Mohon tunggu...
Sultan Sulaiman
Sultan Sulaiman Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Buruh Negara

Huruf-huruf yang tak pernah selesai/www.daengraja.com/sulaiman.putra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mempertimbangkan Legalisasi Ganja

31 Januari 2020   14:41 Diperbarui: 3 Februari 2020   17:18 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tentu kita masih ingat kasus Fidelis Arie Sudewarto. Seorang Aparat Sipil Negara (ASN) di Kalimantan Barat yang akhirnya divonis kurungan 8 bulan penjara dengan denda Rp. 1 miliar oleh Hakim Pengadilan Negeri Sanggau pada 2017. 

Fidelis dihukum atas kepemilikan 39 batang ganja yang digunakan mengobati istrinya, Yeni Riawati karena menderita penyakit langka Syringomyelia.

Saat ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Kab. Sanggau, Fidelis beralasan, ganja yang ditanam di rumahnya hanya digunakan untuk pengobatan sang istri, tidak lebih. Namun, undang-undang di negara kita melarang. 

Ganja masuk Narkotika Golongan I menurut UU No. 35 Tahun 2009. 

Ganja tidak dapat digunakan kecuali untuk keperluan penelitian. Kepemilikan lebih dari 5 batang ganja bisa dijerat ancaman hukuman seumur hidup. Fidelis memiliki 39 batang, dijerat Pasal 111 dan 116 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Senada dengan kisah Fidelis. Awal tahun 2019 lalu, dua orang pria diamankan Sat Res Narkoba Banyumas karena menanam ganja di rumahnya. 

Alasan keduanya, ganja digunakan untuk mengobati orang tuanya yang menderita diabetes. Meski begitu, aparat tetap memboyong dua pria Banyumas tersebut dan dijebloskan ke penjara.

***

Suara-suara nyaring pasal legalisasi ganja ini sudah sering kita dengar. Paling nyaring dari Lingkar Ganja Nusantara (LGN) dan Yayasan Sativa Nusantara (YSN). 

Beberapa tahun terakhir, dorongan untuk legalisasi ganja di tanah air terus bermunculan. Ganja didorong bisa digunakan untuk keperluan medis, mengingat beberapa deretan hasil penelitian telah menunjukkan bahwa ganja efektif mengobati jenis penyakit tertentu yang sulit disembuhkan.

Fidelis dalam nota pembelaannya di hadapan Majelis Hakim 2017 lalu, memaparkan banyak nama dan referensi penelitian yang menyebut ganja baik untuk pengobatan. 

Dalam suasana persidangan yang penuh haru, Fidelis membeberkan perubahan fisik dan psikis yang dialami istrinya setelah diasupkan ekstrak ganja. Intinya, ganja menjadi harapan kesembuhan bagi sang istri. Tiga puluh dua hari setelah Fidelis ditangkap BNNK Sanggau, sang istri berpulang.

Di Asia Tenggara, Thailand adalah satu-satunya negara yang telah mengizinkan legalisasi ganja. Dengan begitu, mungkin ganja bisa ditanam bebas masyarakat seperti laiknya tanaman pekarangan. 

Tentu, legalisasi tersebut berdasarkan pada argumen penelitian yang kokoh, yang menjadi landasan akhirnya parlemen Thailand menyebut legalisasi ganja sebagai Hadiah Tahun Baru pada akhir 2018 lalu. 

Meski dibebaskan, pemerintah Thailand tetap melakukan pengawasan ketat dalam hal produksi dan distribusi. Tetangga kita Malaysia, sudah mulai melakukan penelitian intensif perihal ganja untuk pengobatan. 

Di beberapa negara di seluruh dunia, ganja bahkan sudah dilegalkan penuh. Artinya bisa digunakan untuk kegiatan rekreasi atau kesenangan seperti di Kanada dan Uruguay.

***

Bagaimana dengan Indonesia? Semangat mendorong agar ganja legal untuk medis terus digalakkan. Para aktivis pro-ganja telah lama melakukan advokasi tentang itu.

Bahkan suara terbaru muncul dari gedung parlemen kita. Adalah Rafli, anggota DPR RI Fraksi PKS dari Aceh mengusulkan agar ganja bisa diekspor. 

Dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan (30/1), Rafli bersuara. 

Bahwa ganja, khususnya dari Aceh adalah salah satu yang terbaik di Dunia. Rafli mengusulkan ke pemerintah untuk mempertimbangkan aspek ekonomis dari ganja, mengingat di sisi lain ganja terbukti memiliki banyak manfaat.

Dalam Pertemuan Sesi ke-62 Commission on Narcotic Drugs (CND) di Markas PBB Wina Austria (18/03/2019), delegasi Indonesia menyampaikan kritik terkait legalisasi ganja bagi keperluan non-medis dan rekreasi. 

Bagi Indonesia, legalisasi ganja non-medis dan rekreasional telah melanggar Konvensi Internasional. 

Pada 2018, CND secara khusus membahas risiko dan manfaat ganja bagi kepentingan medis, sains, dan rekreasional. Untuk keperluan medis, Indonesia masih bertahan pada sikap: belum perlu melegalisasi ganja.

Sikap ini kembali ditegaskan dalam forum Rapat Kerja Teknis yang menghadirkan seluruh jajaran pejabat struktural Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN se-Indonesia awal 2019, mereview hasil pertemuan CND 2018. Indonesia bertahan karena berkaca pada beberapa negara yang telah melegalkan ganja ternyata justru kebablasan.

Legalisasinya untuk medis ternyata disalahgunakan untuk non-medis dan kesenangan. Bahasa mudahnya, pemerintah berkeras melarang masih berpotensi disalahgunakan, apalagi dilegalkan untuk alasan tertentu. 

Kita mengantongi angka 3 juta penyalahguna narkotika, jika salah melangkah justru berpotensi terjadi ledakan penyalahguna di mana-mana.

Jadi terang, sikap pemerintah, terkait legalisasi ganja, bahkan untuk keperluan medis masih berpedoman pada UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ganja di Indonesia masih Narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk pengobatan sekali pun.

Sebagai rekomendasi, sebab isu ini terus bergulir dari hari ke hari. Nampaknya penting mendorong penelitian intensif terkait ganja. Pemerintah perlu mengambil alih lahan ini dan mengakomodasi suara-suara berkaitan dengan legalisasi ganja dari pihak yang menyuarakannya. 

Terkait pendapat Rafli untuk mendorong ekspor ganja, saya mengutip pernyataan kawan saat membagikan link berita di media sosial: "Yang bikin UU kan DPR, ya suka-suka merekalah!" Toh dari DPR pula pernyataan agar BNN dibubarkan berasal. Jadi?(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun