Mohon tunggu...
Akhmad Sujadi
Akhmad Sujadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Enterpreneur

Entepreneur

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketika Negara Menjual BUMN

8 Oktober 2017   07:55 Diperbarui: 8 Oktober 2017   09:05 4454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dok. Kementerian BUMN

Publik tentu belum lupa ketika sebuah rezim menjual BUMN strategis, PT. Indosat. Perusahaan telekomunikasi itu kini telah berpindah tangan dari satu pemilik ke pemilik lainya, dan ujung-ujungnya jatuh ke tangan asing.  Penjualan aset BUMN kini terusik kembali ketika Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta kepada pemeritah untuk menjual kembali beberapa BUMN, yang paling diminati swasta melalui Kadin, adalah  BUMN jalan tol.

Permintaan Kadin kepada presiden secara langsung merupakan pengulangan dari permintaan Menteri Kordinator Kemaritiman (Menko Kemaritiman) Luhut  Bismar Panjaitan  agar BUMN mengurangi peran di sektor ekonomi, tidak mengerjakan seluruh bisnis dar A-Z melalui anak dan cucu perusahaan. (wawncara Smart FM 7/10). Permintaan itu  wajar, karena  sejak dipegang Rini M. Soemarno BUMN terus membaik seiring perbaikan kinerja perusahaan pelat merah ini.

Sinergi BUMN yang digagas Rini, professional yang pernah memimpin ASTRA dan  sering diekpose media, rupanya menjadikan swasta takut kepada BUMN. Dengan sinergi maka BUMN  akan mengambil seluruh peran dalam ekonomi negara. Kehandalan BUMN konstruksi dalam pembangunan waduk, jalan tol, perkeretaapian  dan berbagai proyek pemerintah membuat  bulu kuduk Kadin khawatir tidak mendapatkan pekerjaan. Sehingga mereka melontarkan isu agar BUMN dijual kepada swasta.

Sejarah mencatat beberapa BUMN mengalami pasang surut dalam perjuangan bersama pemerintah dalam membangun negara ketika negara ini baru merdeka. Sejak merdeka BUMN  menjadi tulang punggung perekonomian Negara. Hampir seluruh BUMN yang kini berjumlah   118 terlibat dalam perjuangan memperkokoh negara pasca merdeka. Kondisi ekonomi yang saat itu masih belum stabil, menjadikan  pemerintah mengandeng  BUMN bahu membahu membangun negara.

Bayangkan saat itu Indonesia baru merdeka dan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahan super besar ex  perusahaan Belanda. Tak terbayangkan, ketika negeri ini baru merdeka, kaum professional belum tersedia cukup harus mengelola perusahaan besar. Namun demikian keterbatasan menjadikan insan BUMN  dapat mengabdikan diri untuk bangsa dan negara. Para pendahulu kita hanya bermodal semangat  juang  menerima warisan mengelola perusahaan, sehingga pada saat itu kondisi BUMN belum memberikan kontribusi laba karena memiliki misi menstabilkan ekonomi negara.

Banyak kisah perusahaan plat merah  menjadi alat negara untuk membantu pemerintah dalam membangun  perekonomian, salah satunya pemertaan penduduk dengan program transmigrasi. Program transmigrasi di era Soeharto menjadi agenda Repelita, rencana  pembangunan lima tahun.  Perusahaan pelayaran nasioanal PT. PELNI saat itu  menjadi tulang punggung angkutan transmigrasi, maklum saat itu perusahaan penerbangan juga masih minim dan belum terkoneksi ke seluruh pelosok Nusantara.

Kemudian ketika Presiden Soekarno memiliki gagasan membangun monumen nasional yang dikenal dengan Monas,  Soekarno juga menugaskan kepada Hutama Karya (HK) untuk mengerjakan proyek monumental itu. Demikian juga pembangunan gedung MRP/DPR  dan terakhir Simpang Susun  Semanggi juga dikerjakan BUMN Wijaya Karya. Pada masa Jokowi, hampir seluruh BUMN karya mendapat penugasan beberapa ruas jalan tol yang dikerjakan swasta dan tak selesai. Jalan tol Bekasi-Cakung-Kampung Melayu (Becakayu)  yang mangkrak, dapat selesai dalam beberapa tahun dan  sebentar lagi diresmikan. Ini  bukit peran besar BUMN berkontribusi kepada negara.

Peran besar BUMN dalam mengerjakan bermacam-macam proyek tentu tidak dikerjakan sendiri, namun sudah pasti BUMN itu bermitra dengan ratusan perusahaan swasta sebagai penyedia jasa  atau pemasok berbagai kebutuhan proyek. BUMN tidak dapat mnegerjakan sendiri pekerjaannya  tanpa kemitraan dengan swsata, hal ini tentu menunjukan bahwa BUMN tidak memonopoli pekerjaan proyek.

BUMN juga tidak dengan mudah mendapatkan proyek-proyek yang dilelang pemerintah, mereka mampu  persaing dan memenangkan serta mendapat pekerjaan secara sehat. Kemenangan lelang  karena BUMN saat ini telah menerapkan prinsip-prinsip  GCG yang ketat. Selain itu peralatan canggih  dan kemampuan SDM BUMN  juga menjadi faktor penentu kualitas pekerjaan proyek yang dikelola  atau dikerjakan BUMN.

Permintaan swasta agar  pemerintah menjual BUMN  merupakan upaya pengkerdilan peran BUMN pada ekonomi negara. Apalagi BUMN yang diminta dijual BUMN merupakan BUMN yang memegang peran besar dalam transportasi, tentu menjadikan peran negara dalam pengaturan jalan tol menjadi terkekang  bila BUMN-BUMN jalan tol dijual ke swasta. Jalan tol memiliki lahan yang sangat luas, swasta meminati BUMN jalan tol tidak boleh dipandang remeh.

Nasionalisasi perusahaan Belanda sebagai cikal bakal BUMN memang bergerak di hampir seluruh ekonomi. Ada Garuda Indonesia di transportasi udara. Ada PELNI di transportasi laut. Ada perusahaan garam, perminyakan, gas, pupuk, semen, perusahaan perdagangan, perkebuanan dan lainnya. Perusahaan-perusahaan BUMN  kini dikelola lebih  professional seiring masuknya para professional negeri ini menjadi  CEO BUMN. Tentu saja hasilnya jauh lebih bagus dan memberikan kontribusi peningkatan pelayanan dan  laba kepada negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun