Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"YONO" Bukan Nama Orang, tetapi Tren Baru Gen Z

1 Maret 2025   07:34 Diperbarui: 5 Maret 2025   15:32 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan yang serba cepat dan konsumtif, tren YONO semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat, terutama di kalangan Generasi Z. 

Berbeda dengan tren YOLO yang mendorong eksplorasi tanpa batas, YONO mengajarkan pentingnya hidup sederhana dengan hanya memiliki dan menggunakan yang benar-benar dibutuhkan. 

Pergeseran ini bukan hanya sekadar perubahan gaya hidup, tetapi juga bentuk respons terhadap berbagai tantangan zaman, mulai dari krisis ekonomi, kesadaran lingkungan, hingga isu kesehatan mental.

Tren ini menjadi populer di kalangan Generasi Z pada awal 2025, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi ekonomi global yang tidak menentu dan meningkatnya kesadaran terhadap dampak negatif dari gaya hidup konsumtif. 

Melalui YONO, masyarakat diajak untuk lebih selektif dalam memilih barang atau pengalaman, memastikan bahwa setiap keputusan membawa nilai dan makna yang signifikan dalam kehidupan mereka.

YONO atau You Only Need One adalah sebuah tren yang mengajak individu untuk hidup lebih sederhana dan bijaksana dalam konsumsi. 

Berbeda dengan filosofi YOLO (You Only Live Once) yang mendorong kenikmatan hidup tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang, YONO menekankan pentingnya fokus pada kebutuhan esensial dan mengurangi pembelian yang tidak perlu.

Tren YONO merupakan gerakan yang menggugah kesadaran anak-anak muda, terutama di perkotaan yang menekankan bahwa pola konsumsi berlebihan bukanlah solusi untuk mencapai kebahagiaan, melainkan justru dapat menjadi sumber stres. 

Tren ini menguat seiring dengan fakta kenaikan biaya hidup yang semakin tinggi, terutama untuk kebutuhan dasar seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan. 

Oleh karena itu, banyak dari mereka mulai mengadopsi prinsip minimalisme finansial, di mana pengeluaran lebih difokuskan pada kebutuhan esensial dan investasi jangka panjang daripada membeli barang-barang yang hanya memberikan kepuasan sesaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun