Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengenal Punchline Politik di Era Jokowi Jelang Pilkada

1 Oktober 2024   18:42 Diperbarui: 5 Oktober 2024   09:16 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah punchline mulai populer sejak dunia stand up comedy berkembang di Indonesia. Punchline merupakan kata dalam bahasa Inggris, yang berarti 'bagian lucunya'. 

Jika penggunaan kata punchline dipisah menjadi dua kata punch dan line, maka arti yang muncul adalah 'garis pukulan'.

Dalam stand up comedy, punchline adalah bagian lucu dari sebuah lawakan. Punchline adalah respon dari sebuah deskripsi atau set up yang sebelumnya disampaikan. 

Sebab keberhasilan dari sebuah punchline ditentukan dari seberapa kuat seorang komedian membangun dan menggiring pikiran penonton melalui set up.

Contoh sederhana: set up "Bokap gue orangnya mandiri, normalnya orang pesan nasi goreng minta telurnya didadar atau di ceplok, bokap gue nggak. Punchline " …… dia minta dibawa pulang dong". 

Pesan dari set up dan punchline dalam stand up comedy tersebut mengarahkan bahwa bagian lucunya justru menyiratkan pikiran logis. Kalau orang pesan nasi goreng apa pun varian, topping, rasa, campuran dan cara memasak pesanannya, tentu logisnya tetap saja nasi goreng yang dipesannya minta dibawa pulang agar bisa dimakan oleh si pemesan.

Akhir-akhir ini, tidak sedikit komika menggunakan set up dan punchline berlatar belakang atau bertema politik. Selain sebagai materi lawakan, tema politik yang dibawakannya ternyata juga berangkat dari keresahan tentang demokrasi dan politik yang dianggap sudah keluar dari koridor akal sehat. 

Lawakan-lawakan bertema politik yang diusung oleh sejumlah komika merupakan bentuk kritik sekaligus pula perlawanan terhadap para legislatif, eksekutif, politikus, birokrat dan tokoh-tokoh yang berperilaku buruk, tidak adil, arogan, sewenang-sewenang, tidak empati atau tidak peduli terutama pada rakyat yang tidak mendukung, mengusung atau tidak berpihak kepadanya. 

Tetapi bukannya menerima kritik dan menjadikannya masukan untuk mengintrospeksi diri, menyadari kekeliruan, berjiwa besar atau meminta maaf untuk segera menunjukkan perubahan diri ke arah lebih baik, respon mereka yang dikritik justru menunjukkan perihal tak terduga. 

Memang bukan tanpa sebab mereka merespon dengan cara berbeda karena siapa sangka pula bila kritik yang disampaikan belakangan ini seringkali dilengkapi dengan bumbu perundungan dan berbau olok-olok. 

Sehingga setelah mendapatkan momen set up, yang premisnya justru dibuat oleh para pengkritik. Dan kemudian sesudah para pengkritik terbawa oleh narasi serta situasi kritik yang terbangun, mereka malah marah atau tak terima ketika direspon dengan punchline politik. Apa pula yang dimaksud punchline politik?

Punchline politik adalah garis pukul atau 'bagian pukulan', yang dilakukan oleh orang yang dikritik sebagai respon atas set up yang sebelumnya dibangun atau disampaikan melalui kritik politik oleh orang-orang dengan nada merundung atau mengolok-olok.

Contoh punchline politik yang pernah terjadi dan dilakukan adalah momen ketika Gibran menggunakan jaket berwarna biru dengan logo Naruto saat segmen kedua debat keempat Pilpres 2024. Punchline politik yang ditunjukkan oleh Gibran terdapat pada tulisan yang tertera di belakang jaket birunya, yaitu tulisan 'Samsul'. 

Siapa yang mengira bila Gibran justru memberikan 'bagian pukulan' dari set up yang telah dinarasikan dan telah dibangun oleh para pengkritik dengan kata 'samsul' yang mengandung unsur perisakan atau olok-olok atas momen kekeliruan yang pernah dialaminya. 

Seperti diketahui bahwa kata 'samsul' merujuk pada singkatan asam sulfat saat Gibran salah sebut asam folat jadi asam sulfat.

Momen punchline politik lainnya terjadi pada saat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, pergi blusukan di Kampung Barat, Desa Daru, Jambe, Tangerang, Banten. 

Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu didampingi calon Bupati dan calon Wakil Bupati Kabupaten Tangerang Zulkarnain-Lerru Yustira, yang kabarnya sekarang telah mendapatkan nomor urut 3 (tiga) di Pilkada 2024. 

Kaesang ketika itu tampak mengenakan kemeja polo berwarna hitam dibalut dengan rompi berwarna senada. Namun yang menyita perhatian banyak orang adalah tulisan pada rompi yang dikenakan Kaesang. 

Tulisan tersebut merupakan bentuk punchline politik atas set up yang sebelumnya telah banyak dinarasikan, disampaikan dan dibangun oleh para pengkritik dalam rangka mengkritik cara-cara berpolitik Jokowi melalui sebutan nama lahir Jokowi, yakni Mulyono.

Nama Mulyono rupanya merupakan nama lahir Jokowi atau Joko Widodo yang mengalami perubahan karena dirinya terserang berbagai masalah kesehatan semasa kecil. 

Mulyono yang memiliki arti "mulia" kemudian dianggap tidak sesuai untuk kondisi bayi tersebut. Oleh karena itu, orang tuanya sepakat mengubah nama anaknya dari Mulyono menjadi Joko Widodo. Arti dari nama itu adalah selamat dan sejahtera”. 

Nama lahir Jokowi itulah yang lalu senantiasa disebut oleh para pengkritik, yang tentu saja tersirat olok-olok atau ejekan di dalamnya pada setiap kritik yang disampaikan atau dibangun dengan harapan orang yang dikritik menyadari bahwa ada kekeliruan yang harus segera diakui, dihentikan, diubah atau diperbaiki. 

Namun alih-alih menerima respon yang diharapkan oleh para pengkritik, Kaesang lebih memilih melakukan punchline politik dengan memakai rompi bertuliskan 'Putra Mulyono' atas set up yang telah dibangun dan disituasikan melalui kritik politik yang dinarasikan dan disampaikan dengan nuansa olok-olok atau mengejek dengan menyebut nama Mulyono.   

Punchline politik itu ternyata digunakan juga oleh Bobby Nasution sebagai Calon Gubernur Sumatera Utara (Sumut) saat kampanye di Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tanapuli Selatan (Tapsel) saat memperkenalkan Kahiyang, istrinya, dan dirinya sebagai anak dan menanti Mulyono. 

Punchline tersebut sepertinya cukup membuat lawan politik Jokowi dan para pengkritik yang melakukan set up naik pitam. 

Pasalnya, punchline putra dan menantu Mulyono dianggap sebagai kepongahan, sifat tengil, songong, sombong, menantang dan menyerang. 

Padahal logisnya, ibarat nasi goreng yang minta dibawa pulang agar bisa dimakan oleh si pemesan, Mulyono dalam konteks nama lahir adalah benar ayah Kaesang dan Kahiyang serta mertua Bobby Nasution. Di mana salahnya? Mengapa harus marah atau naik pitam? 

Di sanalah letak dan telaknya 'bagian pukulan' (punchline politik) mendarat tepat ke lawan-lawan politik dan para pengkritik Jokowi yang kerap menyebut-nyebut nama Mulyono sebagai set up politik yang dibangunnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun