Mohon tunggu...
Sunardi
Sunardi Mohon Tunggu... Guru - Saya suka menulis dan fotografi

Asal Bondowoso, Kota Tape. Sedang belajar hidup. Blog pribadi www.ladangcerita.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gelar Motivator Tidak Didapat dari Panggung Acara Motivasi

20 Oktober 2019   10:08 Diperbarui: 27 Agustus 2020   07:45 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi www.quora.com

Berita motivator menampar 10 siswa SMK di Malang ini mencoreng nama motivator. Waktu teman saya menyampaikan berita ini, salah satu teman yang kebetulan mahasiswa di sekolah motivator kaget. Komentar guru cukup menarik, kata mereka, "Mendidik itu tidak gampang". Baca berita tentang Sang motivator di sini.

Orang yang mengisi acara motivasi itu tidak otomatis langsung menjadi motivator. Motivator itu membuat orang menjadi bersemangat, kalau pesertanya tertidur, tidak mau mengikuti instrukti sang motivator, sepertinya kurang tepat gelar motivator disandangkan padanya (Pak Agus, sang pembicara). 

Menurut saya, beliau bukan motivator, tetapi seorang pengusaha sukses yang kebetulan banyak siswa SMK magang di tempat beliau. Kehadiran seorang pengusaha sukses memang bisa memotivasi, tapi bukan berarti beliau bisa disebut motivator.

Acara motivasi berwirausaha tersebut diselenggarakan di sekolah SMK di Malang. Artinya, sang motivator memasuki dunia sekolah, memasuki dunia pendidikan. Sedangkan anak yang magang di tempat Pak Agus adalah peserta didik yang memasuki dunia industri. Maksud saya, ketika Pak Agus berada di rumah, tidak sama dengan Pak Agus di sekolah, meskipun sama-sama bersama siswa.

Saya alumni SMK, lulusan tahun 2005. Waktu itu belum ada HAM yang berkuasa membela siswa dari kekerasan guru. Guru-guru saya waktu itu mendidik kami dengan keras. Kata beliau, biar kami terbiasa dengan lingkungan industri. Waktu itu, agak sakit hati juga. Tetapi, faktanya benar. Ketika kami lulus dari SMK dan bekerja, saya merasakan kehidupan seperti budak di dunia kerja. Tidak ada yang mau melindungi. Rasanya seperti masuk hutan, dipaksa menjadi singa yang siap memangsa. Tetapi, karena sudah dibiasakan sejak di sekolah, saya pun tidak terlalu mengeluh dengan keadaan itu.

Baca juga: Cerita Orang Tua Tertipu Label Sekolah Sunnah

Membaca cerita Pak Agus, saya jadi ingat orang-orang di industri. Beda banget karakter guru dengan pekerja. Sepertinya Pak Agus tidak menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah tersebut.
Saya pernah kerja dengan gaji RP 270.000 sebulan pada akhir tahun 2007, tapi dapat makan tiga kali. Kita diwajibkan standby 24 jam waktu itu. Jika boss datang ke lokasi, jam berapapun, semua orang harus terlihat sedang bekerja. 

Kata karyawan lama, jika ada pengawas dari dinas, pengawasnya diberi uang sama pak boss biar tidak memberitakan yang buruk-buruk, termasuk perlakuan boss pada karyawan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya anak jaman sekarang yang dimanja-manja di sekolah, lalu masuk ke dunia industri. 

Mereka akan merasakan kehidupan keras tanpa persiapan. Di sinilah kadang saya merasa kasihan pada generasi muda negeri ini. Saat sekolah, dicubit sedikit oleh guru, penjara menanti sang guru. Bahkan, banyak guru yang merasa menjadi budak siswanya.

Pak Agus mungkin juga benar, menurut saya, sebab dunia industri itu berbahaya. Mungkin beliau ingin anak-anak SMK di sekolah tersebut kenal dunia industri. 

Waktu saya di SMK, ada teman yang hampir saja memegang panel listrik saat praktek. Guru yang melihat marah sekali dan langsung menendangnya berkali-kali, "Kamu kok begitu! Bisa mati kamu!" teriaknya. Teman saya yang ditendang diam saja. Saya dan teman-teman lainnya paham. Ini memang bahaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun