Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sosialaba

21 November 2022   10:56 Diperbarui: 23 Februari 2023   15:19 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gara-gara video prank yang menembus 10 juta viewers itu, ada seorang warga Jakarta yang mengira orang gila di dekat rumahnya adalah seorang youtuber kenamaan dengan konten prank yang dimaksud. Ia bahkan menjamu orang gila tersebut. Salah satu alasan yang membikin warga tersebut tergiur untuk menjamu orang gila itu adalah karena dalam setiap misi video prank-nya, sang youtuber terlihat memberikan sejumlah uang kepada orang yang 'diujinya'.

Peristiwa tersebut menunjukkan kekeliruan seseorang dalam merespon tampilan kreasi konten yang diunggah menggunakan teknik atau strategi penyampaian improvisasi dan dramatisasi yang membuat konten tersebut bersifat magnet ketika dikreasikan dengan indikasi adanya sikap atau perilaku buatan (artificial attitude and behavior). Apakah kekeliruan respon orang tersebut terjadi karena pengaruh Ilusi digital magnetis?

Tetapi dari kekeliruan respon yang terbaca, kekeliruan orang itu bisa terjadi karena mengalami disorientizen sehingga kehilangan kemampuan mengenali lingkungan (ruang, waktu dan orang) oleh sebab terhambatnya kemampuan nalar melogiskan ruang dan waktu dalam interaksi media sosial. Dan kehilangan kemampuan mengenali lingkungannya lebih dominan disebabkan oleh apologi (memaksakan persepsi) demi menerima cuan (insentif).      

Jauh sebelum kemunculan teknologi informasi dengan kemudahan berinteraksi sosial lewat beragam aplikasi terutama media sosial, berbagai kegiatan sosial yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang tampak berjalan natural apa adanya. Oleh karena indra dan akalbudi kita tidak mendapat pengaruh ilusi digital magnetis.

Tetapi dewasa ini, berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, banyak mengundang tanya sekaligus prasangka atau curiga. Terlebih ketika kegiatan sosial yang dilakukan, tayang dalam kemasan suatu program acara atau konten. Pertanyaan dan kecurigaan yang lalu muncul, apakah kegiatan sosial yang dikemas dalam suatu program acara atau konten berjalan natural tanpa adanya tujuan pencitraan atau upaya sambilan meraih keuntungan?   

Salah satu kegiatan sosial yang seringkali menjadi sorotan pertanyaan dan kecurigaan publik adalah sedekah, donasi dan fundraising. Pertanyaan dan kecurigaan yang senantiasa mengemuka terkait kegiatan sosial itu adalah apakah bersedekah atau berdonasi harus ikhlas? Apakah penyaluran bantuan dari hasil penghimpunan atau penggalangan dana tidak disalahgunakan dan tepat sasaran?

Dalam literatur Islam dari salah satu hadist yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, yang berbunyi "Seseorang yang mengeluarkan shadaqah lantas disembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya", terkandung makna bahwa bersedekah atau berdonasi sejatinya penting dilakukan dengan ikhlas atau niat tulus. Keikhlasan menjadi penting dilakukan guna menghindari naluri dasar kita yang haus akan pujian, sanjungan, penghormatan atau penghargaan yang bisa berujung pamer atau bangga diri berlebihan.

Tangan kanan memberi tangan kiri jangan sampai tahu bisa menjadi pesan yang cenderung mengarahkan kita untuk tidak memberitahu apalagi mengumumkan sedekah atau donasi kita kepada orang lain. Lantas bagaimana dengan program acara atau konten yang konteksnya sedekah, donasi atau kegiatan sosial lain yang ditayangkan atau diunggah ke ruang publik?

Selain untuk menghindari naluri dasar kita yang haus akan pujian, sanjungan, penghormatan atau penghargaan, keikhlasan bersedekah atau berdonasi tidak akan memunculkan prasangka atau kecurigaan terkait untuk apa sedekah atau donasinya digunakan. Pun tidak akan menunjukkan penyesalan atau perilaku borok sikutan atau 'ditondong horbo' (ditanduk kerbau) yang berarti meminta atau mengambil kembali apa-apa (sedekah atau donasi) yang telah diberikannya kepada orang lain.

Walapun begitu, keihlasan seseorang atau sekelompok orang dalam bersedekah atau berdonasi (memberi) tidak selalu diapresiasi dengan baik. Sebab tidak jarang pengelola atau penerima sedekah atau donasi, menyalahgunakannya.

Kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) misalnya, yang bermula dari Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022 mengambil tema kantong bocor dana umat, lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap limbung karena dugaan penyelewengan. Pendiri dan penggunanya ditenggarai memakai donasi masyakarat untuk kepentingan pribadi. Dan jika terbukti, kasus ACT menjadi contoh kegiatan sosial yang berupaya mengambil keuntungan darinya.   

Kegiatan sosial merupakan kepedulian kepada orang lain yang memiliki keterbatasan. Dalam artian lain seseorang memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu di mana yang dilakukan itu memiliki banyak manfaat dan tidak berorientasi pada keuntungan. Dari definisi tersebut di era lintas informasi digital seperti sekarang, masih layakkah kemasan program acara atau konten dalam konteks kegiatan sosial dengan indikasi mencari keuntungan (berburu cuan) dikategorikan sebagai kegiatan sosial?

Di berbagai platform media sosial kini mudah kita temukan kegiatan sosial terutama dalam konteks memberi bantuan sosial baik berupa uang, barang atau jasa tapi dengan kecenderungan kepentingan agar progam acara atau kontennya bisa menghasilkan cuan. Jika tidak masuk dalam kategori kegiatan sosial lantaran tidak berjalan natural apa adanya, dan potensial ada udang di balik batu, kegiatan semacam yang berorientasi pada cuan (keuntungan) kita sebut saja sebagai sosialaba. 

Sosialaba bukan sosialita. Tetapi ada keterhubungan di antara keduanya. Sosialaba dan sosialita sama-sama membekal sebuah kata sosial yang mengandung arti berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya).

Seperti dikutip dari qubisa.com. sosialita adalah kelompok orang yang memiliki derajat tinggi, yang peduli dengan orang lain, khususnya orang yang tidak mampu. Pada Majalah Town and Country dalam artikel yang berjudul What is a Socialite? Diceritakan berbagai macam seluk beluk sosialita secara definitif. Dalam artikel tersebut Robert L. Peabody mendefinisikan sosialita sebagai seseorang yang berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan menghabiskan sebagian banyak waktunya untuk menghibur sekaligus mendapatkan hiburan.

Sementara dalam konteks fenomena sosialita di Indonesia, buku KOCOK! UNCUT : The Untold Stories of Arisan Ladies and Socialites yang ditulis oleh Joy Roesma dan Nadya Mulya menyebutkan sebuah pendapat bahwa sosialita adalah orang yang sering datang ke event gaya hidup dan diburu fotografer.

Dari definisinya yang bervariasi, istilah sosialita menunjukkan pergeseran bahkan bias dalam pelaksanaan praktiknya. Sosialita sudah dipandang sebagai gaya hidup kelas atas kalangan terbatas dengan kehidupan mewah, glamour, memiliki barang bermerek, arisan, member kelas VIP atau VVIP pada setiap layanan hotel, perawatan kecantikan, klub atau layanan lainnya. Dalam sosialita, etimologi atas kata sosial telah kehilangan maknanya karena tidak lagi berkenaan dengan masyarakat atau suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya).  Apakah penyebutan sosialaba juga berangkat dari kehilangan makna atas kata yang sama?

Pastinya, pergeseran atau bias makna dalam pelaksanaan praktik sosialita ke konotasi negatif semakin menguatkan stigma terhadap substansi makna sosialita ketika bertemu dengan sosialaba. Argumen tersebut bisa dibuktikan dengan keberadaan tokoh yang menyandang identitas sosialita yang juga menjadi sosialaba demi menyokong identitas kesosialitaannya. Lalu apa sih yang dimaksud sosialaba? 

Secara etimologi sosialaba berasal dari dua kata, yaitu sosial dan laba. Sosial berarti berkenaan dengan masyarakat; suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma dan sebagainya). Sedangkan laba berarti selisih lebih antara harga penjualan yang lebih besar dan harga pembelian atau biaya produksi; keuntungan; faedah; guna; manfaat. Sosialaba berarti seseorang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan sosial untuk kemudian mengambil keuntungan, faedah, guna atau manfaat dari kegiatan sosial yang dilakukannya hingga menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Istilah sosialaba menjadi penting dihadirkan sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh fenomena ilusi digital magnetis. Sehingga dengan kehadirannya kita bisa membedakan mana kegiatan sosial yang berjalan natural apa adanya tanpa orientasi pada keuntungan dan mana kegiatan sosial yang berorientasi pada keuntungan atau cuan.

Selain itu, istilah sosialaba dan keterkaitannya dalam interaksi sosial membuat kita belajar untuk terus berupaya mengasah kemampuan nalar dalam melogiskan ruang dan waktu. Karena dengan kemampuan itu kita punya bekal pemahaman untuk memahami sajian setiap konten dengan konteksnya, sehingga mampu menghindar diri dari mengalami disorientizen atau terjebak dari fenomena ilusi digital magnetis ketika berselancar atau berinteraksi di internet.  

                               

Referensi

Bromo, Warta. 2019. "Wanita asal Jakarta Jamu Orang Gila, Dikira Baim Wong sedang 'Prank'", https://kumparan.com/wartabromo/wanita-asal-jakarta-jamu-orang-gila-dikira-baim-wong-sedang-prank-1rIanpwTWC4/full, diakses pada tanggal 17 November 2022 pada pukul 17.00

Falah, Sunan Amiruddin. D. 2022. "Disorientizen", https://www.kompasiana.com/sunanamiruddin5274/6373580e08a8b55f3f558cb2/disorientizen?page=2&page_images=1, diakses pada tanggal 17 November 2022 pada pukul 17.15

Fandy. "Kegiatan Sosial: Pengertian, Manfaat, dan Berbagai Contoh Kegiatannya", https://www.gramedia.com/literasi/kegiatan-sosial/, diakses pada tanggal 16 November 2022 pada pukul 17.00

Kamus. 2022. Pada KBBI Daring. Diambil 17 November 2022, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/laba

Kamus. 2022. Pada KBBI Daring. Diambil 17 November 2022, dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sosial

Koinkita.com. 2021. "Ternyata Ini Maksud Menyembunyikan Sedekah Dari Tangan Kiri", https://koinkita.com/blogs/94/ternyata-ini-maksud-menyembunyikan-sedekah-dari-tangan-kiri/, diakses pada tanggal 16 November 2022 pada pukul 17.48

Mustain, Akhmad. 2022. "ACT, Penyelewengan Donasi, dan Terorisme. https://mediaindonesia.com/opini/505510/act-korupsi-dan-terorisme, diakses pada tanggal 16 November 2022 pukul 15.00

Sudradjat, Ajdat. R. 2019. "Ini Dua Perempuan yang Gagal Paham Apa itu Sosialita", https://www.indonesiana.id/read/26161/ini-dua-perempuan-yang-gagal-faham-apa-itu-sosialita, diakses pada tanggal 17 November 2022 pada pukul 17. 20

Wicaksana, Punto. 2021. "Pahami Kehidupan Sosialita agar Tidak Terjebak Lebih Jauh", https://www.qubisa.com/article/pahami-kehidupan-sosialita, diakses pada tanggal 17 November 2022 pada pukul 17.33

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun