Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Kok Ngamen? Kisah Kegigihan Handono Pagi dan Malam

3 Oktober 2014   18:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:30 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pantai, laut, cagar alam, dan aneka kehidupan khas nelayan, menghiasi keseharian Pangandaran. Namun yang tak kalah menonjol yaitu suasana wisata pantai. Meski perlu banyak ditata, dan dikembangkan, pada Sabtu-Minggu dan pada bulan-bulan tertentu wisatawan nusantara maupun mancanegara tumpah-ruah di sini.

Hotel, penginapan, kafe dan restoran laris-manis, dan bersamaan dengan itu masyarakatpun mendapatkan mata pencahariannya. Handono salah satuyang memanfaatkan kesempatan itu. Ngamen, untuk sebutan yang lebih keren dari manggung sebagai pemusik dan penyanyi, memberinya peran yang sama sekali berbeda antara pagi dengan malam.

Jika anda berkesempatan berwisata ke Pangandaran, khususnya pada Jumat dan Sabtu malam, datanglah ke Bamboo Beach Café. Kafe itu berada di pesisir di jalan Raya Pantai Barat Pangandaran. Di sana tersedia hidangan khas pantai, ditambah sajian grup musik pimpinan Handono. Lelaki 44 tahun itu guru pada pagi hari, dan ngamen di kafe itu pada malam hari.

Guru Olahraga dan Musik

Handoko seorang guru, sejak sepuluh tahun lampau. Ia asli putra Pangandaran. Ia pernah merantau ke Jakarta dan Bogor. Menjalani aneka peran, sampaipun menjadi pengamen di terminal. Namun panggilan hidup mengajaknya kembali ke kampung halaman.

Setelah sekian lama mencari-cari pekerjaan, ia memberanikan diri menjadi guru. Ya, dengan jazah SGO-nya ia dapat menjadi guru Olahraga. Karena tuntutan tugas ia merangkap menjadi guru kesenian. Seni angklung menjadi salah satu kegemaran anak-anak. Karena alat musik itu relatif mudah dimainkan, dan selalu berlangsung dalam suasana ramai.

Handono juga menguasai beberapa alat musik, mulai gitar, organ, drum, maupun biola. Atas permintaan orangtua murid ia pun memberikan les musik di rumahnya yang sederhana, di pinggiran kota Pangandaran.

Karier Handono sebagai guru dari tahun ke tahun agaknya tidak berubah. Setelah sepuluh tahun lebih ia mengabdi statusnya belum berubah. Ia masih menjadi guru honorer, dangan uang bulanan 500 ribu rupiah. Padahal tanggungannya seoang isteri dan tiga orang anak. Maka ia pun mencari-cari tambahan penghasilan, dan pilihannya kembali pada profesi lama: mengamen.

Ngamen, Ngomong Inggris

Kala muda ia mengamen di terminal, dari bus ke bus, dari warung ke warung. Kini ia mengamen menetap pada sebuah kafe. Ia memiliki grup sendiri, dan terampil membawakan lagu-lagu irama rock, reggae, pop barat dan Indonesia. Jika ada yang minta lagu dangdut pun dinyanyikannya.

Bila tamunya cukup banyak bule, maka obrolan ringan berbahasa Inggris dilakukannya. Menyapa tamu yang baru datang, berimakasih pada tamu yang akan pergi, juga memberi kesempatan tamu untuk membuat ‘request’. Handono mengaku banyak belajar dari kafe, termasuk berbahasa asing.

Tahun 1995-1996, Pak Handono saat mengadu nasib di Jakarta pada beberapa studio rekaman, diantaranya Musika Studio dan Ramayana. Namun mahalnya sewa studio serta kekhawatiran lagunya tidak laku di jual membuatnya mundur.

Di Pangandaran, dari tahun 2004 hingga 2013 ia memiliki grup band tetap. Selain mengisi pada beberapa kafe, juga manggung pada orang hajatan. Namun grup lama itu bubar. Ada yang merasa sudah tua, yang lain bikin bikin grup sendiri, dan ada yang pindah ke kota lain. Maka dibentuklah grup baru dengan tiga orang anggota seumuran anak pertamanya, yatu antara 20 hingga 25 tahun. Tika pada drum, Riki pada gitar melodi, Hikman paa bas, dan Handono sendiri pegang gitar rhytm.

Honorarium sebagai pengisi ‘live music’ dari pukul 17.30 hingga 24.00 WIB sebesar 500 ribu rupiah. Itu harus dibagi empat. Besaran honor itu sama persis dengan honornya sebagai guru per bulan.

Beruntung pemilik Bamboo Beach Café Bayu Ari, tempatnya ngamen, berbaik hati dengan memberikannya rokok, minum dan makan gratis. Namun tidak ada waktu istirahat khusus bagi pemusik kafe. Makan minum dan merokok dharus mereka lakukan pada jeda satu lagu dengan lagu berikutnya.

14123112221673541934
14123112221673541934

Sisa Waktu, Menunggu

Untuk mendukung statusnya sebagai guru, kelak jika diangkat sebagai Pegawai Negeri, Handoko pun mengisi sisa waktu maupun kemampuan keuangannya dengan berkuliah pada Universitas Terbuka. Ia mengambil strata satu jurusan PGSD, dan insya Allah tahun 2015 selesai.

Demikianlah Handono. Pertanyaan sinis: guru kok ngamen, tidak membuatnya sakit hati. Sementara guru lain yang sudah berstatus Pegawai Negeri dengan segenap fasilitas penggajian maupun profesi mendapatkan penghasilan yang memadai; Handono bersama banyak guru honorer lain –berapa tahun pun sudah mengabdi- masih harus sabar menunggu dan menunggu kapan nasib baik itu berpihak pada padanya…!

Bandung, 2 Oktober 2014

Sumber foto Firman, Radio Picture RRI Bandung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun