Mohon tunggu...
Bahy Chemy Ayatuddin Assri
Bahy Chemy Ayatuddin Assri Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik Di Salah Satu Kampus

Menulis merupakan refleksi diri dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kearifan Lokal dan Perempuan

1 April 2024   12:19 Diperbarui: 1 April 2024   12:39 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.inews.id/

Kearifan lokal (local wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kearifan lokal juga berhubungan dengan nilai dan moralitas, berhubungan dengan "yang baik" dan "yang buruk". 

Kearifan lokal mendasarkan kebenaran pengetahuannya atas ajaran tradisional dan hampir tidak mempersoalkan lagi kandungan-kandungan dari tradisi ini. 

Hal ini berbanding terbalik dengan praktik sains modern yang beranggapan bahwa nilai dan moralitas tidak relevan untuk menjadi dasar kebenaran ilmu pengetahuan. Bagi sains, hanya fakta yang dapat diuji yang boleh menjadi dasar pengetahuan. 

Di samping itu, kearifan lokal juga menarik diri dan menolak teknologi. Misalnya, dalam hal pertanian, kearifan lokal menolak menggunakan alat pembajak sawah dan tidak menggunakan pupuk kimia. Kearifan lokal juga mencoba menggantikan supremasi hukum dan demokrasi dengan sistem dan nilai kebudayaan sehingga dapat menimbulkan praktik-praktik diskriminatif.

Pemikiran kearifan lokal yang mengutamakan nilai-nilai kebudayaannya ketimbang hukum dan demokrasi mendapatkan payung kajian akademis, yaitu filsafat etno. Filsafat etno ini berpusat pada otonomi kebudayaan. Keunikan harus dihormati karena bagian dari kearifan lokal dan dapat menjadi identitas budaya. Atas dasar ini, prinsipnya menjadi yang lokal adalah unik dan yang unik adalah benar. Hal ini menjadikan nilai dan moral menjadi nilai tertinggi yang tidak boleh dipermasalahkan oleh anggota -anggota kebudayaan. Dengan ini, kearifan lokal sepenuhnya menjadi otonomi absolut nilai-nilai lokal. Akhirnya, kearifan lokal menutup pilihan bebas individu untuk mengeksplorasi imajinasinya dan memandang bahwa dirinya sebagai makhluk historis yang masih bisa berkembang, tak terkecuali perempuan. Bagaimana feminisme memandang kearifan lokal ini?

Dalam tradisi sati (tradisi India dan Hindu), perempuan hanya dianggap bernilai karena adanya suami. Jika suami sudah meninggal, maka sang istri tidak bernilai lagi dan konsekuensinya harus ikut dibakar juga dengan suaminya. Ada lagi dari tradisi etnis di Nusantara yaitu perempuan tidak boleh mengonsumsi daging setelah melahirkan dan juga harus tidur di dekat perapian guna pemurnian tubuh. Dari contoh-contoh di atas, kearifan lokal cenderung melanggengkan praktik patriarki dan menganggap perempuan tidak bernilai. Praktik patriaki ini bakal tumbuh subur jika adanya kolaborasi antara kearifan lokal dan ayat- ayat agama yang ikut membenarkan kearifan lokal. Jika melihat kearifan lokal ini, feminisme tetap mengusulkan bahwa seseorang harus dilepaskan terlebih dahulu dari otonomi kebudayaan agar dapat melihat kedudukannya dalam suatu kondisi sejarah kebudayaan. Hal ini disebut dengan filsafat anti-esensialisme yaitu filsafat yang selalu melihat manusia sebagai makhluk historis yang mampu menguak konstruksi sosial yang menjebaknya pada situasi tidak adil. Feminisme juga beranggapan bahwa kemajuan peradaban hanya boleh diukur berdasarkan kebebasan pilihan individual. Artinya, semua ada di diri individu jika ingin lepas dari otonomi budaya yang sangat mengikat itu.

Dalam hal kearifan lokal, feminisme tidak mengabaikan nilai-nilai baik dari suatu kebudayaan, melainkan mengajukan proposal agar kearifan lokal diperiksa lebih lanjut guna menyelenggarakan kehidupan yang universal. Hal ini nantinya akan sesuai dengan paradigma  sains modern yaitu positivisme. Di dalam sistem demokrasi ini tidak ada kebenaran yang final, semua harus ada argumentasi yang ketat sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang baik, tidak terkecuali kearifan lokal. Bukan hanya kearifan lokal, terkadang agama juga dijadikan landasan kebenaran dalam sebuah demokrasi. Nilai-nilai baik dari agama dan budaya seharusnya tidak dijadikan alat untuk melanggengkan praktik diskriminatif yang sangat merusak. Banyak daerah-daerah lewat peraturan daerahnya yang melakukan tindakan diskriminasi atas perempuan dengan mengatasnamakan kearifan lokal, seperti tradisi setempat, ajaran agama, dan identitas budaya daerah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun