Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Salah Bantal, Hemat Itu Perilaku Bukan Nilai Lebih Produk

14 Juli 2025   17:49 Diperbarui: 14 Juli 2025   17:49 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mobil Listrik (Didie SW/Kompas.id)

Salah bantal adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi leher terasa kaku dan nyeri setelah bangun tidur. Kondisi demikian umumnya disebabkan oleh posisi tidur yang salah atau penggunaan bantal yang tidak tepat.

Sakit leher yang diakibatkan oleh salah bantal disebabkan karena bantal yang terlalu tinggi otomatis leher akan terus menekuk sehingga menyebabkan ketegangan pada otot-otot leher dan akan menimbulkan neck pain atau nyeri leher (Vertianti et al., 2022).

Dikuti dari Fisioterapi.fkunud, Neck Pain yang biasa disebut nyeri leher merupakan nyeri yang dialami dari puncak kepala (occiput) sampai bagian atas punggung dan menjalar ke atas tulang belikat (scapula) (Yustianti et al., 2019). 

Merujuk makna salah bantal yang dimaksud, artinya kesalahan tidak dapat ditujukan sepenuhnya pada barang (produk) atau bantalnya. Sebab berdasarkan uraian itu, kebiasaan atau perilaku tidur mempunyai peran jauh lebih besar dibanding nilai lebih produk bantal dalam menentukan terjadinya neck pain atau nyeri leher. 

Kualitas bantal (produk) dengan berbagai nilai lebih yang ditawarkan ketika dijual memang mempunyai faktor lebih dari bantal biasa dalam memberikan kualitas tidur yang jauh lebih baik dan lebih nyenyak. Termasuk akurasinya dalam menempatkan posisi kepala dan leher agar tidak salah. 

Namun kebiasaan atau perilaku tidur yang baik, benar dan teratur tentu jauh lebih bisa memberikan kualitas tidur yang baik dan nyenyak. Karena itulah istilah 'salah bantal' menjadi salah satu kasus playing victim yang dilakukan oleh manusia pada benda mati.

Manusia dengan segala ego yang dimilikinya cenderung akan mengaktifkan mekanisme defensif dan akan merasa jauh lebih nyaman dan tenang ketika menyalahkan orang lain, hewan hingga benda mati dibanding mengakui kesalahan atau kekeliruan akibat kebiasaan atau perilakunya sendiri. 

Beranjak dari mekanisme tersebut, kegagalan atau ketidakmampuan dalam menerapkan hidup hemat pada kehidupan sehari-hari sejatinya bukan berfokus pada penggunaan produk-produk dengan label atau standarisasi produk hemat energi, melainkan pada kebiasaan atau perilaku manusia. 

Berbagai inisiatif yang bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, baik dalam skala kecil maupun besar dalam konteks yang lebih luas untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), termasuk program penghematan energi yang menekankan pada pelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan pemanfaatan sumber daya secara bijak untuk kesejahteraan masa kini dan masa depan, mulai di terapkan di segala bidang.

Salah satu di antara langkah masyarakat dunia dalam mendukung program SDGs (Sustainable Development Goals) adalah menerapkan penggunaan energi listrik. Terutama dalam bidang transportasi untuk menjadi alternatif bagi moda transportasi berbahan bakar mesin seperti bensin atau solar yang berbasis energi fosil.  

Maraknya produk massal kendaraan listrik dewasa ini adalah bagian dari dukungan terhadap program SDGs. Tetapi dengan memakai kendaraan listrik seperti sepeda listrik, motor listrik atau mobil listrik dalam melakukan mobilitas sehari-hari, sesungguhnya belum dapat menjamin bahwa penghematan di bidang transportasi sudah berhasil dilakukan.

Sebab penggunaan moda transportasi listrik yang baru tampak dalam tiga tahun terakhir sejak era kendaraan listrik mulai tumbuh dan berkembang (khususnya di Indonesia) belum menunjukkan indeks data penghematan daya listrik skala nasional. Selain itu, penggunaan kendaraan listrik terutama mobil listrik masih cenderung karena tren, pemenuhan gaya hidup dan modernitas.     

Kecenderungan itu mengacu pada daftar mobil listrik terlaris dengan harga-harga yang tinggi, merek yang sudah familiar, model yang menarik, daya tahan dan jarak tempuh baterai, termasuk di dalamnya kecanggihan fitur mobil listrik yang ditawarkan. 

Sehingga masyarakat yang beralih ke mobil listrik cenderung membeli dan menggunakan bukan karena mobil listrik hemat energi, melainkan lebih mengarah ke gaya hidup, tren dan modernitas. Argumentasi ini memang memerlukan bukti dan data valid. 

Tetapi bila kembali pada istilah salah bantal, trik dan trip pakai mobil listrik yang diterapkan dengan benar juga belum bisa menjadi bukti valid bahwa mobil listrik digunakan oleh pemiliknya untuk menunjukkan atau menghasilkan penghematan energi. Sebab hemat itu perilaku, kebiasaan, bukan nilai lebih produk. 

Model, jenis, bahan atau kelebihan nilai produk bantal apa pun yang digunakan bila tidak memerhatikan kebiasaan atau perilaku dalam upaya menciptakan tidur berkualitas, maka potensi neck pain atau nyeri leher akan jauh lebih maksimal serta akan berakhir dengan menyalahkan bantalnya (produk).   

Begitu pun kendaraan listrik, terutama mobil listrik dengan bermacam kelebihannya yang mengutamakan energi listrik sebagai basis tenaga penggeraknya, yang merupakan bagian dari upaya dunia untuk mengubah perilaku atau kebiasaan manusia dalam upayanya mengganti konsumsi sumber energi alam yang tidak dapat diperbarui ke energi listrik.    

Menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari adalah langkah penting untuk menjaga kelestarian lingkungan untuk memastikan ketersediaan sumber daya bagi generasi mendatang. Namun lingkungan tidak akan bisa lestari dan sumber daya tidak akan dapat dijaga bila hanya mengandalkan penggantian atau pergeseran sumber daya atau energi tanpa mengubah kebiasaan atau perilakunya.

Jadi, jangan sampai nantinya ketika kendaraan listrik (mobil listrik) telah sepenuhnya menggantikan moda transportasi berbahan bakar mesin seperti bensin atau solar yang berbasis energi fosil, tetapi tetap tidak terjadi penghematan, maka jangan salahkan kendaraan listriknya atau mobil listriknya, apalagi menyalahkan bantal! Tapi salahkan kebiasaan atau perilaku manusianya. Karena hemat itu perilaku bukan nilai lebih produk.            

Referensi

https://www.rri.co.id/kesehatan/723101/nyeri-leher-sering-disebut-salah-bantal-apakah-benar 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun