Mohon tunggu...
Sultan Saiful
Sultan Saiful Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

Pendidikan UNIVERSITY, LOVED TO TRAVEL AND READ SOME BOOKS

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Produk Kampung yang Berdaya Ekspor; Narasi Aku di Kampung Tlatar, Boyolali

9 Oktober 2017   14:45 Diperbarui: 8 Agustus 2020   10:17 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

"Baiklah" jawabku.  Saya meminta tolong kepada Pak Budi menghitung bayaran mereka dan kalau tidak salah ingat, kami harus membayar ke mereka, sekitar tiga ratus ribu rupiah. Dalam hati,  kami mengikhlaskan karena permintaan mereka normal adanya.        

                                                                                                  ***

Saya mengajak pembaca untuk menoleh ke belakang, yang melatar belakangi aku sehingga aku bisa di sini. Juragan itu, adalah saya dan saya telah mendirikan pengadaan barang- barang kami, di Kampung Tlatar, Boyolali.  Artinya kami telah sukses mendapatkan kontrak penjualan dengan pembeli dari Amerika, India dan tidak lama kemudian kami juga mendapatkan pembeli dari Brunei Darussalam.

Untuk informasi, Perusahaan kami adalah Perusahaan UKM yang berdomisili di Jakarta. Pada saat kami di Jakarta, tim kantor kami selalu berdiskusi mengenai perdagangan online. Dan mereka tidak membutuhkan waktu beberapa lama, kami bisa mendapatkan pemesanan yang nilainya sangat lumayan besar. Inilah cara -cara tim kami lakukan sehingga bisa mendapatkan kepercayaan para pembeli di Luar Negeri.

1.Usaha bisnis online kami haruslah terdaftar yang berdasar peraturan pemerintah.

2.Mengetahui  detail produk yang akan kami ekspor .


Setelah kami mencari di pasar internet dan  menelpon secara langsung dan berulang-ulang , kami menetapkan bahwa kantor pergudangan kami, sebaiknya kami menempatkan di Boyolali. Alasannya, rempah -rempah yang dibutuhkan bertebaran di Kampung Wonogiri, Ponorogo, Madiun dan Yogyakarta. Kami lalu menyewa gudang dan membeli bahan mentah dari petani yang di Kampung tersebut. Ibu -ibu yang berdiri di pintu gudang tadi adalah calon pekerjaku yang tidak berlanjut kerja    dan mereka tidak mau bekerja kontrakan, karena mereka mau dibayar kerja berdasar harian.            

                                                                                               ***

Pada keesokan harinya, matahari bersinar cerah dan udara yang menerpaku sangat beraroma sesuatu yang berasal dari kumpulan rempah- rempah dari dalam gudang. Saat itu, saya sendiri di dalam gudang, dan ibu- ibu petani tidak ada yang datang. Ya, bukankah mereka sudah sepakat bahwa mereka akan bekerja kalau mereka mendapatkan gaji harian?

Kami harus mencari jalan keluar. Jalan terbaik adalah mereka, atau ibu- ibu ini bekerja sama dengan kami, yaitu sistem kontrak yang upahnya kami bayar setiap minggu. Itu cara terbaik. Saya  lalu mendatangi seorang ibu petani yang rumahnya di dekat gudang. Namanya, dia adalah Ibu Nur dan dia punyai anak tunggal, seorang putri yang sampai saat ini saya belum tahu namanya. Hebatnya dia, bahwa dengan bekerja sebagai buruh tani di kampungnya, ibu ini bisa menyekolahkan anaknya di Kampung Tlatar ini.

Setelah bertemu, saya menjelaskan tentang pekerjaan dan akhirnya Ibu Nur bersedia kerja dengan kami. Lihatlah, fasilitas yang kami berikan kepada Ibu- ibu ini, saya memberikan handphone yang bisa video calling dan sesungguhnya saya ingin dia menelpon kami dengan memotret produk kami kalau sementara kerja di dalam atau di luar gudang. Dan teman kami di Jakarta, bisa mengontrolnya di layar screen yang lebar di kantor Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun