tenang. 

Situasi tersebut harus dibaca sebagai sebuah kata dan makna agar  kita tak terjebak pada kebenaran baru yang bersifat simulasi belaka. Mengapa hanya simulasi karena kebenaran baru tidak dibangun dengan landasan yang mempunyai hakekat yang mendasar dan kuat. Sehingga semua situasi dalam arus informasi dapat kita rangkai menjadi sebuah entitas yang sesungguhnya. 

Sebuah kebenaran yang memiliki orisinilitas presisi dan tak mudah termakan oleh zaman. Bukan sebuah kebenaran yang lahir dari kesepakatan pihak-pihak yang kuat serta berkepentingan.

Pada akhirnya kebenaran yang dibangun dengan narasi tanpa dasar akan lenyap dengan sendirinya seiring dengan munculnya kebenaran yang baru. Cepat atau lambat justifikasi atas bangunan kebenaran akan runtuh, hingga tak perlu menunggu waktu yang lama. 

Teknologi yang menghasilkan artificial intellegent pun mampu menghasilkan kebenaran baru yang menyerupai kebenaran yang sesungguhnya. Hal tersebut terjadi karena produksi kebenaran baru sejalan dengan kecepatan arus informasi yang dihasilkan. 

Dengan daya dan upaya para pihak akan terus mempertahankan kebenaran satu kepada kebenaran baru lainnya. Tentu banyak hal yang melatar belakangi para pihak terus memproduksi kebenaran baru, baik factor ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. 

Semoga para pihak yang memproduksi rangkaian proses menuju kebenaran yang hakiki selalu diberikan kejernihan hati dan pikiran sehingga kelurusan dalam memproduksi rangkaian proses menuju kebenaran selalu terjaga. Dan pastinya kebenaran sejati akan menemukan jalannya sendiri dan akan selalu menang meski tertimbun oleh desakan arus informasi yang masif.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun