Mohon tunggu...
Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady Mohon Tunggu... Penulis - Warga menengah ke bawah

Masyarakat biasa merangkap marbot masjid di pinggiran Kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gotong Royong yang (Akan) Menguap?

29 Juni 2020   23:30 Diperbarui: 1 Juli 2020   14:07 3230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum paham? Saya kasih satu contoh lagi. Misalnya Bu Endang punya hajatan menikahkan anaknya (maaf kalau ada yang namanya persis). Kerabat dekat, tetangga, dan teman yang akrab akan datang kemudian membantu tanpa disuruh dan dibayar.

Justru ketidakterlibatannya membantu hajatan pernikahan anaknya Bu Endang malah akan membuat malu dirinya sendiri. Ada semacam rasa khawatir jika suatu saat nanti ada perlu bantuan tidak ada yang datang untuk membantu.

Begitu wujud gotong royong di kampung saya. Dan saya rasa, di tiap-tiap tempat di negeri ini memiliki penyebutan dan bentuk yang berbeda-beda untuk gotong royong. Itu tidak jadi masalah, selama gotong royong masih lestari walau hanya sekadarnya dan sederhana.

***

Beberapa hari yang lalu, publik heboh dengan pidato yang agak seram dari Pak Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna. Pak Jokowi terlihat jengkel dengan kinerja para menteri-menterinya. Berulang kali ia menekankan kalimat, "jangan kerja dengan biasa-biasa saja".

Publik sendiri (sejauh yang saya amati) memberi dukungan pada Pak Jokowi layaknya motivator. Kubu ini agak banyak mencuat. Kendati demikian, ada juga kubu yang kerap menyerukan suara sebaliknya. Ya tidak masalah, selama itu dalam koridor kritik yang membangun, itu diperbolehkan. Asal jangan asal ngomong kemudian berlindung dibalik payung kebebasan berpendapat.

Nah kinerja para menteri, lembaga, dan pihak-pihak yang berada di bawahnya ini hanya sebagai bagian kecil dari bentuk gotong royong yang kian hari kian tidak digubris oleh kalangan elite. Mereka mungkin terbiasa bekerja melalui kalkulasi, bukan dedikasi pada rakyat. Seperti yang saya sebut di awal, untung rugi bermain di sini.

Kepentingan pribadi dan golongan kerap ditonjolkan. "Ya bisalah kita gotong royong mencegah penularan covid-19 dan membangkitkan perekonomian. Tapi tawaranmu apa?", mungkin narasi dialognya mengarah seperti itu. Ini mungkin, semoga saja tidak.

Tapi tidak usah khawatir, selama publik giat mengingatkan melalui kritik yang membangun, kemudian kalangan elite sendiri juga mau merubah sikapnya agar tidak melulu kalkulasi dengan menomorduakan rakyat, gotong royong bisa tumbuh subur kembali. 

Terlebih di masa pandemi covid-19 seperti ini, gotong royong menjadi bagian vital yang harus disegerakan. Katanya covid-19 sebagai musuh bersama, ya ayo bareng-bareng melibatkan diri.

Dan pada akhirnya nanti, gotong royong tidak menguap bersama udara dan hanya tinggal cerita semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun