Dulu, gara-gara pengumuman gaji naik, terima THR dan gaji ke-13, berdamapak pada kenaikan hariga-harga. Para ASN mendapatkan nagatifnya, terlebih juga masyarakat umur (pekerja swasta) yang tidak bersangkut-paut dengan pengumuman itu.
Dengan kata lain, sebenarnya media hanya ingin seru-seruan saja memberitakan (besar-besaran) THR dan gaji ke-13 cair. Â Tanpa diberitahu pun setiap tanggal 1 bulan baru para pegawai danpensiunan akan mendatangi bank tempat pembayaran gaji/uang pensiun mereka. Danpada saat itu itulah soal THR dan gaji ke-13 cari diumumkan. Tidak perlu gembar-gembor heboh yang tidak produktif, dan cenderung memancing kenyinyiran yang tak bertanggungjawab.
*
Tulisan alakadarnya ini tentu ditujukan kepada Kementerian Keuangan agar bijak saat mengeluarkan pernyataan kedua hal tersebut. Pernyataan soal kapan cair. Tidak perlu menyertakan media massa maupun media online. Kalau kepentingannya untuk mengumuman hitung-hitungan APBN terkait dengan pembayaran THR dan gaji ke-13 itu lakukan pada waktu lain, sebelum atau sesudah pencarian itu sendiri.
Jadi, tidak perlu bikin heboh, kecemburuan sosial, dan seterusnya. Apalagi dalam masa pendemi seperti sekarang ini, saat ekonomi sulit, saat orang-orang harus memutar otak memenuhi hajat hidup yang tidak mudah. Maka berlaku bijaklah.
ASN dan pensiunan penerima THR maupun gaji ke-13 juga dihadang dengan berbagai keperluan mendesak yang harus ditunda-tunda mewujudkannya. Untuk berbagai keperluan hidup tidak sedikit ASN yang menggadaikan gaji/uang pensiun mereka. Menerima THR dan gaji ke-13 yang utuh bagi mereka merupakan sebuah kebahagiaan tak terhingga. Itu untuk keperluan Lebaran, serta untuk anak-anak sekolah/kuliah. Selebihnya untuk menopang kesederhanaan hidup yang dilakukan dengan segenap sabar dan syukur.
Sengaja tulisan ini penulis beri judul dengan kata "detik-detik" agar terasa dramatis dan bernuansa misterius-magis. Padahal tidak ada apa-apanya. Biasa-biasa saja. Toh ASN dan pensiunan tidak mendapatkan aneka insentif yang digelontorkan Pemerintah untuk para pekerja, sektor informal, dan lainnya. Â Dan satu hal, kecuali ASN dan anggota TNI-Polri yang mampu berhemat dan berinvestasi, serta mereka yang nekat menumpuk-numpuk harta dari perilaku curang selama berdinas, sebagian besar ASN dan pensiunan hidup hemat-sederhana.
Setelah berpuluh-puluh tahun bekerja (apapun tantangan dan kendala yang dihadapi) gaji/uang pensiun yang diperoleh tidak mungkin mampu untuk hidup mewah layaknya karyawan swasta dan penguasaha sukses.
 Nah, itu saja. Sebagai seorang pensiunan, penulis merasakan betul situasinya. Wallahu a'lam. ***
Sekemirung, 31 Mei 2021 / 19 Syawal 1442
Sugiyanto HadiÂ