Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kang Pepih, Kalau Bisa Dipersulit Kenapa Dipermudah?

30 Juli 2013   22:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:49 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_269702" align="aligncenter" width="670" caption="Ilustrasi (coretanridwan.blogspot.com)"][/caption]

SETIDAKNYA ada dua jargon yang sangat terkenal di Indonesia, dan biasa dipraktekkan masyarakatnya. Jargon yang pertama: Kalau bisa gratis kenapa harus bayar?". Dan yang kedua: Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?"

Jargon kedua ini kelihatannya bakal berlaku di Kompasiana.

Semua berawal dari ditahbiskannya sebuah tulisan menjadi HL. Belakangan, entah karena alasan apa, si penulis melakukan editing total sehingga substansi tulisannya juga berubah total. Karena sudah diedit, secara kualitas tulisannya tak layak lagi masuk HL.

Rupanya, ada pihak yang kemudian mengkritisi para admin: Tulisan seperti itu kok masuk HL?

Belakangan, kang Pepih membuat tulisan yang intinya menyatakan tidak etis sebuah tulisan yang masuk HL lalu diedit. Pertimbangan etis-tidaknya sebenarnya lebih karena admin dirugikan. Sebagai jalan keluar, pihak admin berencana mengunci semua tulisan yang didaulat masuk HL. Artinya, tulisan yang terpilih masuk HL tak bisa diedit seenaknya oleh si penulis. Jika penulis ingin mengedit, harus menghubungi admin terlebih dahulu.

Dalam komentar di tulisan kang Pepih saya bilang, sebenarnya solusi untuk hal seperti itu sangat sederhana. Jika ada tulisan yang masuk HL dan kemudian diedit penulisnya sehingga secara substansi kualitasnya tak layak, admin tinggal menggantinya dengan tulisan yang lain. Habis perkara. Dan simpel.

Tapi rupanya, pihak admin enggan melakukan hal simpel itu dan memilih langkah yang lebih rumit. Yakni mengunci tulisan. Saya tak paham soal kunci mengunci tulisan tapi pasti ada kode khusus yang diselipkan. Mungkin juga software. Jadi, pada setiap tulisan yang terpilih masuk HL, admin akan menyelipkan kodenya.

Jika si penulis A yang tulisannya terpampang di HL ingin mengedit, dia harus menghubungi admin (mungkin via inbox). Admin lalu membuka kunci, dan menghubungi penulis bahwa editing bisa dilakukan. Jika editing selesai, penulis menghubungi admin (lagi), dan admin mengunci tulisan.

Langkah yang sama dilakukan jika penulis B yang tulisannya masuk HL juga ingin mengedit. Si B menghubungi admin, admin membuka kunci, admin balas menghubungi B, B usai mengedit kemudian menginformasikan bahwa tulisan siap dikunci, dan admin kembali mengunci.

Bagaimana jika penulis C dan D juga melakukan hal yang sama? Kerepotan yang sama akan terulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun