Mohon tunggu...
sunarmi adja
sunarmi adja Mohon Tunggu... Guru - penikmat Kuliner

suka baca dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilang

1 November 2022   15:15 Diperbarui: 1 November 2022   15:24 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Huhh!!! Setiap kali mendengar hal itu, Tari merasa ingin meludahi wajah suaminya dengan makian. Namun kemudian ia telan lagi ludah yang pahit itu. Ada kejutan di hatinya mendengar kata-kata Joko tadi, membentur dinding hatinya dan menyebar ke seluruh syaraf. Tari merasa perlu menarik napas, membiarkan udara yang dihisapnya itu membasahi kemarahannya.

Sejak saat itu pula, Tari tak lagi menegur suaminya. Bahkan ketika Joko mengutarakan niatnya untuk menjual tanah warisan orang tuanya yang di daerah Jambi. Tari tak menunjukkan respon sedikitpun.

"Dhek, tanah peninggalan Bapak yang di Jambi itu kita jual saja ya! Buat modal hidup di sini. Aku lebih senang tinggal di sini daripada di sana." Kata Joko menjelaskan maksudnya.

Tari beranjak pergi begitu saja. Tanpa sepatah katapun yang keluar kecuali sorot matanya yang acuh.

Waktu terus berganti, hingga genap satu minggu Tari mendiamkan suaminya. Joko diliputi perasaan tak karuan. Hatinya terombang-ambing tak menentu. Akalnya serasa putus untuk melunakkan hati istrinya yang membatu itu.

Di kampung ini, Joko bisa dikatakan sendiri. Kecintaannya terhadap Tari lah yang kemudian membuatnya meninggalkan tanah kelahirannya, Jambi, dan menetap di Jawa. Namun kini, satu-satunya orang yang menjadi alasan untuk keputusannya itu, tak menghiraukannya lagi. Hari-harinya menjadi sepi. Sorot matanya kosong. Ia benar-benar bingung.

Pagi belum sepenuhnya bangun, ketika Joko melangkahkan kakinya ke kaki gunung Kendil. Sejak menikah dengan Tari, tiga bulan yang lalu, di sanalah ia belajar bercocok tanam. Menggarap ladang orang tua Tari, perempuan yang sangat dicintainya itu. Ketika tengah hari barulah ia pulang.

Namun hari ini, sampai mahgrib menjelang, Joko belum juga menginjakkan kaki di halaman rumahnya. Mertuanya menjadi sedikit gusar.

"Suamimu tadi kemana to nduk? Tumben jam segini kok belum pulang?" Tanya Pak Katiman kepada anak perempuannya.

 "Gak usah khawatir! Dia itu sudah besar. Nanti juga pulang sendiri", Jawab Tari tak peduli.

Sudah berlalu satu jam dari waktu masuknya sholat isya', namun belum juga ada tanda-tanda kepulangan Joko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun