Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023). Prestasi yang diukir di dalam dunia pendidikan: finalis Lomba Karya Inovasi Tingkat Nasional tahun 2013, juara I Lomba Guru Berprestasi Tingkat Kota Magelang tahun 2014-2015, dan finalis Lomba Guru Berprestasi Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2014- 2015. Prestasi yang diraih di dalam dunia literasi: juara I dalam Lomba Cipta Puisi Event Merah Putih di RTC Kompasiana (2015), juara II dalam Pelangi Cinta Negeri Kompasiana (2015), juara I dalam Lomba Cipta Puisi Elegi Fiksiana Community Kompasiana (2016), juara II dalam Lomba Menulis Pahingan #1 Komunitas Save Pahingan (2017).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasruddin Mudaff, Teaterawan Jebolan ESKA Yogyakarta

16 Juli 2019   15:12 Diperbarui: 16 Juli 2019   15:19 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa itu terjadi ekitar tahun 2008. Pentas ini semacam kampanye dalam menyuarakan hak petani dalam menolak tambang pasir besi di pesisir pantai Kulonprogo. Naskah berdasarkan kasuistik yang terjadi dilapangan. Pentas pertama kali di IPB Bogor bersama sayogyo Institute, Di Atmajaya Jakarta, Di fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta, dan bersama Komunitas Taring Padi pentas di Taman Budaya Yogyakarta bersama dengan komunitas petani dari Thailand. Ia merasa saat itu ilmu teater yang ia miliki dapat dirasakan langsung oleh masyarakat petani.

Pengalaman kedua ketika pentas monolog di Cilacap, saat itu penonton sampai memenuhi gedung pertunjukan. Hal ini tak lepas dari kerja komunitas yang baik.

Teater, Membebaskan, Humanis dan Spiritual

DALAM perjalanan berteater, Nasruddin tidak pernah putus asa. Dimungkinkan karena dia dipercaya untuk mendampingi para anak-anak SD untuk belajar dan mengenal teater. Pelajar SMP dan SMA, Mahasiswa, dan para santri Pondok Pesantren, sehingga itu menjadi motivasi tersendiri untuk enggan meninggalkan dunia ini.

Lingkungan dan suasana jogja, geliat kesenian yang dimiliki oleh kota Yogyakarta adalah inspirasi tersendiri dan memengaruhi semangatnya. Senimannya, karya seninya, kehidupan kampusnya, warganya, suasana kotanya, kenanganya, dan semuanya. Mengingat itu semua, atau datang langsung ke sana, menjadi tambahan energi baginya.

Baginya, dalam berteater setiap karya yang dilakukan diupayakan  memiliki semangat nilai-nilai  profetik (membebaskan, humanis dan spiritual). Hal itu membuat dia bertahan. Energi keseniannya ia dedikasikan untuk mendampingi komunitas-komunitas teater yang ada di Cilacap untuk tetap bernafas. Terus bertahan untuk tetap belajar bersama dengan mereka.


Untuk itu, dia berharap pemerintah ikut andil dalam bertumbuhnya teater di Cilacap. Dikarenakan pilar kebudayaan adalah salah satu pilar, dimana pemerintah sendiri yang menyatakan menjadi tanggung jawab mereka dalam pengelolaan. Namun, slogan tersebut masih kurang dirasakan oleh para seniman sendiri. Pemerintah mestinya bersinergi bersama dengan para seniman. Menggali ide dan gagasan bersama untuk kemajuan seni budaya di daerah. Dibeberapa daerah yang progressif terhadap kemajuan kesenian, sinergis antara pemerintah dan seniman sangat terjaga bahkan solid.

Pemerintah adalah perangkat yang  bertugas melayani dan memfasilitasi kepentingan warga dan mengabdi pada negara. Sedang negara adalah  semacam  ide besar dalam membangun budaya dan perdaban suatu bangsa. Pemerintah seharusnya melayani dan menjadi abdi negara, karena kekuasaan negarakan  ada pada rakyat. Bukan malah negara diperalat sedemikian rupa untuk melayani kepentingan  pemerintah (kelompok tertententu).

Di sisi lain Seniman juga punya tanggung jawab untuk menjembatani suasana yang kondusif antara karya seni dan publik. Karya seni yang disajikan dengan baik, dipersiapkan dengan matang, dan di evaluasi bertahap. Mendorong publik merasa antusias untuk menikmati karya seni.

Untuk itu dibutuhkan riset sesuai takaran dalam pementasan dan penggarapan. Karena dengan riset, dapat memberikan pertanggungjawaban karya lebih maksimal. Untuk beberapa naskah teater yang memerlukan riset secara detail, harus dilakukan riset secara cermat. Sedang untuk pementasan teater yang tidak kasuistik, prosentase riset mungkin lebih kecil karena lebih di titik beratkan dalam penggalian dramaturginya.

Harapan dan Impian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun