Mohon tunggu...
sucahyo adiswasono@PTS_team
sucahyo adiswasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hanya Seorang Bakul Es, Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang. Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sketsa Perjalanan

24 Februari 2024   18:41 Diperbarui: 24 Februari 2024   19:00 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: pixabay.com

Sampai saat ini aku masih belum melupakannya, masih selalu mengenangya. Sosok seorang kawan, yang suatu ketika kutahbiskan sendiri sebagai salah seorang guru ajarku, meski dia sendiri menampik manakala pernah kukatakan di hadapan beberapa orang bila dia adalah bagian dari sekian guru ajarku dalam mewarnai langkah perjalanan hidupku.

Walaupun di usianya empat tahun di bawah usiaku, aku tak segan-segan mengakuinya sebagai guru ajarku. Sebab, semenjak masih remaja telah tertanam dalam diriku suatu nilai prinsip, "Lihatlah apa yang dibicarakan, jangan melihat siapa yang bicara".

Lantaran itulah, di kala dia menukik deras ke alam pikiranku, menggugah kesadaranku, di kala aku terobsesi oleh seonggok tanya tentang makna hidup dalam kehidupan, di kala aku berupaya mendapatkan jawabnya, tiba-tiba aku tercengang dan terkesima. Oleh ucap katanya yang menghujam tajam merobek suasana larut malam, meretakkan kebuntuan pencarianku selama ini.

Sebongkah tanya tentang makna hidup dalam kehidupan yang sebenar-benarnya hidup dalam kehidupan di alam fana ini. Harus kuakui, harus bisa kuterima meski masih berupa nukilan pembuka pencerah alam pikiranku.

"Belum tidur, Mas?" Tanya sapa dia sembari berdiri persis di depan kamar kostku, yang sengaja kubuka untuk mengusir rasa gerah di kala cuaca tengah memasuki musim kemarau.

"Belum. Masih baca-baca buku seadanya, " jawabku menimpali. 

"Rupanya koleksi buku bacaanya lumayan banyak, ya?" katanya dengan sorot mata mengarah ke jajaran buku-buku yang kutata rapi di dinding kamar, dipangku oleh papan kayu bersangga dua logam siku yang dipaku pada dinding dan papan kayu itu.

"Ach, nggak juga. Inipun sebagian kudapatkan dari pasar loak, dari pedagang buku bekas", jawabku apa adanya.

"Gak masalah, Mas, yang penting kan esensi isi dari bukunya, bukan dari mana asalnya ..." Komentar dia bernada kelakar.

Beranjaklah aku dari dipan, kuisyaratkan kepada dia untuk berlanjut ngobrol di ruang tengah, ruang yang biasa digunakan oleh kawan-kawan serumah kost berkumpul, ngobrol maupun diskusi. Penghuni rumah kostku ada lima orang. Tiga yang lainnya kebetulan pada pulang kampung dengan keperluannya masing-masing. Tinggal aku berdua sama dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun