Mohon tunggu...
Sukardi Gau
Sukardi Gau Mohon Tunggu... Swasta -

Masih tahap pembaca, pernah belajar di Institute of the Malay World and Civilization, Universiti Kebangsaan Malaysia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Asing dan Bahasa Indonesia Tidak Formal

30 Oktober 2013   17:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:49 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada Kongres Bahasa Indonesia ke-10 di Jakarta kali ini, saya menangkap satu pernyataan menarik dari Prof. Bernd Nothofer, ahli linguistik historis komparatif, mengenai situasi penggunaan bahasa Indonesia saat ini [mudah-mudahan "tidak salah tangkap"]. Beliau mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat dua ragam bahasa Indonesia yang berkembang saat ini, yaitu (1) ragam bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan (2) ragam bahasa tidak formal. Menurutnya, ragam bahasa tidak formal inilah yang paling umum digunakan atau dituturkan masyarakat kita sehari-hari.

Dengan alasan itu pula, Pengajar bahasa Indonesia di Department of Southeast Asian Studies, University of Frankfurt ini kemudian menekankan bahwa kita hendaknya jangan mengabaikan bahasa tidak formal ini. Alasannya sederhana saja bahwa pada kenyataannya memang bahasa tidak formal inilah yang menjadi bahasa utama dalam interaksi dan komunikasi saat ini. Bahkan, dalam keadaan tertentu, kadang-kadang ragam ini juga telah membatasi ruang berkembangnya bahasa daerah.

Indonesia Center BFSU (Beijing Foreign Studies University). www.http://lspiki.com

Dalam kongres ini pula, Prof. Nothofer mengusulkan untuk memperkenalkan bahasa tidak formal kepada para pelajar asing yang belajar bahasa Indonesia dalam level tertentu [misalnya, dalam buku akhir buku pelajaran]. Sekali lagi, pada level tertentu atau pada tahap akhir pengajaran bahasa Indonesia. Itupun dengan catatan apabila bahasa Indonesia mereka sudah baik.

Alasan beliau sangat sederhana sebab dalam praktiknya biasa ditemui beberapa mahasiswa yang belajar bahasa Indonesia di Jerman agak susah berbahasa Indonesia di Indonesia. Mereka kadang kesulitan, karena pelajaran bahasa Indonesia yang dipelajari di Perguruan Tinggi rupanya berbeda dengan bahasa Indonesia yang dituturkan sehari-hari.

Walaupun begitu, Nothofer tetap bersikukuh bahwa mahasiswa Jerman itu sejatinya tetap mempelajari ragam bahasa formal sampai menguasainya secara aktif, artinya sampai bisa memakainya dengan lancar. Bahasa tidak formal (kolokial) sehari-hari akan bisa dipelajari ketika mahasiswa itu sudah lama tinggal di Indonesia. Singkat kata, ragam ini tidak perlu dikuasai dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada tahap awal.

Pandangan yang sedikit “ekstrim” diungkapkan oleh James N. Sneddon (Colloquial Jakartan Indonesian, 2006) bahwa palajar asing yang belajar bahasa Indonesia harus menguasai ragam formal dan informal sekaligus karena kedua-duanya diperlukan untuk komunikasi efektif. Sneddon mengungkapkan bahwa keadaan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing sekarang ini telah memaksa mahasiswa asing menggunakan bahasa resmi dalam situasi tidak formal manakala berkomunikasi dengan penutur bahasa Indonesia. Bahkan, menurutnya, membatasi pembelajaran pada ragam resmi memberikan pandangan menyimpang mengenai pemakaian sebenarnya. Lebih kurang seperti inilah pandangan Sneddon sebagaimana yang tertuang dalam makalah Nothofer (2013).

Yang menarik, pandangan sedikit berbeda diungkapkan oleh Prof. James T. Collins. Pakar linguistik Indonesia dan penulis buku Bahasa Melayu Bahasa Dunia ini secara tegas menyatakan bahwa dikotomi seperti itu tidak serta-merta dapat diterima sebab isunya adalah masalah pendidikan. Maknanya, kalau orang Jerman tidak bisa berbicara dengan orang Indonesia secara baik berarti materi dan metode pendidikannya yang salah. Wallahu alam!

Selamat berkongres bahasa Indoneasia X!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun