Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

(Resensi) Diplomasi Para Diplomat lewat Tulisan

4 Maret 2021   23:29 Diperbarui: 5 Maret 2021   00:30 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wajah buku (Dokpri)

Wartawan Trias Kuncahyono memuji isi buku, dengan menyatakan: ". . . . . bagaikan melihat sebuah lukisan yang indah yang memberikan gambaran jelas dan lengkap (mengenai) bagaimana para diplomat menggambarkan wajah bangsa dan negara mewujudkan politik luar negeri bebas aktif, dan merealisasikan gambaran yang nyata tentang peranan Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia." (hal. sampul belakang).

*

Setiap negara menginginkan dunia dalam keadaan damai, demikian pun sejumlah negara seolah tak peduli karena ingin menguasai dunia (baik dilontarkan secara jelas maupun tersamar). Penguasaan ekonomi, iptek, seni-budaya, sampai pada pertahanan keamanan, termasuk persenjataan nuklir.

Ada 2 tulisan Darmansjah Djumala (hal. 113 -- 127) menyinggung mengenai diplomasi nuklir dengan segenap persoalan pelik yang melatarinya.  Tulisan pertama menekankan sisi lain wajah nuklir, bukan semata sebagai senjata penghancur maupun pembunuh massal, sebaliknya sebagai piranti untuk tujuan damai serta kesejahteraan manusia. Tulisan kedua, mengenai tarik-ulur diplomasi nuklir, antara AS -- Korea Utara dan China.

Darmansjah mengurai kalkulasi politik sikap/ucapan Donald Trump, Kim Jong Un, maupun Xi Jinping pada Maret 2018 silam sebagai satu pihak, serta negara-negara nonnuklir pada pihak lain.

Bila Darmansjah Djumala memilih judul dengan diksi "Membumikan Diplomasi Nuklir", penulis lain yaitu A.M. Fachir membahas kaitan ekonomi Indonesia dengan Mesir, dengan pilihan kata ". . . . . Membumikan Diplomasi Ekonomi . . . . . " (hal. 45 -- 53). Tulisan lain bersangkut-paut dengan ekonomi nasional, diantaranya: Misi Menerobos Pasar Nontradisional di Maroko (E.D. Syarif Syamsuri, hal. 73 - 81).

Pada era Presiden Joko Widodo peran diplomat diberi porsi lebih besar pada upaya pengembangan ekonomi nasional.  "Kita perlu diplomasi yang cepat, responsif, dan tanggap. Bukan lagi diplomasi yang membuang uang, tetapi yang menghasilkan uang. Diplomasi yang berpihak pada kepentingan masyarakat," ujar Jokowi.

Bisa dibayangkan betapa beruntung Indonesia bila para diplomat (baik yang sedang bertugas di mancanegara maupun penempatan di dalam negeri) mengembangkan kemampuan seperti yang dimintakan oleh Pak Jokowi. Untuk diketahui, saat ini Pemerintah Indonesia memiliki 132 kantor perwakilan, terdiri dari 95 Kedutaan Besar, 3 Perutusan Tetap untuk PBB di New York dan Jenewa, serta perutusan tetap untuk ASEAN di Jakarta 30 Konsulat Jenderal dan 4 Konsulat Republik Indonesia. Selain itu, Indonesia mengangkat 64 Konsul kehormatan.

Tulisan menarik lain dalam berdiplomasi, yaitu pendekatan "soft power" di negara akreditasi, yaitu promoting bidang sosial dan seni-budaya. Tulisan Widyarka Ryananta berjudul "120 Tahun Orang Jawa di Kaledonia Baru: Melestarikan Budaya Indonesia di Negeri Seberang" (hal. 1 -- 9) misalnya, mengurai hal itu. Paparan mengenai keberhasilannya (selama menjadi Konjen di Noumea, 2014 -1217) yaitu menggalang kembalinya kecintaan warga Prancis maupun diaspora Indonesia keturunan Jawa/Indonesia di wilayah seberang lautan Prancis itu pada kehidupan dan seni-budaya Jawa di sana.

Bercermin pada keberhasilan Korea Selatan mengusung Korean Wave atau Hallyu (musik, drama, film, kuliner, fashion, pariwisata, dan produk-produk rumah-tangga) ke segenap belahan dunia, kiranya pendekatan soft power di Kaledonia Baru penting, Hal itu layak menginspirasi para diplomat melakukan hal serupa (dengan "mengekploitasi" kekhasan Jawa dan suku-suku lain di tanah air) di negeri lain. Jika benar demikian adanya tak pelak kelak akan bermuara pada tujuan pengembangan ekonomi nasional, sebagaimana harapan Presiden Jokowi.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun