Mohon tunggu...
Maulana Hasan
Maulana Hasan Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mahasiswa Psikologi UMS Semester 1

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kebiasaan Makan Sembari Menonton Tontonan (TV, Ponsel, Tablet) : Dalam Lingkup Biopsikologi

20 Oktober 2025   11:27 Diperbarui: 20 Oktober 2025   11:27 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam era digital saat ini, kegiatan makan sembari melihat sebuah  tontonan sudah menjadi hal umun di kalangan remaja hingga yang beranjak dewasa. Tontonan itu bisa  berasal dari berbagai platform seperti Youtube, Tiktok, sampai Instagram dan dari media apapun. Sebagian besar orang yang terbiasa melakukan kegiatan ini akan merasa ada yang kurang, jika tidak ditemani dengan tontonan yang menarik baginya. Sekilas, kebiasaan ini terlihat tidak berbahaya dan normal. Namun, jika kita amati dari sudut ilmiah (terutama dari sudut pandang Biopsikologi)  ternyata, melibatkan berbagai unsur-unsur didalam tubuh dan juga dari sisi Psikologi juga. Seperti peran beberapa hormon, reward system pada otak, dan tingkat fokus serta kesadaran kita.

Di saat seseorang makan sembari menonton tontonan dari media atau platform manapun, tubuh kita akan mengalami beberapa gangguan pada hormon-hormon  yang mengatur nafsu makan. Dua hormon yang terlibat dan terganggu yaitu, Gherlin (hormon pemicu rasa lapar) dan Leptin (hormon pengatur rasa kenyang). Saat fokus kita berpindah dari makanan ke tontonan yang kita tonton (yang menarik), maka sinyal tubuh yang biasanya memberi tahu kita saat lapar dan kenyang akan terganggu dan tidak dapat dirasakan sacara baik. Hal ini terjadi karena, sedari awal kita melakukan kegiatan makan sudah diawali dengan rangsangan visual dari tontonan itu. Penelitian yang diterbitkan di The American Journal of Clinical Nutrition (Robinson et al., 2013) menemukan jika orang yang makan dengan ditemani menonton tontonan akan mengkonsumsi hingga 15--20% lebih banyak kalori dibanding mereka yang makan tanpa gangguan visual (tontonan tersebut). Hal ini menunjukkan ke kita, bahwa perhatian terhadap tontonan bisa menurunkan kesadaran terhadap jumlah makanan yang masuk ke tubuh kita.

Selain dua hormone tadi, aspek kognitif seperti fokus (Attention) dan kesadaran (Consciousness) juga berperan penting dalam kegiatan ini. Dalam kondisi normal, otak bagian depan (prefrontal cortex) yang bertugas mengatur perhatian dan pengambilan keputusan akan cenderung lebih fokus ke satu hal. Namun, disaat seseorang menikmati tontonan yang menarik, otak lebih memprioritaskan stimulus visual dan emosional dari layar serta tontonan yang kita lihat dibandingkan dengan sensasi rasa dari makanan. Akibatnya, aktivitas makan menjadi semi-otomatis atau tidak sepenuhnya kita sadari. Fenomena ini dikenal dengan istilah automatic eating behavior, yang menyebabkan seseorang bisa terus menerus makan tanpa benar-benar memperhatikan rasa dan jumlah makanannya.

Penelitian oleh Nepusz, T., & Szemerszky, R. (2015) menjelaskan ke kita jika, gangguan perhatian yang terjadi selama makan (seperti menonton televisi, berbicara, atau berjalan) dapat memengaruhi seberapa banyak seseorang mengonsumsi makanan. Bahkan, para partisipan dipenelitian itu yang makan sambil berjalan mengonsumsi hingga lima kali lebih banyak cokelat dibandingkan mereka yang makan tanpa distraksi apapun. Dari temuan ini, bisa memperkuat konsep bahwa perhatian yang terpecah dan terdistraksi ke hal lain saat makan dapat menurunkan kesadaran terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang.

Dari sisi Neurobiologis, untuk sistem reward (penghargaan otak) ikut berperan besar dalam membentuk kebiasaan ini. Ketika seseorang menonton tontonan yang menarik, otak akan melepaskan zat kimia yang menciptakan perasaan senang dan puas (Dopamine). Proses serupa juga terjadi disaat kita memakan makanan yang lezat dan nikmat. Ketika kedua aktivitas ini dilakukan secara bersamaan, otak akan mengalami penguatan ganda (Double Reinforcement). di mana, dopamine dilepaskan dari dua sumber stimulus sekaligus dan membuat dopamine keluar        lebih banyak dari biasanya.

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Frontiers in Behavioral Neuroscience (Volkow, Wise, & Baler, 2017), kondisi ini memperkuat yang namanya reward loop (lingkaran hadiah) di otak. Sehingga otak kita mulai mengasosiasikan kenikmatan yang dirasakan pada kegiatan makan sembari menonton tontonan menarik. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat menyebabkan seseorang merasa sulit menikmati makanan tanpa ditemani menonton hal yang menarik baginya. Hal ini mirip dengan pola mild addiction (kecanduan ringan), yang terjadi ketika melakukan perilaku atau kebiasaan yang terbentuk karena penguatan ganda didalam otak (seperti kebiasaan makan sembari menonton tontonan menarik).

Dan dari beberapa penelitian dalam ranah Psikologi, perilaku atau kebiasaan ini bisa terbentuk dari proses pembiasaan sejak kecil. Anak-anak yang dibiasakan menonton agar mau makan lebih cenderung membawa kebiasaan tersebut hingga ia dewasa. Dalam konteks biopsikologi, hal ini merupakan contoh dari classical conditioning dimana netral stimulus (tontonan itu) bisa berubah menjadi unconditional stimulus (memicu respons yang diinginkan) karena, otak memproses dan belajar menggabungkan dua hal berbeda (makanan dan tontonan) sebagai satu paket kesenangan. Studi oleh American Psychological Association (APA, 2019) juga menyoroti bahwa pembentukan kebiasaan makan yang dikaitkan dengan stimulus visual dapat memengaruhi cara otak memproses rasa kenyang serta kepuasan makan.

Dan dari studi terbaru oleh Garg, N., Wansink, B., & Inman, J. J. (2025) dalam Nutrients Journal menjelaskan bahwa menonton televisi saat makan meningkatkan jumlah asupan kalori secara signifikan, terutama pada makanan yang tinggi lemak dan gula. Dari penjelasan tadi, dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas disistem dopaminergic (pelepasan dopamin yang bisa mempengaruhi fungsi tubuh) otak selama terkena paparan visual yang menyenangkan (tontonan yang dilihat). Ada lagi studi lain oleh La Marra et al. (2020) juga menemukan penggunaan ponsel/handphone saat seseorang makan, akan meningkatkan jumlah asupan kalori makanan daripada seseorang makan tanpa distraksi (visual/tontonan menarik). Dari penjelasan tadi, dapat memperkuat konsep distraksi visual dan kognitif yang ternyata menurunkan kesadaran penuh terhadap sinyal kenyang dan perasaan kita saat makan.

Pada akhirnya, makan sambil menonton tontonan bukan sekadar kebiasaan modern dan hal umum, tetapi juga cerminan interaksi antara otak, hormon, dan perilaku manusia. Dari sisi Biopsikologi, fenomena ini menunjukkan betapa erat hubungan antara pikiran dan tubuh kita dalam setiap tindakan sederhana yang kita lakukan sehari-hari. Dengan memahami dasar ilmiah di baliknya, kita bisa belajar untuk menikmati makanan dengan lebih sadar dan bukan hanya sekadar mengikuti kebiasaan yang sudah terbentuk oleh sistem reward otak.

Dan semoga kegiatan itu tidak berkembang menjadi hal negative, karena bisa mengarah ke arah kecanduan gadget, padahal awalnya hanya untuk sarana menemani disaat makan. Namun, kita tidak akan tahu bagaimana untuk kedepannya dan alangkah baiknya kita sadari sejak awal. Untuk para orang tua, semoga dapat memahami secara baik akan Esai ini. Sebab, jika sedari awal sudah dibiasakan melakukan kegiatan itu ke anak, maka si anak akan lebih mudah secara langsung mengingat dan mempelajari kegiatan itu hingga ia dewasa (baik dari cara mendapatkan dan alasan apa yang dibutuhkan).

Daftar Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun