Mohon tunggu...
Subulu salam
Subulu salam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional - Universitas Islam Indonesia

Ibadah, Menulis, Bercerita, Foto

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sudut Pandang Islam atas Invasi Amerika terhadap Irak di Tahun 2003

27 Desember 2022   22:40 Diperbarui: 27 Desember 2022   22:57 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perang - Unsplash


Polisi Global

Kebijakan George Walker Bush atas perintah invasinya terhadap Irak di tahun 2003, menyisakan kebuntuan hingga hari ini, tuduhan atas negara Irak memiliki dan mengembangkan persenjataan pemusnah massal belum terbukti, hal ini juga menjelaskan secara tersirat kampanye Amerika dalam melawan terorisme internasional yang memosisikan Amerika sebagai polisi dunia, menjaga perdamaian dunia yang saat ini masih menjadi isu aktual (Sagala, Hasan Basri, 2005).

Invasi Amerika Serikat dengan Irak di tahun 2003 menjadi berita internasional yang cukup menggemparkan dunia pada saat itu, peperangan kedua tokoh antara George Walker Bush sebagai Presiden Amerika Serikat dan Saddam Hussein sebagai Presiden Irak, yang mana masing-masing keduanya membawa motif mereka tersendiri. Hingga mengakibatkan munculnya stigma terhadap muslim dan Islam, menjadikan Islam sebagai kambing hitam atas kesalahan yang terjadi pada dunia, termasuk juga dengan peristiwa 9/11, hingga meruaknya isu islamofobia di tahun 2003 akibat pembawaan Saddam Hussein yang muslim dan berasal dari negara muslim, Irak.

Islam Rahmatan lil alamin

Sedangkan Islam berpegang teguh, berpedoman pada penyebaran ajaran yang penuh dengan kedamaian, persatuan, dan membenci adanya permusuhan. Melalui dengan Al-Qur'an dan Hadits Nabi banyak disampaikan ajaran, syariat dan ketentuan dalam menata hidup, tak luput juga dalam pemerintahan dan peperangan. Perang diatur dengan syariat Islam dibagi menjadi 2, perang defensif (jihad difa'i) dan perang ofensif (hujami) (Harahap, 2016).   

Perang Defensif, yang berperang ditujukan kepada orang-orang yang memerangi saja. Sedangkan orang yang tidak memerangi Islam, tidak boleh diperangi. Sedang perang secara ofensif adalah memerangi orang-orang kafir dan melakukan penyerangan terhadap mereka, baik mereka mendahului penyerangan maupun tidak. Izin perang secara ofensif diturunkan ketika sikap kaum kafir sudah di luar batas perikemanusiaan terhadap Nabi dan kaum Muslimin (Abdul Baqi Ramdhun, 2002). Hal ini menjadi jawaban atas tindakan yang dilakukan oleh Saddam Hussein. 

Sudut Pandang Liberal

Banyaknya sudut pandang, dan ideologi atas konflik Amerika dan Irak, penulis di sini menjelaskan melalui pendekatan secara liberalisme yang menitikberatkan pada perdamaian, perlindungan HAM dan pencegahan perang. Melalui sudut pandang Islam yang senada akan hal tersebut. Yang mana Islam sendiri juga sebagai korban juga sebagai pelaku, atas pembawaan yang dibawa oleh Saddam Hussein. Liberalisme yang dimaksud, sebagai perspektif dalam hubungan internasional yang berfokus pada permasalahan international peace dan human rights (Wardhani, 2014). Tokoh dari liberalisme ini antara lain Woodrow Wilson, John Locke dan Norman Angell (Batubara, 2021).

Faktor Invasi Amerika

Saddam Hussein, pemimpin irak selama lebih dari 24 tahun, dapat membawa Irak pada masa puncak ekonomi (Suhendra, n.d.) di  1990, capaian tertinggi GDP per kapita pada negara Irak. Walaupun demikian Saddam Hussein membawa Irak terlalu berani dalam bersikap hingga menjadi faktor utama bagi Amerika akan pandangan Irak dapat menjadi batu terjal langkah Amerika. Perang ini bisa juga dijadikan legitimasi bagi adanya benturan antar peradaban. Meskipun alasan ini masih kontroversial dan masih bisa diperdebatkan, namun dari perspektif agama sejarah membuktikan bahwa berbagai pertentangan yang selama ini terjadi antara berbagai kekuatan di dunia yang memiliki dampak bagi kemunduran dan kekalahan politik ummat Islam terhadap Barat sebenarnya dilandasi oleh adanya rivalitas laten, kebencian yang telah tertanam di hati ummat Yahudi maupun Nasrani terhadap ummat Islam. Baik itu diakibatkan oleh faktor kekuasaan dan hegemonitas, maupun karena faktor ideologi agama. Terlepas dari motif apapun yang ada dibalik alasan invasi AS ke Irak, tetapi konflik antar peradaban bisa mengemuka menjadi sesuatu yang akan berperan bagi terjadinya konflik antar kekuatan Barat dan Islam.  

Dari berbagai data yang dimunculkan, terdapat beberapa faktor yang mendorong pemerintahan AS di bawah George W Bush dalam menginvasi Irak. Di antaranya, pertama, sejarah masa lalu pemerintah AS pada masa George Bush (Bush Senior) belum berhasil menjatuhkan pemerintahan Saddam Husein, sehingga George W Bush (Bush Junior) berupaya mewujudkan impian ayahnya itu. Kedua, secara geopolitik Presiden Saddam Husein diyakini masih menjadi ancaman serius bagi hegemoni AS di Timur Tengah khususnya bagi Negara Israel. Pengalaman Perang Teluk memberikan pelajaran berharga bagi mereka. Ketiga, Secara ekonomi, Irak diyakini memiliki cadangan minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi, hat ini menjadi daya tarik tersendiri untuk menguasai Irak. Keempat, Kampanye perang melawan jaringan terorisme internasional masih menjadi isu aktual untuk memelihara posisi AS sebagai polisi dunia atau setidaknya menjadikan negaranya masih dianggap perlu dalam menjaga perdamaian dunia (Sagala, Hasan Basri, 2005). 

Tindakan Amerika menjadi sebab dibolehkannya perang atas Amerika, dikarenakan mendahului peperangan. Sesuai yang difirmankan Allah ta'ala pada Q.S. Al-Hajj 39, "telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu". 

Invasi Amerika Serikat yang tidak bisa dibenarkan dari berbagai hal, termasuk isu yang dibawakan oleh Amerika sebagai pembenar atas tindakannya. Konflik yang menjadikan wilayah Irak kuburan massal bagi warganya yang tidak bersalah, hingga menjadikan perang saudara dalam diri Irak akibat dari berbagai perbedaan pendapat, ideologi, atas invasi Amerika. Hal ini senada dengan liberalisme yang menjauhkan diri dari peperangan, non kekerasan, dan non intervensi, juga halnya dengan Islam, yang anti perang, perang  defensif dan ofensif. Dalam Islam juga terdapat tabayyun, proses memastikan sesuatu sebelum bertindak, hal ini berlawanan jika dilihat dari tindakan tuduhan yang disampaikan Amerika Serikat terhadap Irak yang belum terbukti, maka dapat disimpulkan konflik yang dibawakan Amerika merupakan motif tersendiri. 

Mengakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme juga masih abu-abu, dan perspektif terorisme antara kedua negara, Amerika dan Irak berbeda. Amerika menganggap Saddam Hussein sebagai terorisme global, sedang Amerika juga mendukung penindasan Israel terhadap Palestina. Saddam Hussein yang dianggap memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik di Palestina juga dianggap pahlawan bagi masyarakat arab sebagian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun