Mohon tunggu...
Suci Rohmawati
Suci Rohmawati Mohon Tunggu... Guru - Profesi Sebagai Tenaga Pengajar

Saya memiliki hobi yang tidak menetap karena hobi saya yaitu melakukan hal positif yang baik salah satunya menulis cerpen, puisi, membaca, berenang, mengaji dan masih banyak lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Ampo, Snack Ibu Hamil

15 April 2024   15:26 Diperbarui: 17 April 2024   20:04 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hamil. (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Gemuru pepohonan yang begitu rindang, amat sejuk ku hirup di pagi hari. Suaranya yang merdu dengan ayunan ranting-ranting melambai menghempas jendela kamar ku.

Pukul 04.15 wib aku bergegas terbangun, ku buka jendela dan menghirup begitu sejuk nan segarnya udara pagi hari sambil memandang jauh kisah hidup ku. 

Aku duduk di dalam sebuah kantor dikelilingi begitu banyak berkas-berkas dokumen. Secara perlahan ku buka laptop dan kulihat isi filenya ternyata begitu banyak file dokumen yang harus aku baca dan aku meetingkan bersama karyawan kantor. Ya, aku adalah CEO perusahan Tri Sakti.

Terdengar sangat jelas suara ibu memanggil nama ku "Oliv.....!! Oliv...!! Oliv...!!" Sountak aku yang sedang bersandar di jendela kamar kaget mendengarnya, dalam hati berkata, "ternyata ini hanyalah hayalan saja, berarti dari tadi aku itu sedang menghalu", sambil tersenyum lirih sendiri dan segera membalikkan badan pergi meninggalkan kamar.

"Ngapain aja sih!, dari tadi ibu manggil ga disahut sama sekali", ibu menatap tajam aku yang keluar dari kamar.

Ku seret kursi dan ku ambil piring sambil mengambil nasi serta lauknya, "Tadiii barusannn... Oliv itu ga sadarkan diri Bu", dengan nada sedikit manja.

"Ga sadarkan diri gimana maksudnya!!", nada ibu agak naik karena terkejut dikira keracunan ataupun sejenis lainnya yang arahnya ke negatif.

Sambil makan aku jelaskan, " bukan ibuuu..., ga sadarkan diri itu tadi olive ga sengaja tiba-tiba menghalu sejenak di depan jendela kamar".

" Ibu tau ga...tadii Oliv menghalu jadi CEO yang seperti di drama-drama Korea tuh", sambil bercanda ku utarakan kepada ibu.

"CEO itu bukannya seorang pengusaha??", tanya ibu dengan memegang segelas jus mangga di tangannya.

"Tepat sekali. Betul CEO itu adalah seorang pengusaha. Nah, Oliv nanti mau jadi seorang pengusaha, ibu do'a kan Oliv ya...", aku menjelaskan sambil mengunyah makanan.

"Mana ada sih liv...orang tua yang tidak mendo'akan anaknya, ibu itu mendo'akan kamu selalu apalagi kamu anak satu-satunya ayah sama ibu", ujar ibu dengan kedua tangannya yang diletakkan di atas meja makan dan menatap diriku yang sedang makan juga, aku duduk tepat di depan ibu ku.

Ku ambil kunci motor melangkahkan kaki, membuka pintu dan ku kendarai sepeda motor pemberian ayah.

Tepat pukul 08.00 aku tiba di depan kampus, secara tidak sengaja aku bertemu teman-teman di garasi kampus.

"Hai! Liv, tumben jam segini kamu udah nyampe", ucap serna dengan senyuman dan menatap mata Widi.

"Iya loh liv, tumben banget, kamu ga lagi kesambet kan?", imbuh Widi dengan pertanyaannya yang membagongkan.

"Napa sih kalian, lagian aku habis kemana kesambet tuh?? orang aku dari rumah ya gak lah! Udah deh, yang ada kalian yang kesambet. Udah yuk buruan masuk kelas", ajak aku dengan menggandeng tangan mereka berdua.

