Mohon tunggu...
Sufia Canny
Sufia Canny Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa UNEJ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika Ekonomi Politik Internasional: Studi Kasus Ekspor Nikel Indonesia

13 April 2025   20:29 Diperbarui: 13 April 2025   20:29 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernahkah kamu membayangkan bahwa ponsel di tanganmu ataupun motor listrik yang mulai ramai di jalanan itu bisa terhubung dengan sebuah konflik ekonomi antarnegara?. Di balik teknologi canggih yang kita nikmati hari ini, ada cerita besar tentang kekuasaan, kepentingan, dan strategi global. Di sinilah Ekonomi Politik Internasional (EPI) digunakan bukan hanya sebagai cabang ilmu, tapi sebagai kacamata untuk membaca dunia yang semakin rumit. Dunia tidak bisa dipahami hanya dari sisi politik ataupun ekonomi saja, keduanya saling melengkapi. Memahami ekonomi tanpa politik dan sebaliknya seperti mencoba menilai rasa makanan dari aromanya tanpa pernah mencicipinya. Kamu hanya mendapat sebagian dari pengalaman yang utuh.

Secara umum, Ekonomi Politik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana kegiatan ekonomi seperti produksi dan jual beli dipengaruhi oleh aturan-aturan negara dan kebijakan pemerintah. Di balik keputusan ekonomi seperti menetapkan tarif impor dan memberikan subsidi selalu ada pertimbangan politik yang berkaitan dengan kepentingan nasional atau bahkan strategi internasional. Jadi ekonomi politik itu membahas bagaimana politik dan ekonomi saling memengaruhi, dan bagaimana kebijakan ekonomi yang dibuat pemerintah bisa berdampak ke kehidupan masyarakat.

William Stanley Jevons, ekonom asal Inggris yang sangat berpengaruh di era Revolusi Industri. Jevons menolak gagasan bahwa ekonomi dan politik dapat dipisahkan sebagai dua bidang yang berdiri sendiri. Menurutnya kebijakan ekonomi selalu berakar pada pertimbangan politik, dan sebaliknya. Keputusan politik sering kali didorong oleh kepentingan ekonomi. Jevons juga menunjukkan bahwa negara tidak hanya sekadar menjadi pengamat netral saja. Negara harus ikut campur dalam mengatur distribusi sumber daya, menetapkan kebijakan pajak, dan melindungi kepentingan masyarakat dari ketimpangan pasar.

Pandangan Jevons ini kemudian menjadi dasar bagi studi Ekonomi Politik Internasional untuk memahami relasi kekuasaan memengaruhi kebijakan ekonomi lintas negara.

Ekonomi Politik Internasional adalah studi tentang interaksi antara pasar dan negara yang cangkupannya lintas batas negara. kebijakan dalam sistem perdagangan internasional tidak sepenuhnya berdiri netral. Dalam banyak kasus, kebijakan tersebut sangat dipengaruhi oleh kepentingan suatu negara atau kelompok negara yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik lebih besar. Gilpin (1987) berpendapat bahwa EPI adalah studi tentang bagaimana struktur politik internasional memengaruhi sistem ekonomi global. Sebaliknya, sistem ekonomi juga dapat membentuk dinamika politik antarnegara. Artinya kebijakan ekonomi suatu negara sering kali ditentukan bukan hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi, tetapi juga strategi politik dan kepentingan Nasional.

Isu Kajian dalam EPI

Salah satu isu kajian yang dibahas di EPI menurut Thomas Oatley adalah sistem perdagangan internasional. Idealnya sistem ini harusnya  membuat semua negara bisa berdagang secara adil dan terbuka. Tanpa adanya hambatan seperti pajak tinggi atau larangan ekspor dan impor. Namun seperti yang dijelaskan oleh Thomas Oatley kenyataannya sistem ini tidak benar-benar netral. Negara-negara kuat sering kali punya suara lebih besar dalam membuat dan menegakkan aturan.

Pada tahun 2020, Pemerintah Indonesia secara resmi memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel mentah. Alasannya karena selama ini Indonesia hanya menjual bahan mentah, sementara negara lain yang mengolah dan mengekspor produk jadi seperti baterai untuk sepeda listrik. Hal tersebut dianggap merugikan karena negara lain justru mendapat keuntungan lebih besar dengan menjual produk jadi jauh lebih mahal. Oleh sebab itu pemerintah ingin agar bahan mentah diproses di dalam negeri menjadi produk setengah jadi atau jadi yang biasa disebut dengan hilirisasi. Hal ini tidak hanya untuk menambah nilai ekspor namun juga membantu industri lokal bisa berkembang dan menciptakan lapangan kerja.

Merespons kebijakan Indonesia, Uni Eropa kemudian mengajukan gugatan resmi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Mereka menilai bahwa langkah Indonesia telah melanggar prinsip perdagangan bebas. Karena negara anggota tidak diperbolehkan membatasi ekspor secara sepihak. Namun sebenarnya ada pengecualian untuk itu seperti situasi di mana sangat terbatas seperti krisis lingkungan atau perlindungan keamanan nasional. Sidang gugatan Uni Eropa (UE) terhadap Indonesia di WTO, Indonesia dinyatakan kalah pada Oktober 2022. Meski begitu pemerintah Indonesia tetap mempertahankan posisinya dengan mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Situasi ini pada akhirnya mencerminkan perbedaan kepentingan antara negara berkembang dan negara maju dalam sistem perdagangan internasional. Negara berkembang seperti Indonesia berusaha untuk naik kelas dan keluar dari ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Sementara negara maju berupaya mempertahankan akses terhadap sumber daya demi menjaga kelangsungan industri mereka.

Kesimpulan

Ekonomi Politik Internasional membantu kita melihat bahwa di balik keputusan ekonomi selalu ada dimensi politik. Kasus nikel Indonesia dan gugatan Uni Eropa menunjukkan betapa negara maju cenderung lebih diuntungkan dalam sistem perdagangan global. EPI mengajak kita tidak hanya melihat angka-angka ekspor atau neraca dagang, tetapi juga dinamika kekuasaan dan strategi di baliknya. Jadi, saat kita menggunakan ponsel atau kendaraan listrik, penting untuk sadar bahwa di balik teknologi itu ada kepentingan global. Inilah alasan mengapa EPI menjadi kacamata penting untuk memahami dunia modern.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun