Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agar Pemudik Siap untuk Mudik

17 Juni 2017   22:37 Diperbarui: 17 Juni 2017   22:42 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemudik yang menggunakan sepeda motor terjebak macet. (Foto. Dok. pikiranrakyat.com)

Kelima, pilih hari yang aman untuk mudik.

Memilih hari yang aman untuk mudik sangat disarankan bagi pemudik. Resiko kecelakaan akan semakin rendah. Pemudik yang membawa anak-anak atau pemudik yang menyandang disabilitas, bisa lebih terlindungi dan aman. 

Hari yang aman untuk mudik adalah hari-hari yang jauh sebelum Iedul Fitri. Pemudik bisa mudik sebulan atau tiga minggu sebelum Iedul Fitri. Di saat itu, kepadatan arus mudik-balik tidak terlalu padat. Selain itu, pemudik juga bisa mudik tiga minggu atau sebulan setelah Iedul Fitri di mana arus mudik-balik telah mengalami penurunan secara signifikan. 

Ketika Gagal Mudik 

Bagi pemudik yang ‘gagal merencanakan mudik’ tahun ini, sebaiknya tidak nekad mudik dan tidak berkecil hati, serta tetap merayakan hari kemenangan di mana pun berada. Apalagi salat Iedul Fitri yang menjadi salah satu tujuan utama pemudik, sesungguhnya adalah amalan sunnah dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Jangan sampai karena amalan sunnah kita tanpa sadar melakukan perbuatan yang bersifat aniaya; baik menganiaya diri sendiri ataupun menganiaya orang lain.   

Karena itu, kita tidak harus menunaikan salat Iedul Fitri di kampung halaman, tapi bisa diselenggarakan di belahan bumi mana pun. Bukankah di mana pun kita berada; kita ‘berdiri di hadapan’ Tuhan? Bila para Muslim Indonesia bisa menyelenggarakan salat Iedul Fitri di negara-negara mayoritas komunis (atheis) seperti Rusia atau negara konflik seperti Palestina, mengapa Muslim Indonesia tidak bisa menyelenggarakan salat Iedul Fitri di bumi Indonesia yang mayoritas Muslim dan jauh dari zona perang? 

Untuk tetap menjadikan Hari Iedul Fitri sebagai momen terindah untuk maaf-memaafkan, pemudik yang belum berkesempatan untuk mudik tahun ini, bisa saling berkirim kartu lebaran. Meskipun tersedia banyak aplikasi ‘kartu lebaran’ di media sosial, kartu lebaran yang dikirim melalui pos akan lebih otentik, bisa disimpan bertahun-tahun, dan menjadi arsip keluarga.      

Meskipun Hari Iedul Fitri hanya satu hari, sebagian besar amal atau sunnah yang ditunaikan pada hari itu, seperti bermaaf-maafan dan menyambung (mempererat) hubungan kekeluargaan, sesungguhnya bisa dilakukan setiap hari. Betapa indahnya bila setiap hari kita kembali fitri atau pada kembali suci.

Pada konteks yang lebih luas, semua bangsa Indonesia adalah bersaudara dan satu keluarga. Betapa indahnya setiap hari kita silaturrahim untuk menyambung atau mempererat benang-benang kekeluargaan sebangsa dan se-Tanah Air. Bila kita memelihara semangat Iedul Fitri setiap hari, niscaya Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang rukun, damai, harmoni, dan toleransi. Dengan demikian, kita akan terhindar dari upaya oknum-oknum tertentu yang memanipulasi agama Islam untuk memecah belah NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun