Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Gratifikasi untuk Jokowi, dan Keteladanan (2)

15 Maret 2018   05:21 Diperbarui: 15 Maret 2018   05:54 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
barang gratifikasi yang diserahkan (berita.lewatmana.com)

Di rumah Mas Bejo, malam hari, di meja makan. Bu Tini Subejo memulai berbicara soal masakan, kesibukan seharian, dan terakhir soal gratifikasi untuk Presiden Jokowi.

"Bapak tahu soal gratifikasi, nggak?"

"Tidak tahu!"

"Gratifikasi itu mungkin semacam makanan atau jenis perabotan dapur?"

"Bukan. Ia tumbuhan herbal untuk obat. Kalau tubuh masuk angin dan pegal-pegal minumlah kopi bubuk dicampur segenggam gratifikasi. . . .! Hehehe. Bohong itu. Gratifikasi sebutan lain untuk hadiah yang diberikan seseorang karena jabatan yang dimilikinya."

"Contohnya. . .!"

"Bupati menjabat. Lalu ada pengusaha yang ingin berinvestasi di kabupaten itu, terus ia memberi hadiah. Itu gratifikasi. Ada walikota hajatan terima hadiah, gratifikasi. Gubenur yang menjabat lima atau sepuluh tahun pasti banyak gratifikasinya. . . . . !"

"Pasti. Tapi ada yang belum lapor ke KPK?"

"Mungkin sudah. Tapi tidak diberitakan. Nanti disangka orang riya'. . . .!"

"Justru seharusnya diberitakan. Untuk diteladani para pejabat lain!"

"Pakde sudah memberi keteladanan 'kan?"

"Sudah. . ."

"Sudah. Tapi untuk mencontohnya tidak mudah. Para pejabat pura-pura tidak tahu. Perilaku feodal peninggalan penjajah masih melekat pada pikiran para pejabat kita. Tak heran banyak orang yang membenci Jokowi semata lantaran jujur dan amanah. Banyak pengusaha kotor, pejabat dan mantan pejabat bahkan politikus kotor yang tidak siap berubah. Perilaku mereka ditunggangi lawan-lawan politik Jokowi yang haus kedudukan. Klop sudah. Mereka bersekongkol.".

"Tolong-menolong dalam kejahatan?"

 "Begitulah bahasa agamanya. Fitnah dan berita bohong bertebaran. Orang-orang  berduit mengupah para petualang. Lalu membuat onar, adu domba, mau bikin negara baru.  Kelompok Saracen dan MCA tertangkap. Entah berapa kelompok lagi yang masih bergerilya. . . !"

"Wah, bapak kayak politikus saja.. . . !"

"Lho, para politkus itu ada yang semula pengangguran, pengusaha gagal, pengurus organisasi pemeras, dan para petualang. Kalau bapak mewakili para tukang besi kemudian bikin organisasi, bisa saja entah kapan kelak jadi politikus. Utang modal, lalu naik pangkat jadi anggota dewan. Makmur kita. . . .!"

"Sudah, jangan muluk-muluk kalau berangan-angan. Makmur lalu masuk bui lantaran korupsi, apa enaknya?"

Pak Bejo terkekeh lebar. Ditunggu-tunggu makan malam belum juga disediakan di meja. Rasa penasaran Mas Bejo memuncak. "Belum ada tanda-tanda makan malam bakal keluar nih. . .!"

"Beras habis, uang belanja pun tak ada lagi. Bapak ada uang 'kan? Ayo kita duduk di teras. Kita tunggu gerobak nasi-goreng lewat. . . .  !" ajak Bu Tin sambil tersenyum.

Dengan perasaan kecewa Mas Bejo mengikuti langkah isterinya ke teras. Menunggu gerobak nasi-goreng si Gondes lewat.

Tak lama tampak Lik Sumar berjalan tergesa. Ia tampak kerepotan karena menenteng dus besar.

"Singgah, Lik. . . . !" teriak Mas Bejo nyaring.

"Terima kasih, nanti lain kali. Ini bawa titipan dari Boss untuk kado nikah si sulung. Televisi flat!"

"Kado? Barang gratifikasi dong?" Pak Bejo tertawa.

"Hahah. . .  gratifikasi? Kalau begitu lapor ke Mas Bejo saja. Orang swasta tak kenal  gratifikasi. . . . ! Assalamu 'alaikum, Mas Bejo. . .!" Lik Sumar meneruskan langkahnya'

 "Wa alaikum salam. . . .!" balas Mas Bejo dan Bu Tin serempak.

Setengah jam kemudian gerobak nasi-goreng si Gondes lewat. Mas Bejo menelan ludah. Lapar.***

Bandung, 14 Maret 2018

Cerita sebelumnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun