"Bagaimana mungkin aku menodaimu, sementara kau saksi perjalananku dalam menempuh pendidikan di SMA. Bagaimana mungkin aku menodaimu, sementara di bagian sebelah dada kiri menempel bendera kebanggaan Indonesia.Â
Jika aku tega menodaimu, berarti aku tidak bisa menghargai orang tuaku yang susah payah membelimu dengan keringatnya, jika aku menodaimu apalah daya hasil pendidikan selama tiga tahun ini."
Bunyi caption di atas yang terbaca pada foto seragam sekolah yang diunggah oleh seorang pelajar SMA Negeri 1 Sabu Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Lodia Radja Hau (18), pada tahun 2019 yang lalu di media sosial facebook menuai pujian dari warganet. Â
Melalui foto seragam sekolah tanpa coretan dan caption yang diunggahnya pada hari pengumuman hasil Ujian Nasional kala itu, Lodia Radja Hau memilih untuk tidak mencorat-coret seragam sekolahnya dan mengungkapkan isi hatinya dengan bercerita melalui tulisan singkat.
Ada adab, kenangan, apresiasi, penghargaan, jiwa nasionalis dan kerja keras yang dihormati dalam susunan kata pada cerita yang hanya terdiri dari tiga sampai empat rangkaian kalimat itu. Ada kemampuan baca, tulis dan kemampuan berpikir di dalamnya.Â
Sebuah cara sederhana yang bisa dilakukan oleh setiap orang untuk mengungkap rasa yang ada di hati dan benaknya; bercerita lewat tulisan.Â
Sayangnya, caption tulisan itu kabarnya telah dihapus sehingga jejak kenangan yang dapat tersimpan abadi di banyak pikiran dan ide tentang kenangan di sekolah, studi wisata, berbagai aktivitas sekolah dan perpisahan sekolah termasuk di dalamnya wisuda sekolah; mengabur.
Kemudian saat kembali dan merupa komentar antara iya dan tidak, yang berujung gaduh dan polemik ketika gagasan yang identik dengan kilasan cerita itu dituangkan dengan bahasa dan plot yang berbeda dalam bentuk kebijakan oleh seorang gubernur; meledak, diatensi dan dikritisi banyak orang hingga dilaporkan. Alangkah jenakanya negeri ini.Â
Padahal cerita hebat dan dahsyat itu datang dari seorang pejabat negara melalui aksi nyata, yang bukan sekadar retorika dan peduli pada masa depan anak bangsa.Â
Dari sebuah cara sederhana seorang anak remaja yang bertumbuh dari penggalan kata yang memberi makna bahwa hasil harus diraih dengan adab, kenangan yang memotivasi, apresiasi, penghargaan, jiwa nasionalis dan kerja keras pada rangkaian kalimat, yang mewujud nyata lewat keberanian praktik dibanding sekadar berteori tentang perlindungan anak dan hak asasi manusia.Â