Kami bertiga berjalan melewati lobi kampus, dipertigaan lobi terlihat dari jauh pak dosen yang super killer itu melangkahkan kakinya.

"Tak...tak...tak...tak...", suara sepatu pak Agus (dosen super killer di kampus).

"Woy...woy...stop", langkah kaki kami pun terhenti, Widi menepuk bahu aku dan serna.

"Coba deh dengerin suaranya" ucap Widi.

"Iya wid kayak kenal," ujarku.

"Ini mah suara sepatunya pak Agus ga sih?" tebak Serna.

"Coba kita sama-sama lihat ke belakang", ajak aku dengan wajah penasaran.

"Satu....dua....tiiiigaaa....!!!!" Hahhh beneran pak Agus, yuk jalannya dicepetin, hari ini kan jadwalnya masuk kelas kita", semua muka kita tegang dan panik, ga pakai berpikir lama kami bertiga pun mempercepat langkah kakinya.

Detak jantung begetar cepat tak beraturan, suara dan nafaspun tidak terkendali,kami masuk kelas bagai melihat Mak lampir.

"Brakkk.... Suara pintu terbuka, kami bertiga masuk dengan tergesa-gesa tanpa melihat pintu yang terbuka sempit, langsung menghempas kursi tempat duduk masing-masing", dengan nafas yang tak beraturan.

"Napa sih!, Loe pada, kayak habis lihat setan aja", tanya anak-anak yang sudah ada didalam kelas dengan muka mereka yang heran.

"Kita tuh bukan lihat setan melainkan lebih dari setan", tegas Widi dengan wajah kesel.

"Loe pada tau ga hari ini MK siapa jadwalnya", tanya serna pada temen kelas lain.

Jawab temen kelas serentak,"hari ini kan pak Agus jadwalnya".

"Nah!!! Itu, tadi gue bertiga bertemu pak Agus di pertigaan lobi kampus", loe semua tau kan kalau pak Agus tuh dosen paling killer di kampus", ujar Widi dengan wajah bete dengan tangan mengeluarkan buku dari dalam tasnya.

"Woy iya, bete banget dengerin MK nya", ucap Amel salah satu teman kelas, ya bisa dibilang murid paling pinter juga di kelas. 

Kesukaan semua dosen juga tapi entah kenapa sama pak Agus dia ga suka gitu mungkin karena cara atau gaya pak Agus saat memberikan nilai itu dikenal cukup killer ya, jadi Amel juga dapet nilainya ga sesuai apa yang dia harapkan padahal nih dalam ngerjain tugas itu Amel menyelesaikan tugasnya jauh sebelum deadline dan perfek banget, jadi kalau dapet nilai kecil kayaknya ga mungkin.

Ga lama kemudian gagang pintu pun terdengar, seperti ada seseorang yang ingin membuka pintu dan masuk kedalamnya.

Tanpa basa basi, pak Agus masuk guys...

"Krek....krekekkk..., selamat pagi semuanya", pak Agus masuk kelas melangkahkan kakinya menuju tempatnya.

Tanpa basa basi, begitu ia meletakkan tas, laptop dan beberapa buku paketnya, "Oke.. sekarang temen-temen buka buku paket tentang perspektif antropologi hal; 115 hari ini kita akan membahas mengenai hal demikian, semuanya dibawa kan buku paketnya??", tanya pak Agus dengan mata memandang ke arah aku.

Serna dan Widi (dalam hati aku berkata,"apa pak Agus melihat kita bertiga pas di lobi ya atau ga jangan-jangan pak Agus denger pembicaraan kita sama temen yang lain pas di kelas", pikiran ku jadi overthinking gini ya (dengan perasaan dan wajah yang cemas).

Secara bersamaan mata Widi dan serna saling tatap tatapan dan mereka berdua menatap ke arah aku. Gak hanya itu Amel yang duduk di pojok depan tempat duduk dosen pun matanya menatap ke arah kita bertiga.

"Amel..Amel...hekhmm...Amel!!", sahut pak Agus memanggil amel dengan nada paling lembut sampai paling tinggi tangan pak Agus menepak meja Amel, sedangkan Amel tidak mendengar dan matanya fokus menatap kita bertiga.

"Eh iya pak, maaf pak, saya ga denger. Tadi lagi fokus konsentrasi", jawab Amel dengan nada terkejut sambil mengalihkan pandangannya ke whiteboard kelas.

"Kamu fokus, konsentrasi dengerin penjelasan bapak atau kamu fokus lihat orang lain", tanya pak Agus dengan pandangan yang amat tajam mata melirik memandang ke arah aku, serna dan Widi.

Amel pun menjawab, "maaf pak"...dengan rasa bersalah dan wajah menunduk sambil tangan membuka buku.

"Ya sudah, untuk semuanya fokus, dengarkan apa yang sudah bapak sampaikan, dan tugas kalian buat tulisan refleksi apa yang sudah dijelaskan tadi". Pinta pak Agus kepada mahasiswanya.

Pembelajaran di kelas pun berjalan seperti hari-hari biasanya, bunyi bel pun terdengar menandakan jam mata kuliah pak Agus telah selesai, tak lama pak Agus berkemas dan meninggalkan kelas kami.

"Oke, tugas hari dikumpulkan untuk Minggu depan jadi temen-temen masih punya banyak waktu. Pelajari dengan baik kerjakan secara maksimal," ujar Pak Agus dengan nada tegas sebelum membuka pintu kelas.

Suara temen kelas dengan serentak, "Siap pak, laksanakan."

Ternyata tugasnya itu kami diminta untuk menggali kebudayaan lokal dan menuliskannya dalam bentuk tulisan refleksi. Satu kelompok terdiri dari tiga orang tanpa berpikir panjang aku langsung menunjuk Serna dan Widi.

Hari weekend kami jadikan untuk kegiatan observasi buat menyelesaikan tugas dari Pak Agus.

Pukul 08.00 WIB, Widi menghampiri rumah ku kemudian kami berdua berpamitan dengan ibu aku dan langsung menghampiri rumah Serna. Pas tiba di rumahnya, Serna baru saja keluar dari pintu rumah dan begitu sudah siap, jadi kami datang langsung bergegas pergi ke lokasi.

Tiba di daerah pedesaan yang cukup jauh dari perkotaan, kami bersilaturrahmi kepada aparat desa setempat untuk mengutarakan maksud dan tujuannya yaitu ingin mempelajari budaya lokal setempat sebagai tugas kuliah untuk membuat tulisan refleksi.

Seharian kami berkeliling, belajar dan mempelajari budaya lokal setempat serta kami dokumentasikan juga selama berkegiatan tak terasa waktu menunjukkan pukul 15.30 WIB. 

Tiba saatnya kami berpamitan dengan aparat desa dan warga masyarakat setempat tak lupa juga kami ucapkan banyak terima kasih telah disambut dengan baik oleh semuanya.

Tibalah di rumah Serna setelah lama dalam perjalanan pulang. Aku dan Widi disambut hangat oleh ibunya.

Ibu Serna,"Hayuk..semuanya masuk istirahat dulu, biar ibu bikinin minum dan makanan. Pasti kalian laper kan?" ujar ibu Serna, membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk kedalam rumahnya.

Ibu Serna pun pergi ke dapur untuk membut minuman dan makanan sementara kita bertiga berada di ruang tamu sambil membahas dan menulis hasil observasi tadi, karena kamu ga mau kerja dua kali jadi langsung kami ketik di laptop punya Widi.

Kami bertiga pun membagi tugas Aku dan Serna untuk berfikir apa saja yang perlu di tulis dan Widi bertugas untuk mengetik semua ucapan aku dan serna.

Setelah berlama berdiskusi, akhirnya tulisan kami pun selesai juga dan waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB, untung saja ibu ku dan maminya Widi sudah tau kalau kami sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah Serna.

Rangkuman tulisan refleksi kami....

Judulnya: Ampo, snack ibu hamil

Ampo adalah nama makanan jaman dahulu merupakan salah satu budaya lokal yang masih dikonsumsi sampai saat ini meskipun peminatnya berkurang.

Ampo terbuat dari bahan dasar tanah liat. Tanah liat ini bukan sembarang tanah liat yang digunakan sebagai bahan dasar tetapi tanah liat diambil dari pembuatan penggalian sumur atau setelah panen padi dan tanah yang diambilnya itu bagian dasar paling bawah.

Untuk sekarang sedikit sekali yang memproduksi Ampo karena jarangnya pembuatan sumur meskipun ada tanah liat sawah namun harganya sangat begitu mahal dalam beberapa galian.

Prosesnya tanah liat itu kemudian di jemur, setelah kering baru diadoni seperti membuat adonan kue kemudian dicetak seperti kue semprong lalu di jemur setelah kering baru dipanggang dan jadilah Ampo.

Setelah itu baru dikemas dengan kardus, satu kardusnya di bandrol dengan harga 25.000 rupiah dan isinya pun sangat banyak kemudian baru deh dikirim ke tempat yang masih meminati cemilan tersebut.

Kami bertiga pun sewaktu berkegiatan observasi sempat mencicipi cemilan Ampo ini, rasanya gurih apalagi yang warnanya cokelat kehitaman, sensasinya pun seperti makan biskuit tapi ya masih ada rasa tanahnya, tapi menurut kami rasanya begitu unik. Nah Ampo ini dipercaya masyarakat setempat sebagai cemilan untuk ibu hamil yang manfaatnya itu supaya melahirkannya gengser dalam arti mudah.

"Krekk...."tiba di kelas semua teman-teman sibuk dengan kelompoknya masing-masing, kami bertiga pun duduk dan segera membuka tugasnya.

Tak lama kami duduk, pak Agus datang dengan gaya kebiasaannya.

"Okeh..untuk semuanya tugas dari bapak apakah sudah selesai?", tanya pak Agus.

Belum sempat kami semua menjawab, pak Agus berkata,"bapak yakin kalian semua sudah selesai dan sudah mempersiapkan untuk presentasinya". 

"Ya, untuk kelompoknya Oliv silahkan maju ke depan sebagai kelompok pertama yang presentasi". 

Tanpa basa basi lagi pak Agus menunjuk kelompok kami yang pertama maju guys, mau ga mau kami pun maju ke depan meski dengan gemetaran sih, sedikit...hehehehe...

Presentasi pun berjalan dengan lancar dan suasana kelas pun sangat hidup jadi ga diem aja. Setelah selesai pak Agus langsung memberi nilai kepada kelompok kami.

"Okeh, untuk presentasi kalian cukup baik dan penjelasannya pun bisa di terima oleh teman-teman yang lain, point plusnya kalian bisa menghidupkan suasana kelas dengan presentasi kalian tersebut jadi untuk ini bapak kasih kalian nilai A+". Pak Agus pun bertepuk tangan dan disertai teman-teman yang lain dengan wajah kagum dan bangga.

Kemudian kami kembali ketempat duduk masing-masing, dengan suara lirih Widi berkata kepada aku dan serna ternyata pak Agus punya hati yang baik ya, ga selalu killer," ujar Widi sambil senyum dan mata melihat ke arah pak Agus."

"Iya, pak Agus itu sebenarnya dosen yang sangat memotivasi ternyata tapi kita salah mengartikan sebagai dosen killer", Jawab aku dan Serna".

Tak lama kemudian pak Agus memanggil kelompok lainnya untuk mempresentasikan tugasnya.

Sejak kejadian ini kami bertiga tidak lagi menganggap pak Agus sebagai dosen killer, mungkin karena kami yang belum begitu memahami karakter dosennya atau belum begitu tau maksud dan tujuan dari pembelajarannya.

TAMAT...

ditulis oleh: Suci Rohmawati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun