Mohon tunggu...
Sultan Rifat Alfatih
Sultan Rifat Alfatih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sultan Rif'at

Young Government Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurangnya Kesadaran Negara akan Urgensi Pandemi

17 April 2021   05:17 Diperbarui: 17 April 2021   12:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di awal tahun 2020, dunia digemparkan dengan ditemukannya virus baru yaitu Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), diketahui asal mula virus ini berasal dari Wuhan, Cina. World Health Organization memberi nama virus baru tersebut sebagai SARS-CoV-2. Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia dengan manusia. Dan akhirnya pada tahun 2020 dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Lalu, pada tanggal 3 Maret 2020, Indonesia menjadi salah satu negara yang terpapar virus corona. Dan semenjak itu, jumlah angka positif masyarakat Indonesia yang terpapar Virus Covid-19 tiap harinya selalu naik. Berbagai kebijakan pemerintah sudah dikeluarkan demi memutus mata rantai penyebaran Virus Covid-19 tersebut.

Dari banyaknya kasus Covid-19 di Indonesia, kesadaran Masyarakat akan pandemi Covid-19 di Indonesia masih kurang tinggi dikarenakan masih banyak warga yang tidak teredukasi dalam hal penanganan dan pemutusan mata rantai Covid-19. Masih terdapat banyak masyarakat yang tidak mematuhi peraturan pemerintah terkait pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Menurut Peraturan Pemerintah Pasal 1 Nomor 21 Tahun 2020, yang dimaksud dengan pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Virus Corona (Covid-19) dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan penyebaran penularan Virus Corona (Covid-19). Namun pada realitanya masih banyak warga yang tidak mengindahkan peraturan pembatasan sosial berskala besar yang diterapkan oleh pemerintah. Masih banyak yang berkerumunan di tempat umum dan tidak memakai masker selama berada diluar rumah. Pemerintah sudah memberikan sanksi setegas mungkin untuk menciptakan sifat jera. Namun masih banyak masyarakat yang tidak mengindahkan dan menganggap enteng sanksi yang diberikan oleh pemerintah. Contohnya adalah melarang kegiatan mudik pada hari-hari besar, namun masih banyak yang tidak mengindahkan peraturan tersebut dan tetap saja melakukan kegiatan mudik. Dari contoh yang telah dipaparkan jelas terlihat bahwa kesadaran masyarakat akan pandemic ini masih kurang dan perlu digalakkan kembali agar masyarakat sendiri bisa memahami bahwa pandemic tersebut jika tidak diputus mata rantainya, maka dapat membuat pandemi tersebut tidak akan hilang dari Indonesia.

Dari kurangnya kesadaran masyarakat terhadap betapa pentingnya mematuhi protokol Kesehatan, dapat ditemukan juga kasus dimana penegak hukum bersikap diskriminatif terhadap pelanggar. Yang dimaksud dari sikap diskriminatif adalah, penegak hukum bersikap pilih-pilih terhadap pelanggar protokol kesehatan, terkadang dapat ditemukan pelanggar protokol kesehatan yang dibiarkan begitu saja namun beberapa saat setelahnya didapati pelanggar protokol kesehatan lain yang ditindak dan diberikan hukuman. Selain bersikap diskriminatif, terkadang juga dapat ditemukan petugas yang mempunyai tupoksi untuk bisa memaksimalkan kebijakan PSBB tidak melakukan tugasnya dengan baik. Contohnya adalah pada saat pemerintah daerah melaksanakan kegiatan sweeping, terdapat beberapa petugas yang masih lalai dalam melakukan tugasnya dalam perihal sweeping. Masih banyak yang berkeliaran dan tidak disanksi dengan tegas sehingga pelanggar tidak jera dan lama-kelamaan dapat membuat jumlah pelanggar menjadi semakin banyak.

Keresahan selanjutnya adalah pemerintah masih ada yang mengeluarkan beberapa kebijakan yang dapat dibilang kontroversial. Contohnya adalah menaikkan iuran BPJS kesehatan. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini diatur dalam Perpres Nomor 64 2020 tentang Jaminan kesehatan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto menyebutkan bahwa kenaikan iuran ini demi menjaga keberlangsungan operasional BPJS Kesehatan yang sudah lama mengalami defisit. Namun, pakar hukum tata negara Universitas Feri Amsari menilai bahwa Langkah Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan sifatnya bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung. Alasan mengapa bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung itu dikarenakan pada Bulan Februari, Mahkamah Agjng sudah membatalkan Pepres Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurut Feri, dengan cara menaikkan kembali iuran BPJS termasuk sebagai upaya bermain hukum. Menurut saya sendiri dengan dinaikkannya iuran BPJS Kesehatan ini merupakan salah satu bentuk ketidakpekaan pemerintah terhadap rakyat di masa pandemi. Karena seperti yang kita ketahui, banyak masyarakat di masa pandemi seperti ini mengalami masalah finansial yang disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja (PHK), perusahaan bangkrut, dan sepi pembeli. Dengan dinaikkannya iuran BPJS Kesehatan ini dapat membuat masyarakat lebih terbebani karena mereka yang pada awalnya di masa pandemi ini harus bisa memenuhi kebutuhan primernya dengan menggunakan uang yang ada, mereka juga akhirnya terpaksa harus mengeluarkan pengeluaran ekstra lagi untuk bisa membayar iuran BPJS Kesehatan.

Contoh kebijakan kontroversial kedua adalah pengesahan RUU Cipta Kerja di tengah Pandemi. Sebelumnya RUU Cipta Kerja ini dirancang untuk menggenjot pertumubuhan lapangan kerja. Namun RUU ini mendapat protes dari buruh karena didalamnya terdapat elemen dan aturan yang dapat memangkas hak pekerja dan menguntungkan pengusaha. Memang benar dampak positifnya adalah meningkatkan produktivitas pekerja, dan dapat meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi, dan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Namun disini menurut saya dampak negatifnya juga ada, yaitu mengurangi waktu libur menjadi satu hari dalam sepekan sehingga waktu beristirahat dan waktu berkeluarga para pekerja otomatis berkurang, padahal disini untuk meningkatkan produktivitas pekerja sendiri menurut saya juga harus datang dari kesehatan jasmani dan rohani para pekerja itu sendiri. Lalu dampak negatif lainnya adalah para pengusaha tidak perlu membayar sanksi ketika telat membayar upah. Menurut saya dengan peniadaan sanksi seperti ini dapat membuat pengusaha dapat bertindak seenaknya kepada pihak yang seharusnya menerima upah yang dengan jelas membuat penerima upah akan dirugikan dan harus hidup pas-pasan dengan uang yang ada. Dampak negatif lainnya adalah karyawan yang dipecat tidak bisa lagi melakukan gugatan apabila tidak terima dengan keputusan perusahaan. Jadi disini menurut saya karyawan seolah olah tidak dapat membela dirinya dan memberikan justifikasi kepada pihak perusahaan, padahal bentuk pembelaan diri merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh para karyawan sehingga ketika mereka dituduh telah melakukan sesuatu, mereka dapat membela diri agar terhindar dari fitnah.

RUU ini dikebut dan disahkan oleh pemerintah dan DPR di tengah pandemi. Bahkan ketua badan legislasi DPR Supratman Andi Atgas menyebut bahwa Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali untuk merampungkan RUU ini. Menurut saya hal seperti ini tidak perlu dikebut terlebih dahulu karena masih ada hal yang lebih penting untuk dibahas, contohnya adalah upaya pemberantasan Virus Corona. Upaya pemberantasan Virus Corona ini yang seharusnya dikebut oleh pemerintah karena Pandemi ini merupakan hal yang sifatnya darurat dan perlu segera untuk diselesaikan, pemerintah juga seharusnya mengkaji lebih dalam lagi terhadap dampak yang akan ditimbulkan ketika RUU Cipta Kerja ini disahkan dan juga dalam pengkajian lebih lanjutnya melibatkan pengusaha, dan buruh sehingga dapat menghasilkan RUU yang sifatnya dapat diterima oleh seluruh pihak.

Setelah membahas berbagai kebijakan sosial yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah, semua kembali lagi ke rakyat. Walaupun kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam memberantas pandemi ini masih menimbulkan respon yang beragam di masyarakat, setidaknya masyarakat juga harus bisa mencoba untuk mematuhi dan menjalaninya. Menurut saya, kebijakan seperti Study From Home, dan Work From Home masih dapat dengan efektif terlaksana jika masyarakatnya sendiri berusaha untuk menerima kebijakan tersebut. Namun yang membuat saya resah adalah masih banyak masyarakat yang mengeluh terhadap kedua kebijakan tersebut. Masih ada masyarakat yang berasumsi bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu gagal, banyak yang mengkritik kebijakan tersebut karena kedua kebijakan tersebut membuat mereka tidak bisa bersosialisasi dan lain-lain. Mungkin memang pada dasarnya masyarakat belum bisa menerima kebijakan kebiasaan baru yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun tidak seharusnya masyarakat sampai mengkritik pemerintah sampai seperti itu, hal tersebut yang kadang membuat saya sebagai warga negara resah. Disini menurut saya hikmah yang dapat diambil dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah, dengan memaksimalkan kegiatan di dalam rumah, berarti kita sama saja meminimalisir terjadinya kontak langsung dengan orang lain, dengan meminimalisir terjadinya kontak langsung dengan orang lain, berarti kita sama saja secara tidak langsung memutus mata rantai penyebaran Virus Corona.  lalu dengan memaksimalkan waktu kita di rumah juga membuat kita bisa memiliki banyak waktu ountuk kegiatan keluarga, di rumah saja bukan berarti kita tidak akan produktif. Kita masih bisa mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan positif seperti membaca buku, berkreasi dirumah, bahkan meditasi untuk bisa menjaga kesehatan mental. Selain itu, manfaat lain dari beraktivitas di rumah saja juga dapat meminimalisir pengeluaran uang, karena seperti yang kita ketahui, setiap kali kita keluar rumah pasti kita mengeluarkan uang untuk berbagai hal, baik itu untuk ongkos perjalanan, biaya makan, bahkan untuk nongkrong sekalipun.

Oleh karena itu, dari pembahasan yang sudah dibahas di atas, dapat saya  simpulkan bahwa di era pandemi seperti saat ini diperlukan yang namanya kebijaksanaan dari pemerintah dan rakyat dalam menyikapi pandemi seperti ini, dari sisi pemerintah sebaiknya lebih bijaksana dalam mengeluarkan sebuah kebijakan dan juga mengikutsertakan rakyat kecil agar dapat tercipta transparansi atau keterbukaan dalam hal pembuatan kebijakan, hindari pembentukan kebijakan yang hanya menguntungkan pihak lain, dan jangan sampai sebagai seorang pemerintah berusaha untuk bisa mengesahkan kebijakan yang merugikan satu pihak di masa pandemic ini. Karena kembali lagi, bijaksanalah dalam membuat kebijakan, sebaiknya buatlah skala prioritas terkait kebijakan seperti apa dulu yang sekiranya perlu lebih dahulu dikeluarkan di era pandemi seperti ini. Menurut saya sendiri sebaiknya pemerintah lebih banyak mengeluarkan kebijakan yang ada sangkut pautnya dengan kesehatan medis atau upaya sosial demi memutus mata rantai Virus Covid-19. Dan dari sisi rakyat pun, rakyat juga harus bisa menerima kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebaiknya jalani terlebih dahulu kebijakannya, patuhi protokol kesehatannya. Masyarakat boleh mengkritik kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah namun jangan terlalu berlebihan karena pasti pemerintah akan selalu mengevaluasi kebijakan yang sudah dikeluarkan. Masyarakat bersama pemerintah harus bisa bersama-sama bersinergi dan bergerak selaras untuk bisa memutus mata rantai pandemi ini, tidak boleh ada pihak yang main hakim sendiri jika tujuan untuk memutus dan memberantas pandemi ini ingin tercapai.

Daftar Pustaka:

Ihsanuddin. (2020). Ini Sederet Kebijakan Kontroversial Jokowi Selama Pandemi Covid-19. Diakses pada tanggal 15 April 2021, dari https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/05332291/ini-sederet-kebijakan-kontroversial-jokowi-selama-pandemi-covid-19?page=all

Peraturan Pemerintahan Pasal 1 Nomor 21 Tahun 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun