Mohon tunggu...
Sulastri
Sulastri Mohon Tunggu... Akuntan - "The best preparation for tomorrow is doing your best today" 💜

Mahasiswi Program Study Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

OPINI | Ferdian Paleka dan Produk Masyarakat Kita

19 Mei 2020   23:09 Diperbarui: 19 Mei 2020   23:26 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mediaharapan.com/prank-humor-norak-abad-ini/

Video prank pembagian kardus sampah kepada transpuan di Bandung dan pembunuhan Mira semakin menegaskan, masyarakat kita sedang tidak sehat. Masyarakat kita mengalami sakit penyakit akut dalam memandang kelompok masyarakat yang berbeda orientasi seksual. Dari rahim masyarakat kita telah melahirkan beraneka kekerasan dan kebengisan. Bukankah Paleka muncul juga sebagai produk masyarakat kita yang doyan prank?

Para artis, seleb dan youtuber berlomba-lomba memproduksi video prank. Dan hampir semua video begituan tidak ada nilainya, tidak mendidik dan justru membodohi. Tetapi, video macam itu pula yang disukai banyak orang, diviralkan dan menginspirasi anak-anak.muda lainnya untuk melakukan hal serupa.

Tidak hanya di kanal youtube. Hari-hari ini jamak kita saksikan "postingan-postingan sampah" menghiasi lini masa media sosial kita. Orang suka membebek pada postingan orang lain. Tidak perlu postingan yang bagus, semakin konyol dan tolol justru semakin laku. Persis seperti dunia persinetronan kita.

Ferdian Paleka lahir dari komunitas masyarakat begitu. Masyarakat yang tidak menjunjung budaya mengejar mutu, masyarakat yang tidak mengutamakan empaty. Ia tumbuh di tengah masyarakat yang suka hal-hal konyol, masyarakat yang mencintai kebodohan. Sayangnya, jika dulu orang melakukan prank tanpa jejak rekam digital, Paleka lahir di era millenial.

Media sosial dan youtube menjadi alat yang membekaskan jejaknya. Apapun yang diproduksinya, apapun yang disebarkannya bisa dilacak. Itulah satu hal yang mungkin tidak ia sadari. 

Namun terlepas dari perbuatannya yang tidak dibenarkan itu, mendadak muncul gerakan empaty masyarakat secara komunal. Orang-orang tergerak berdonasi dan membagikan makanan kepada kelompok transpuan. Orang-orang bahkan mendatangi kontrakannya, polisi berjaga-jaga sana. Satu hal yang tidak pernah kita bayangkan

Bahkan pada kasus paling sadis seperti pembunuhan waria bernama Mira itu pun, tidak ada kita dengar gerakan demikian. Tidak ada orang yang tergerak lalu secara bersama-sama membangun kekuatan untuk menyeret para pelaku ke penjara. Tidak ada! Apa sesungguhnya yang terjadi ini membuat kita berpikir kembali tentang makna kemanusiaan. Masyarakat kita hari ini seperti bermuka ganda.

Kasus Mira dan laku Paleka membawa kita kembali pada satu perenungan mendalam. Sesungguhnya apakah kita membenci Paleka? Ataukah kita sendiri yang menciptakannya di alam bawah sadar kita?

Boleh jadi Paleka akan dihukum kurungan lalu ia bertobat. Tetapi alam pikiran kita apakah telah merdeka dari homophomia dan transphobia? Apakah kita masih akan terus membangun stigma dan menciptakan beragam disinformasi untuk menyudutkan dan menjatuhkan kelompok LGBTIQ?

Mungkin pertanyaan sederhananya: apakah kita telah bisa memandang, menerima dan memperlakukan kelompok LGBTIQ sebagai sesama manusia? Bisakah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun