Mohon tunggu...
Suci Fitrah Syari
Suci Fitrah Syari Mohon Tunggu... Penulis - Bermanfaat Bersama

"Jika engkau bukan anak Raja, bukan pula anak Ulama Besar, maka jadilah seorang Penulis." ~ Imam Al-Ghazali

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalamanku Mengajarkan Pendidikan Seks pada Adik

25 Maret 2020   17:46 Diperbarui: 25 Maret 2020   17:59 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pendidikan sex sejak dini via pexels.com

Melihat begitu banyak kasus kekerasan pada anak membuat saya sebagai perempuan merasa kudu belajar masalah pola asuh (parenting). Apalagi berbagai kasus tersebut terjadi didasari karena kesalahan pola asuh. Meskipun emang sih, sekarang belum berperan sebagai ibu, tetapi ilmu parenting ini bisa diaplikasikan dalam keluarga.

Semalam saya mencoba menerapkannya. Tentang pentingnya pendidikan seksx sejak usia dini kepada adik-adikku. Saya mengajari mereka mana saja bagian tubuh yang tidak boleh disentuh dan apa yang harus mereka lakukan ketika ada orang yang menyentuhnya.

“Dek, ditubuh kita itu ada bagian yang boleh disentuh dan tidak. Bagian yang tidak boleh disentuh itu batasnya mulai dari leher sampai lutut yah. Kalau misalkan ada yang menyentuhnya kamu kasi tau ke orang yang nyentuh, kata mama gak boleh pegang-pegang, kalau orang itu masih ngelakuin hal yang sama, kamu lapor ke ibu guru, mama atau kakak yah.”

Kurang lebih seperti itulah apa yang disampaikan oleh Ibu Elly Risman, seorang psikolog anak mengenai cara mengajarkan anak mengenali tubuhnya sendiri dan coba saya terapkan.

Sebenarnya gak mudah untuk menyampaikan hal ini ke keluarga, di tengah kultur keluarga yang masih menganggap bahwa seks itu tabu untuk dibicarakan. Tetapi, bagaimanapun ini adalah edukasi wajib untuk anak-anak. Karena jika tidak disampaikan, bagaimana mereka bisa tahu dan care dengan tubuh, khususnya melindungi daerah vital mereka sendiri.

Apalagi menurut LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), pada tahun 2019 kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat, bahkan meningkat mencapai 100 persen setiap tahun sejak tahun 2016, dan 80 persen pelakunya adalah orang-orang yang mereka kenal, sedangkan sisanya tidak dikenali.

Pada kenyataannya, para pelaku tidak bisa dikenali ciri-cirinya. Bukan hanya mereka yang distigmai bertato, bertindik, atau tak berpendidikan, tetapi justru mereka yang memakai seragam guru, baju kok dan kopiah, berpendidikan tinggi, bahkan bertatus sebagai keluarga sendiri juga bisa menjadi predator anak.

Untuk itu, pendidikan seks sejak dini adalah hal wajib yang harus diajarkan. Karena kita gak bisa ngontrol mereka 24 jam. Edukasi ini penting agar mereka bisa menjaga dirinya sendiri.

Namun memang sih, ketika mencoba menerapkan hal ini ke keluarga ada banyak challenge yang saya temui. Nyatanya, penerapannya gak semudah membaca buku-buku parenting yang kubaca.

Ada ujian kesabaran ketika mereka tidak serius mendengarkan. Kudu memilih kata-kata yang tepat agar tidak terkesan terlalu vulgar, cocok dengan usia mereka dan tetap mudah dipahami. Mesti konsisten untuk diajarkan secara berulang-ulang, agar masuk ke alam bawah sadarnya, dan bisa secara refleks mereka aplikasikan dalam keseharian.

Beberapa temanku yang berprofesi sebgai guru juga mengalami challenge yang sama. Bahkan tentunya tantangan mereka lebih berat ketimbang saya yang hanya mengajar dua anak saja, sedangkan mereka hingga puluhan bahkan ratusan anak.

Seorang temanku juga berkisah, ketika ia mengajar di TK, ada seorang anak di sekolah yang popoknya sudah basah, usianya sekitar 2,5 tahun, lalu temanku membawanya ke toilet untuk membersihkan dan mengganti pakaiannya.

Saat ingin dibersihkan, sontak saja si anak berkata, “Gak boleh ustazah, kata papaku gak boleh pegang 'itu'.”

'Itu' yang dimaksud adalah alat vitalnya, karena temanku saat itu ingin membersihkannya (mencebok). Awalnya temanku merasa speechless, dengan ucapan si anak di usianya yang masih begitu belia sudah mampu menjaga dirinya. Lalu kemudian ia memberikan pemahaman.

Mendengar kisah itu, saya pun merasa kagum dengan orangtua si anak. Karena terkadang, masih banyak diantara kita masih terjebak dengan pemikiran, “masih kecil, dia masih belum mengerti,” atau “nanti gurunya aja yang ajar di sekolah”.

Padahal, sudah jadi tugas wajib orangtua untuk mendidik anak-anaknya. Selain itu, masa balita adalah masa memaksimalkan potensi anak, karena mereka mengalami masa golden ages, waktu dimana perkembangan terbaik untuk fisik dan otak anak.

Pengalamanku semalam mengajarkan adik-adikku tentang pendidikan seks memang tak mudah, melatih mental juga emosi, akan tetapi, itu lebih baik ketimbang melihat mereka jadi korban karena ketidaktahuannya~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun