Mohon tunggu...
Sultan AkmalHibrizi
Sultan AkmalHibrizi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Seorang Mahasiswa Pendidikan Sosiologi yang suka dengerin musik sambil memejamkan mata sampai ketiduran.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Kembali Konsep Nature dan Nurture Melalui Film Ki & Ka

20 September 2023   23:20 Diperbarui: 20 September 2023   23:26 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tahun 2016 kemarin, dunia sinema India berhasil mengguncang box office dunia melalui film Ki & Ka yang dianggap sebagai film dengan plot yang anti-mainstream atau tidak biasa, karena dapat mengemas isu yang sensitif bagi masyarakat adat ketimuran dengan alur cerita dan komedi yang sangat baik sehingga mudah dicerna oleh para penikmatnya. Singkatnya, film Ki & Ka merupakan film yang menjadikan isu gender sebagai elemen kunci dari plotnya. Seperti yang telah umum diketahui, bahwa konstruksi gender pada negara dengan budaya ketimuran sangat erat berkaitan dengan pembentukan peran laki-laki untuk menjadi pekerja dan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga. Film ini seakan-akan memberikan gambaran terhadap jawaban dari pengandaian: "apa yang terjadi jika peran tersebut ditukar?" sehingga tokoh utama dari film ini, yakni Kabir sebagai suami dan Kia sebagai istri, memiliki peran yang sangat berlawanan dengan konstruksi gender padaa adat ketimuran, dimana Kabir berperan sebagai ibu rumah tangga sepenuhnya dan Kia berperan sebagai seorang pekerja yang bertugas untuk membiayai segala kebutuhan rumah tangga. Seiring berjalannya cerita, film ini mencoba untuk menyiratkan pesan kepada para penontonnya bahwa peran laki-laki dan perempuan sangat bisa untuk ditukar dalam kehidupan berumah tangga dan hal tersebut tidak ada bedanya dengan kondisi rumah tangga konvensional, dimana laki-laki yang menjadi pekerja dan perempuan yang menjadi ibu rumah tangga. Segala dinamika yang dihadapi akan sama dan rumah tangga akan berjalan seperti halnya rumah tangga konvensional. Tapi, ada satu hal menarik yang juga disiratkan dalam film ini, yakni terkait perbedaan antara gender dan sex (jenis kelamin). 

Di dalam film, tokoh Kabir sebagai suami digambarkan sebagaimana gambaran laki-laki ideal yang maskulin, kuat, dan berwibawa. Meskipun ia memiliki cita-cita untuk menjadi ibu rumah tangga. Hal tersebut juga diperjelas melalui dialog-dialog dalam film yang dikatakan oleh Kabir bahwa dirinya masih menyukai wanita dan tidak menyukai warna pink. Pesan tersebut disiratkan karena bagi masyarakat di negara-negara dengan budaya ketimuran, pengetahuan terhadap perbedaan sex dan gender dapat dikatakan rendah. Gender yang merupakan nurture atau berasal dari konstruksi masyarakat masih dianggap sebagai nature atau anugerah alamiah seorang ciptaan.

Namun, benarkah konsep nature dan nurture benar-benar terpisah? Apakah konstruksi masyarakat terhadap perbedaan laki-laki dan perempuan muncul begitu saja? Jawabannya, nature dan nurture sejatinya merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Asal-usul nurture muncul karena adanya nature. Pendapat ini tentunya menjadi anti-tesis dari pendapat konvensional terkait konsep nature dan nurture, bahkan melawan tujuan utama dari dicetuskannya konsep nature dan nurture. Namun, mari kita menilik lebih jauh terkait darimanakah asal-usul konstruksi gender konvensional yang saat ini dianggap kurang ideal dimulai. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa konstruksi gender yang condong ke arah 'budaya' patriarkis dimulai sejak masa revolusi agrikultur atau masa manusia mulai mengenal kegiatan bercocok tanam sebagai sumber makanan. Dimana pada masa itu, peran laki-laki adalah untuk menyediakan makanan dan peran perempuan adalah sebagai pembesar anak (child bearer). 

Jika kita kembali lebih jauh lagi ke era masyarakat berburu-meramu (hunter-gatherer), pembagian peran antara laki-laki dan perempuan sudah tercipta. Meskipun pada masa ini, pembagian perannya masih dianggap setara, karena tidak hanya laki-laki yang berperan dalam tugas untuk memenuhi kebutuhan pangan kelompok atau keluarga, namun perempuan juga. Namun, bahkan pada saat itupun laki-laki dianggap lebih pantas untuk memburu hewan buruan yang mana merupakan pekerjaan yang berbahaya. 

Anggapan tersebut tentunya muncul karena suatu alasan, tentunya alasan utama dari anggapan tersebut salah satunya adalah karena faktor biologis, dimana laki-laki pada saat itu memiliki tubuh yang lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan, sehingga ukuran tubuh mereka lebih dekat dengan ukuran tubuh hewan buruan yang akan membuat laki-laki lebih mudah untuk mengintimidasi atau melawan intimidasi hewan buruan yang bisa jadi sama besar atau bahkan lebih besar. Contoh kecil tersebut saja sudah menyiratkan bahwa sejatinya konsep nature dan nurture bukanlah dua konsep yang mutlak saling berseberangan. Karena pada dasarnya, asumsi terhadap peran laki-laki dan perempuan atau nurture muncul karena alasan biologis yang merupakan pemberian dari Tuhan atau nature.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun