Mohon tunggu...
Sulasmi Kisman
Sulasmi Kisman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Ternate, Maluku Utara

http://sulasmikisman.blogspot.co.id/ email: sulasmi.kisman@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Catatan FGD, Lautan Plastik dan Ancaman Ekologi

29 Maret 2019   23:31 Diperbarui: 30 Maret 2019   00:09 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Sperma, Infografik Kompas

Yang lebih dikhawatirkan masalah plastik akan lebih serius kedepan. Karena mikroplastik pun akan terus terdegradasi dan sampai saatnya akan berubah menjadi nanoplastik. Partikel ukuran sangat kecil ini dikhawatirkan akan meningkatkan konsentrasi polutan pada rantai makanan kita.

Sampah Plastik dari Kacamata Sosiologi

Dr. Herman Oesman cenderung melihat permasalahan sampah dari sisi sosiologis: Budaya Masyarakat dalam "Sampah Plastik" atau Budaya Membuang Sampah Sembarangan. Ada 3 pertanyaan yang menjadi point penting: (1) Berapa lama masyarakat pesisir mengenali sampah plastik?; (2) Apakah budaya dan perilaku kita bisa berubah?; (3) Bagaimana laut diperlakukan sebagai "rumah" bagi kehidupan masa depan?

Ternate merupakan wilayah pesisir yang memiliki permasalahan sampah cukup kompleks. Tahun 2012, Dr. Herman Oesman dan Abdullah Dahlan menulis salah satu buku berita: Ternate yang Meluruh. Bagian keempat didalam buku tersebut memuat Penertiban dan Problema Sampah di Kota Ternate. 27 April tahun 2011, Malut Post melansir berita tentang pedagang di Pasar 1000 Kios yang terpaksa membuang sampah ke laut. Alasannya hanya karena belum tersedianya bak sampah di sekitar area pasar. Nah bagaimana dengan saat ini? Masih tetapkah sama?

Sementara memberlakukan laut sebagai tempat pembuangan akhir merupakan cara pandang yang sangat keliru. Namun mindset ini sepertinya sulit dieliminasi jika sudah mendarah daging di dalam kehidupan masyarakat kita. Budaya semacam ini seperti sudah menjadi perilaku kolektif masyarakat.

Dr. Herman Oesman, juga menyebutkan looking glass self. Teori yang berkaitan dengan prinsip psikologi sosial oleh Horton Cooley, tahun 1902 mengenai: bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya sendiri atas dasar sikap dan perilaku orang lain terhadapnya. Dalam hemat penulis, seseorang akan cenderung mengikuti perilaku membuang sampah sembarangan jika masyarakat di lingkungannya juga masih membudayakan perilaku yang serupa. Mungkinkah keliru?

Wilayah pesisir memiliki kearifan lokal laut. Laut bagi masyarakat pesisir merupakan rahim yang dapat memberikan rejeki dan penghidupan sehingga laut perlu dipelihara, dijaga dan dilindungi sebaik-baiknya. Bahkan menurutnya masyarakat Ternate memiliki 3 batas laut yaitu: ngolo sehe (laut dangkat); ngolo ngido (laut bagian tengah) dan ngolo lamo atau laut lepas.

Sekilas pembagian itu tak jauh berbeda dengan batasan laut yang kita kenal secara umum. Namun sejatinya kearifan lokal yang dibuat ini tidak sekadar tentang batas teritori semata melainkan sebuah kebijakan untuk memahami laut yang senantiasa memberikan penghidupan bagi masyarakat. Budaya membuang sampah ke laut sesuaikah dengan kearifan lokal kita?

Dr. Herman Oesman melanjutkan bahwa penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pesisir sepertinya patut disoal. Bayangkan saja pembungkus makanan, terbuat dari plastik atau berbahan plastik. 

Belum lagi dengan yang lain-lainya. Terbersitkah sepintas, mengapa tidak menggunakan daun pisang saja sebagai pembungkus makanan? Atau menggunakan daun-daun yang lain yang lebih degradable? Padahal masyarakat wilayah pesisir melekat dengan kearifan lokal, salah satunya penggunaan daun pisang itu. Lalu gerakan menggunakan daun pisang mungkinkah bisa direalisasikan?

Pada endingnya yang menjadi point adalah membangun kesadaran diskursif bagi masyarakat dan semua, tak terlepas itu pemerintah, swasta atau industri, LSM dan komunitas-komunitas lainnya. Menambah kesadaran akan pentingnya lingkungan akan berbuah pada kondisi ekologi yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun