Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sekali Seumur Hidup, Tulislah Biografi

25 Maret 2021   17:16 Diperbarui: 30 Maret 2021   16:50 1533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis biografi menggunakkan laptop - prnewsonline.com

Dari sekelumit pengalaman yang tak seberapa di atas kiranya adalah sekadar saran, untuk para pemula seperti saya (meski usia tak lagi muda). 

Pertama, carilah sosok di sekitar kita yang "banyak ceritanya dan aneh-unik-langka". Tidak harus orang hebat, figure biasa-biasa pun lebih baik. Diamati sekilas-lintas saja orang itu. Jangan memaksakan diri mencari orang yang ideal (tenar, keren, kaya, tokoh, dst). 

Bila niat baik kita ditolak, kecewa kita. Kalau pun mau lalu hasilnya di bawah standar, malu kita. Kecewalah dia, bahkan marah. Maka terpenting, sosok itu senior dan berpengalaman, dan bersedia menjadi kelinci percobaan (dengan segenap konsekuensinya).

Kedua, mintalah curriculum vitae (riwayat hidup, data diri). Rata-rata pelamar pekerjaan punya. Terlebih orang-orang yang lulus sarjana. Bila tidak pun minta agar ia membuatnya, tertulis. 

Bila perlu bikin agak lengkap, perjalanan pendidikan-karier-pekerjaan-tugas- hobi- dan sebagainya. Lalu pelajari riwayat hidup itu, dari sana buatlah daftar pertanyaan serta urutan bab per bab (meski secara kasar). 

Ketiga, mulailah ngobrol (semacam wawancara, atau biarkan ia mendongeng). Jangan lupa ditulis poin-poin pentingnya, dan direkam meski suaranya saja.

Lanjut dengan menuliskan apa yang sudah diobrolkan, sampai hal-hal detailnya ditulis. Karena itu upayakan saat ngobrol tidak banyak menyimpang. Bila perlu si tokoh kita sudah menyiapkan catatan dan data untuk memperkaya cerita. Sangat perlu kita percaya dengan referensi

Keempat, mulailah menulis. Ikuti gaya jurnalis magang saat menulis berita: "Sebagian obrolan digunakan untuk kutipan tidak langsung, sebagian lainnya untuk kutipan langsung." 

Bedanya, kutipan tidak langsung merupakan tafsir atas ucapannya (dengan kalimat dan diksi kita sendiri yang baku). Sedangkan kutipan langsung, ya langsung comot. Lengkap dengan bahasa percakapan/gaulnya. Tinggal diberi tanda petik, " . . . . . . . . . ".

Kelima, bila tulisan selesai cepatlah konfirmasi pada tokoh kita itu. Bila tidak ada keberatan, boleh langsung diterbitkan. Bagaimana caranya? 

Nah ini, soal ini saya juga masih bingung mendapatkan jalan keluarnya. Tapi rasanya dengan penerbitan indie atau penerbit buku online-pun (disesuaikan kemampuan dompet) tak mengapa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun