Potensi Energi Nuklir Thorium dari Alam Indonesia
Â
Dr.-Ing. Suhendra. Mantan peneliti Federal Institute for Material Research and Testing, Germany. Saat ini sebagai konsultan, dosen Teknik Kimia Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan staff bidang Kebumian dan Energi, Persatuan Insinyur Indonesia.
Kemandirian energi menjadi isu krusial yang berkali-kali disampaikan oleh Presiden Prabowo sebagai prioritas nasional. Â Dengan tantangan perubahan iklim dan kondisi geopolitik yang banyak menimbulkan ketegangan antar negara, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Kebutuhan tersebut juga seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri. Untuk mencapai ketahanan energi, Indonesia harus memanfaatkan sumber daya energi yang tersedia secara optimal, termasuk eksplorasi dan pengembangan energi nuklir. Gagasan besar pemanfaatan nuklir untuk kemandirian energi nasional tersebut beberapa waktu lalu ikut disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy.Â
Salah satu potensi energi nuklir yang belum dimanfaatkan secara maksimal adalah thorium, unsur radioaktif yang lebih melimpah dibandingkan uranium dan dianggap lebih aman serta berkelanjutan dalam jangka panjang. Thorium dan uranium adalah dua unsur utama yang dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir, tetapi keduanya memiliki karakteristik yang berbeda. Thorium (Th-232) lebih melimpah di kerak bumi dibandingkan uranium (U-238 dan U-235). Cadangan thorium di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 100.000 ton, lebih banyak dibanding cadangan uranium. Potensi endapan thorium banyak ditemukan di daerah penghasil mineral monasit seperti Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Sumatra, sementara uranium lebih banyak terkonsentrasi di Papua, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Dengan jumlah yang lebih besar dan distribusi geografis yang lebih luas, thorium berpotensi menjadi alternatif bahan bakar nuklir yang dapat dikembangkan untuk mendukung ketahanan energi nasional.
Salah satu perbedaan utama antara thorium dan uranium adalah kemampuannya dalam mengalami fisi nuklir. Uranium-235 adalah isotop fisiil yang dapat langsung digunakan dalam reaktor nuklir, sementara Uranium-238 dapat diubah menjadi Plutonium-239 (Pu-239) yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir atau bahkan senjata nuklir. Sebaliknya, thorium-232 sendiri bukan isotop fisiil, tetapi dapat menyerap neutron dan berubah menjadi Uranium-233 (U-233) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir. Proses ini menjadikan thorium lebih efisien dalam jangka panjang karena hampir seluruh thorium yang tersedia dapat dikonversi menjadi energi.
Dari segi keamanan dan non-proliferasi nuklir, thorium lebih unggul dibandingkan uranium. U-233 yang dihasilkan dari thorium lebih sulit digunakan untuk pengembangan senjata nuklir, berbeda dengan uranium yang isotopnya U-235 dan dapat dengan mudah dimanfaatkan dalam pembuatan senjata. Hal ini menjadikan reaktor berbasis thorium lebih aman dan tidak menimbulkan risiko tinggi dalam hal proliferasi nuklir, sehingga dapat diterima lebih luas dalam komunitas internasional.
Oleh karenanya, thorium memiliki keunggulan dalam konteks non-proliferasi nuklir karena proses penggunaannya dalam reaktor tidak menghasilkan isotop U-235 dan isotop plutonium (Pu-239) dalam jumlah signifikan. Kedua isotop tersebut umumnya identik digunakan dalam senjata nuklir. Berdasar hal ini menjadikan thorium sebagai alternatif energi nuklir yang lebih aman dibanding uranium dalam konteks geopolitik dan keamanan dunia.
Singkatnya, non-proliferasi nuklir adalah kebijakan global untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, dengan tetap mendorong penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai seperti pembangkit listrik dan penelitian ilmiah.
Selain itu, reaktor berbasis thorium menghasilkan limbah radioaktif yang lebih sedikit dibanding uranium. Limbah yang dihasilkan dari reaktor thorium memiliki tingkat radioaktivitas yang lebih rendah dan waktu paruh yang lebih pendek dibandingkan limbah uranium. Dengan demikian, masalah pengelolaan limbah nuklir dapat diminimalkan, menjadikan thorium sebagai bahan bakar nuklir yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.