Mohon tunggu...
Soeltonie Sip
Soeltonie Sip Mohon Tunggu... wiraswasta -

lahir di lampung tinggal di jambi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Balas Budi, Antara Jambi dan Jakarta

21 Maret 2015   21:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:18 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Heboh bagi-bagi kursi komisaris BUMN oleh pemerintah baru-baru ini disinyalir sebagai imbal jasa atas peran orang-orang tertentu (timses)saat pilpres. Meskipun hal ini dibantah oleh presiden dan dua orang mentrinya ( menko perekonomian Sofyan Djalil dan mentri BUMN Rini Sumarmo), tetap saja aroma amis bagi-bagi kursi alias politik balas budi sudah kadung tercium oleh publik.

Memang praktik politik balas budi tidak hanya terjadi pada pemeritah saat ini saja, pada pemerintahan sebelumnya hal yang sama juga terjadi. Dalam politik, bagi-bagi kursi jabatan sebenarnya suatu hal yang wajar dan lumrah, dengan catatan orang-orang yang ditempatkan benar-benar memiliki kualitas dan kapasitas yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki. Karna memang seperti itulah sistem politik yang kita anut.

Namun hal ini menjadi heboh dan aneh karna saat pilpres presiden selalu menyatakan bahwa koalisi yang dibangun untuk nengusungnya menjadi capres adalah koalisi tanpa syarat. Tanpa syarat dalam hal ini tentunya adalah syarat bagi-bagi kekuasaan sebagaimana yang sudah mahfum terjadi. Hal ini tentu menjadi bahan yang empuk bagi lawan-lawan politik presiden untuk menyerangnya.

Fenomena politik balas budi yang terjadi dipemerintah pusat sepertinya juga terjadi di daerah.

Di Jambi baru-baru ini, pengumuman calon penerima beasiswa S2 dan S3 dari pemerintah provinsi jambi yang dinyatakan lulus seleksi bahan menuai banyak kecaman dari masyarakat. Pasalnya, diantara nama-nama calon penerima beasiswa ada beberapa nama tenar yang terindikasi tidak pantas nenerima bantuan beasiswa dari pemerintah ini.

Diantaranya ada nama mantan calon bupati, anggota DPRD provinsi dan mantan kepala dinas. Apakah pantas orang-orang yang tergolong mampu seperti mereka menerima beasiswa dari pemerintah?
Tak ayal, hal ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik bagi-bagi jatah oleh pemerintah terhadap orang-orang tertentu.

Budaya praktik bagi-bagi kekuasaan memang bukanlah suatu hal yang diharamkan dalam dunia politik. Bahkan untuk tujuan menjaga stabilitas dan keutuhan gerbong pemerintahan, hal ini sah dan wajar, asalkan tidak melanggar norma dan etika dimasyarakat serta menempatkan orang-orang yang sesuai dengan kuakifikasi yang dibutuhkan.

Dua kasus diatas jelas menabrak norma dan etika yang ada dimasyarakat. Yaitu etika soal tidak ingkar janji dan memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan.

Walaupun dua kasus diatas sekilas terlihat berbeda, namun sejatinya keduanya memiliki esensi yang sama yaitu bagi-bagi kepentingan. Kepentingan disini bisa berupa kekuasaan/jabatan atau bisa juga berupa fasilitas tertentu seperti beasiswa.

Well, itulah politik. Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.
Salam kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun